Maret 28, 2024
iden

6 Fakta Soal Hak Pilih dan DPT Pemilu 2019

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Viryan, mengemukakan tujuh fakta mengenai Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan hak pilih pada Pemilu 2019. Fakta ini dikemukakan Viryan pada diskusi “Mengurai Kisruh DPT dalam Pemilu 2019” yang diadakan oleh Komite Independen Pemantau Pemilihan (KIPP) di Media Center Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Gondangdia, Jakarta Pusat (5/12).

Satu, pemilih yang akan pindah memilih pada hari pemungutan suara harus mengurus Surat Pindah Memilih atau Form A5 paling lambat 30 hari sebelum hari H kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Pada pemilihan-pemilihan sebelumnya, surat pindah memilih dikeluarkan oleh PPS di tempat asal. Namun, untuk Pemilu 2019, KPU memudahkan pemilih dalam pengurusan surat pindah memilih dengan memperbolehkan PPS di tempat seseorang akan memilih untuk mengeluarkan surat pindah memilih.

“Form A5 yang selama ini dikeluarkan oleh PPS di tempat asal, sekarang bisa dikeluarkan oleh PPS di tempat tujuan. Kami ingin mempermudah pemilih. Mekanismenya bisa melalui Sidalih (Sistem Data Pemilih),” kata Viryan.

Syarat paling lambat 30 hari sebelum hari H ditujukan untuk menjamin tersedianya surat suara bagi pemilih pindahan yang akan didata di dalam Daftar Pemilh Tambahan (DPTb). Pengalaman Pemilu 2014, banyak pemilih pindahan yang kehabisan surat suara karena surat suara cadangan hanya 2 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang bersangkutan.

“Kejadian di Pemilu 2014 jadi perhatian serius oleh pembuat UU. Makanya di UU No.7/2017 dikasih aturan agar pemilih pindahan mengurus paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara. Ini maksudnya memang terkait ketersediaan surat suara,” jelas Viryan.

Dua,  pemilih pindahan dan pemilih yang berada di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) kemungkinan tak mendapat surat suara semua pemilihan.

Berbeda lagi dengan aturan di Pemilu 2014, pemberian surat suara pada Pemilu 2019 didasarkan pada daerah pemilihan (dapil). Jika Bagas adalah warga Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, lalu Bagas adalah tahanan di rutan yang berlokasi di Lampung, maka Bagas hanya akan mendapatkan satu surat suara, yakni surat suara Pemilihan Presiden. Bagas keluar dari dapil Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang berbasis provinsi, dapil Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, dapil Pemilihan Anggota DPR Daerah (DPRD) provinsi, dan dapil Pemilihan Anggota DPRD kabupaten/kota.

“Ketentuan di 2014, kalau pindah memilih tetap dapat empat surat suara. Tapi di UU No.7/2017, keluar dari dapil asal, maka gugur hak pilih untuk area tertentu,” tandas Viryan.

Tiga, KPU melakukan tiga kali penyempurnaan DPT. Penyempurnaan pertama dilakukan hingga 16 September 2018. Kedua, hingga 15 November 2018. Ketiga, hingga 15 Desember 2018.

Penyempurnaan DPT dilakukan atas rekomendasi dari Bawaslu RI dan komitmen KPU terhadap perlindungan hak pilih. Viryan mengaku, pihaknya terus melakukan pemutakhiran terhadap data pemilih dengan menindaklanjuti laporan dari partai politik, Bawaslu, Dinas Kependudukan dan Catatan SIpil (Disukcapil), dan lembaga masyarakat sipil.

“Dalam proses penyempurnaan ini, kami menerima sejumlah data. Data itu kami tindak lanjuti. Tapi, untuk masuk ke DPT, harus dengan mekanisme KPU, yaitu orangnya harus benar-benar ada saat petugas pemutakhiran data pemilih melakukan coklit (pencocokan dan penelitian) terbatas,” terang Viryan.

Empat, pemilih dengan disabilitas di rumah sakit jiwa, di lapas dan rutan diutamakan masuk ke dalam DPTb. Pengutamaan pemilih dengan kondisi khusus ini dilakukan untuk memastikan mereka terdata di dalam DPTb dan persiapan TPS khusus.

“Di Nusa Kambangan, jumlah pemilih banyak. Makanya paling tidak, ada sekitar 6 atau 7 TPS yang akan kita dirikan di sana,” ujar Viryan.

Lima, Gerakan Melindungi Hak Pilih (GMHP) dilakukan selama satu bulan untuk menyisir dan memastikan warga negara berhak pilih yang sudah atau belum memiliki KTP elektronik terdata di dalam daftar pemilih.

“KPU akan memasukkan pemilih yang belum punya KTP el tapi diyakini keberadaannya ada untuk masuk daftar pemilih. Nah, daftar pemilih itu akan kita serahkan ke Dukcapil untuk proses pendataan administrasi kependudukan,” kata Viryan.

Enam, setelah DPT ditetapkan, paling lambat Januari 2019, KPU akan membuka data pemilih per TPS di website KPU.

Dengan terbukanya data pemilih per TPS, masing-masing pemilih dapat melakukan kontrol terhadap data pemilih. Sebagai contoh, jika Ibu Surtini mengetahui tetangganya telah meninggal tetapi masih ada di dalam DPT, Ibu Surtini dapat melapor kepada PPS agar yang bersangkutan dikeluarkan dari DPT.

“Nanti kita bisa lihat pemilih per TPS, tentu dengan melindungi data yang dirahasiakan. Dengan dibukanya data pemilih per TPS, kecurigaan adanya pemilih yang tidak wajar bisa dikurangi. Pemilih bisa lapor, nanti kami tindaklanjuti,” tutur Viryan.