April 18, 2024
iden

Ancam Kredibilitas, KPU Mesti Evaluasi Sistem Teknologi Informasi

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Taufik Riyadi mengkritik sistem informasi teknologi yang digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebagai instrumen tahapan pemilu. Menurutnya, daya tampung server dan sistem tak cukup tangguh untuk menampung realitas politik yang dihadapi oleh partai politik peserta pemilu dalam gelaran Pemilu Serentak 2019.

“Yang saya sesalkan, tanggapan KPU katanya sudah satu bulan yang lalu dibuka, kenapa tidak diakses dari awal. Dia tidak melihat realitas politik. Tidak mudah bagi kami menyiapkan ribuan calon dengan dokumen yang mesti diurus amat banyak. Ketika semua partai mengakses pada hari terakhir, ya itu kan memang sering terjadi. Makanya, sistemnya harus dibangun untuk mengantisipasi kebiasaan itu,” ujar Taufik pada diskusi “Carut Marut Pendaftaran Caleg” di Media Centre Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Gondangdia, Jakarta Pusat (3/7).

Taufik meminta agar KPU segera mengevaluasi Sistem Informasi Partai Politik (Sipol),  Sistem Informasi Pencalonan (Silon) serta sistem teknologi informasi KPU lainnya. Sistem teknologi yang ditujukan untuk mempermudah partai politik dalam melakukan pendaftaran dan publik untuk mengakses data dan informasi tak semestinya menjadi ancaman bagi kredibilitas KPU sebagai penyelenggara pemilu.

“Dulu Sipol bermasalah. KPU digugat ke Bawaslu karena menggugurkan beberapa partai politik dengan pemberlakuan Sipol. Lalu Bawaslu memenangkan beberapa partai-partai itu. Ini harusnya jadi catatan buat KPU bahwa sistem IT (informasi teknologi)-nya mengganggu kredibilitasnya sendiri,” tandas Taufik.

Evaluasi sistem IT KPU juga didorong oleh Koordinator Komite Pemilihan Indonesia (TePI), Jerry Sumampouw. Menurut Jerry, KPU tak semestinya menyalahkan hacker melainkan memperbaiki sistem dengan menyiapkan tim IT yang andal. Dinamika Pemilu 2019 yang kencang mesti diimbangi dengan sistem IT yang memadai.

“Dari dulu teknologi yang digunakan KPU itu kan bermasalah. Sampai kemarin Situng (Sistem Informasi Penghitungan) juga, sampai KPU harus menghadap Presiden untuk minta tambahan anggaran. KPU harus mampu membuat sistem yang mampu menampung dinamika yang terjadi, agar orang mau mengecek data, bisa,” kata Jerry.

Berbeda dengan Taufik, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto berpendapat bahwa partai politik tak semestinya menyalahkan sistem IT KPU. Berdasarkan hasil pengawasan terhadap tahapan Pemilu 2019 yang telah berjalan, partai politik tak siap menyediakan administrasi yang dibutuhkan untuk melakukan pendaftaran.

“Temuan kami, partai politik memang tidak siap dalam mempersiapkan administrasi politiknya. Hanya tiga partai yang lolos Pemilu 2019 jika mengikuti aturan juknis (petunjuk teknis)-nya,” kata Nanto.

Namun sepakat dengan Jerry, KPU mesti segera mencari solusi atas permasalahan sistem IT yang dihadapi. Nanto mengajak publik untuk mengawasi tahapan pencalonan anggota legislatif dan meminta KPU untuk segera membuka data daftar calon yang diajukan partai politik di dalam Silon .

“Silon ini mesti diawasi karena sebenarnya ini antara kekuatan partai politik dengan kekuatan penyelenggara. Mereka yang punya password. Nah, jangan-jangan partai masih mau bermain mengganti orang. Kalau tidak ada kontrol, bisa banyak yang berubah sesuai dengan pesanan partai,” ujar Nanto.