Maret 28, 2024
iden

Survei: Politik Uang Terbukti Tak Mujarab

JAKARTA – Jual-beli suara dalam pemilihan umum ternyata terbukti tak mujarab menjaring pemilih. Hal ini terlihat dalam hasil survei Rizka Khalida dari Indikator Politik Indonesia terhadap 1.220 partisipan dari seluruh Indonesia.

Menurut Rizka, hasil penelitiannya menunjukkan responden cenderung mengambil uang yang ditawarkan kandidat. Namun 80 persen penerima uang justru tidak memilih calon tersebut ketika berada di bilik suara. “Keputusan menerima uang tidak signifikan mempengaruhi keputusan memilih calon,” katanya dalam sebuah diskusi di Centre for Strategic and International Studies, kemarin.

Pemilih yang menerima uang, kata Rizka, cenderung membelokkan suaranya bila ternyata ada kandidat lain yang lebih baik daripada si pemberi uang, terutama dalam hal kepemimpinan dan integritas. Sedangkan kelompok yang sejak awal menolak uang memiliki integritas diri alias kontrol diri inhibisi (KDI) tinggi. “Individu dengan level KDI yang semakin tinggi cenderung tidak menerima uang, bahkan ketika jumlah uang yang ditawarkan lebih banyak,” katanya.

Dalam penelitian itu, Rizka mengadakan wawancara eksploratif dan survei nasional di 34 provinsi tentang jual-beli suara dengan uang. Survei menggunakan teknik multistage random sampling. Wawancara dilakukan dengan tatap muka pada 4-17 Oktober 2015. Dalam wawancara, responden juga diminta mengisi skala kontrol diri inhibisi.

Rizka mengatakan, meski politik uang tak menjamin datangnya suara, praktik tersebut tetap harus dibasmi. Sanksi politik uang kini jauh lebih berat. Selain hukuman penjara hingga 6 tahun bagi pemberi dan penerima, pencalonan peserta pemilu akan digugurkan bila politik uang terbukti dilakukan secara masif dan terstruktur.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Pramono Ubaid, mengatakan hasil penelitian ini seharusnya menjadi tamparan, terutama untuk partai politik dan kandidat peserta pemilu. “Memberikan uang kepada pemilih tidak menjamin kemenangan,” ujarnya.

Karena itu, menurut Pramono, KPU punya tugas besar untuk mensosialisasi latar belakang dan rekam jejak tiap kandidat agar pemilih yang telah mengambil uang tetap mempunyai insting untuk memilih kandidat terbaik. “Tapi pidananya tetap berlaku sesuai ketentuan,” katanya.

Pada pemilihan kepala daerah serentak, Februari lalu, Badan Pengawas Pemilihan Umum mencatat, selama empat bulan masa kampanye di 101 daerah pemilihan, ada sekitar 612 kasus politik uang. Sebanyak 27 di antaranya terjadi pada hari pemilihan dan sehari menjelang pemilihan. Aditya Budiman | Indri Maulidar

https://koran.tempo.co/konten/2017/07/25/419548/Survei:-Politik-Uang-Terbukti-Tak-Mujarab