April 20, 2024
iden

12 Daerah Pilkada Paslon Tunggal 2018, 6 Paslon Tak Dapat Dukungan Mayoritas, Ada Apa?

Jumlah pilkada satu pasangan calon (paslon) atau pilkada paslon tunggal di 2018 meningkat dari Pilkada 2015 dan 2017. Jika pada Pilkada 2015 dan 2017 paslon tunggal ada di 3 dan 9 daerah, di 2018 ada 15 daerah. Uniknya di 2018, ada satu daerah dimana kotak kosong memenangkan pemilihan melawan paslon tunggal dengan perolehan suara 53,23 persen. Namun, jika melihat tingkat partisipasi masyarakat yang hanya 57,2 persen, jumlah suara yang tak digunakan oleh pemilih lebih besar dari jumlah pemilih yang mendukung paslon dan kotak kosong.

300.795 dukungan untuk kotak kosong, 437.308 suara tak digunakan, 264.245 dukungan untuk paslon, dan 19.366 suara tidak sah.

Beralih ke sebelas daerah paslon tunggal lainnya, karena hasil Pilkada di tiga daerah berpaslon tunggal, yakni Mamberamo Tengah, Mimika, dan Jayawijaya belum dapat diakses melalui infopemilu.kpu.go.id, hanya enam paslon terpilih yang mendapatkan legitimasi cukup kuat. Dukungan suara kepada keenam paslon lebih banyak dibandingkan suara untuk kotak kosong dan suara yang tak menggunakan hak pilih. Enam daerah tersebut adalah Kota Tangerang, Tangerang, Minahasa Tenggara, Prabumulih, Enrekang, dan Padang Lawas Utara.

Paslon di Kota Tangerang, Tangerang dan Enrekang mengantongi dukungan dari 50,44 persen, 50,44 persen dan 51,58 persen pemilih. Lebih tinggi, di Minahasa Tenggara, Prabumulih,dan Padang Lawas Utara, masing-masing paslon mendapatkan legitimasi dukungan sebesar 58 persen, 57,39 persen, dan 58,57 persen.

Di enam daerah lainnya, paslon memenangkan pemilihan tanpa membawa legitimasi kuat dari pemilih. Di Mamasa misalnya, jika menjumlahkan persentase antara total dukungan untuk kotak kosong dan suara tak digunakan, maka didapatkan hasil bahwa 56,58 persen pemilih tak memilih paslon tunggal. Adapun persentase suara tak digunakan lebih besar dari persentase dukungan untuk kotak kosong.

Hal serupa terjadi di Pilkada Bone dan Pilkada Deli Serdang. 53,48 persen dan 51,19 persen pemilih tak memilih paslon. Di Deli Serdang bahkan persentase suara yang tak digunakan hampir menyamai persentase dukungan untuk paslon. 538.238 suara untuk paslon dan 516.891 suara tak digunakan.

Di Pilkada Pasuruan dan Pilkada Lebak, jumlah dukungan untuk paslon hampir sama dengan jumlah yang tak memilih paslon. Suara tidak sah yang mencapai 6,7 persen di Pasuruan dan 2,01 persen di Lebak menjadi faktor yang membuat kita tak dapat menentukan apakah paslon mendapatkan dukungan mayoritas. Tapi lagi-lagi, persentase pemilih golongan putih (goput) lebih tinggi dari persentase dukungan untuk kotak kosong. Bahkan, persentase suara tak digunakan di Pilkada Lebak hanya selisih 14,3 persen dengan persentase dukungan untuk paslon.

Tingginya angka golput atau suara yang tak digunakan untuk memilih

10 dari 12 daerah berpaslon tunggal, persentase suara tak digunakan lebih besar dari dukungan untuk kotak kosong. Bahkan di Lebak, Tangerang, Pasuruan, besarnya jumlah suara yang tak digunakan beberapa kali lipat dari jumlah dukungan untuk kotak kosong. Hanya di dua daerah, yakni Minahasa Tenggara dan Enrekang, jumlah dukungan untuk kotak kosong lebih besar dari jumlah suara tak digunakan.

Fakta tersebut menimbulkan pertanyaan, yakni mengapa di daerah berpaslon tunggal, tingkat partisipasi pemilih cenderung rendah? Hanya di Minahasa Tenggara, Prabumulih, Padang Lawas Utara, Mamasa, Enrekang, dan Bone, tingkat partisipasi di atas 70 persen. Di Kota Tangerang, Tangerang, Lebak, Pasuruan, Kota Makassar, dan Deli Serdang, tingkat partisipasi merangsek di bawah tingkat standar nasional.

Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, pada diskusi “Evaluasi Pilkada Serentak 2018” di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta Selatan (2/7) mengatakan bahwa perlu ada tinjauan khusus mengenai pilkada calon tunggal. Hasil pemilu yang hanya ada satu paslon merupakan hasil pemilu yang tak tak teruji atau uncontested election, karena tak ada tarung gagasan dan program kerja yang semestinya menjadi bahan pertimbangan pemilih.

Jerry Sumampouw, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) bahkan menilai bahwa penyelenggaraan pilkada di daerah berpaslon tunggal cenderung tak serius. Hal ini ditandai dengan minimnya tingkat partisipasi pemilih dan bermasalahnya Daftar Pemilih Tetap (DPT).