Maret 29, 2024
iden

Jabatan Penyelenggara Pemilu Maksimal Dua Kali Jadi Tantangan

Ketentuan masa jabatan keanggotaan penyelenggara pemilu maksimal dua kali jadi tantangan bagi pemenuhan keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara pemilu. Banyak perempuan penyelenggara pemilu di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang tak bisa mencalonkan kembali di tingkatan yang sama.

“Banyak perempuan yang sudah dua kali masa jabatan sebagai penyelenggara pemilu. Kesempatan bagi mereka tertutup di tingkat yang sama,” kata Evi Novida Ginting, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pada diskusi media “Keterwakilan Perempuan dalam Penyelenggara Pemilu” di Jakarta (28/7).

Perempuan-perempuan di KPU kabupaten/kota, menurut Evi, sudah ditempa pengalaman serta diberi pemahaman dan pengetahuan sebagai penyelenggara pemilu. Namun, karena ketentuan tersebut, perempuan tak bisa lagi mencalonkan di tingkatan yang sama. Kondisi ini menjadi tantangan sebab stok perempuan di kabupaten/kota untuk menjadi penyelenggara pemilu tak banyak.

Evi menyarankan agar perempuan-perempuan di kabupaten/kota—yang tak bisa lagi mencalonkan diri—untuk ikut rekrutmen penyelenggara pemilu pada tingkatan yang lebih tinggi. Ada peluang bagi perempuan untuk ikut seleksi di provinsi yang jumlah penyelenggaranya ditambah sesuai dengan Undang-undang Pemilu yang akan disahkan. Ia berharap, perempuan bisa merebut dua dari lima atau tujuh kursi anggota KPU.

“Mereka berkewajiban untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Kalau tidak, ini akan jadi persoalan bagi perempuan,” tandas Evi.