Maret 28, 2024
iden

Bawaslu Diminta Koreksi Putusan Sengketa Pencalonan Mantan Napi Korupsi

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI diminta untuk mengoreksi dan memberikan rekomendasi terhadap putusan pengawas pemilu daerah soal sengketa pencalonan mantan napi korupsi. Putusan pengawas pemilu di enam daerah yaitu Aceh, Toraja Utara, Sulawesi Utara, Pare-pare, Rembang, dan Bulukumba secara terang benderang tidak menjadikan Peraturan KPU tentang Pencalonan sebagai rujukan.

“Bawaslu sebagai tulang punggung pengawasan pemilu seharusnya memastikan bahwa tidak ada mantan narapidana kasus korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba yang diloloskan sebagai calon anggota legislatif oleh KPU,” kata Fadli Ramadhanil, peneliti hukum pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), seusai beraudiensi bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat (31/8).

Sikap Bawaslu yang mengabulkan permohonan sengketa pencalonan mantan napi korupsi yang dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU dinilai telah mengabaikan Peraturan KPU. Padahal, menurut Pasal 76 ayat 1 UU pemilu, dalam hal Peraturan KPU diduga bertentangan dengan UU pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA). Ketentuan yang sama diatur dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

“Artinya, Bawaslu seharusnya tidak potong kompas dan menarik simpulan sendiri dikarenakan koreksi atas Peraturan KPU bukan ranah dan wewenang Bawaslu. Sedangkan hingga saat ini, belum ada putusan MA yang menyebutkan Peraturan KPU bertentangan dengan UU,” tandasnya.

Bawaslu mengklaim putusan-putusan pengawas pemilu daerah tersebut  berpedoman pada UU Pemilu yang tidak melarang mantan narapidana korupsi untuk menjadi caleg. Sementara PKPU Pencalonan sudah diajukan uji materi ke MA. Namun, MA menghentikan sementara proses uji materi karena ada judicial review UU Pemilu terhadap UUD di Mahkamah Konstitusi.