November 15, 2024

Jalan Berliku Para Politisi Muda

Ibarat menyusuri jalan berliku, begitulah kiprah anak muda di panggung politik nasional. Di tengah wacana alih generasi yang disebut akan terjadi pada 2024, sejumlah politisi muda yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024 harus melawan sejumlah stigma dan stereotip sembari membuktikan bahwa janji-janji yang mereka sampaikan saat kampanye pemilu lalu bukanlah pepesan kosong.

Puteri Anetta Komarudin (25) mengatakan dirinya sudah terbiasa dipandang sebelah mata. Putri dari politisi Partai Golkar, Ade Komarudin, itu kerap dicap hanya memanfaatkan jaringan dan nama besar ayahnya. ”Saya ini sudah muda, perempuan, anak politisi besar juga sehingga sering digampangkan dan dipandang sebelah mata,” ujarnya, Minggu (11/8/2019).

Ayah Puteri, Ade Komarudin, pernah menjabat Ketua DPR pada 2016. Pemilu 2019 menjadi pengalaman pertama Puteri maju sebagai calon anggota legislatif dari Partai Golkar untuk DPR. Ia meraih 70.164 suara di daerah pemilihan yang sama dengan ayahnya, Jawa Barat VII (Purwakarta, Karawang, Bekasi), hingga kemungkinan besar akan lolos menjadi anggota DPR.

Anak muda yang hendak terjun ke dunia politik, ujar Puteri, sering kali dianggap kurang berpengalaman atau mentalnya kurang kuat untuk menghadapi ”kerasnya” dunia politik. Khusus politisi muda, yang merupakan anak elite atau pejabat, stigma itu kerap bercampur dengan stereotip lain bahwa mereka hanya mengandalkan nama besar orangtua atau kerabatnya.

Pandangan itu dihadapi Puteri sejak ia memutuskan terjun ke dunia politik. ”Orang bilang saya mengandalkan ayah saya. Itu tidak benar karena ayah saya kebetulan sedang sakit keras dan akhirnya saya harus mengandalkan diri sendiri,” ujarnya.

Hal senada dirasakan Hillary Brigitta Lasut (23) dari Partai Nasdem, yang akan menjadi anggota DPR terpilih termuda. Hillary, yang saat pileg mendapat 59.060 suara, kerap dicibir bahwa ia hanya anak ingusan. ”Saya sering ditanya, anak kecil bisa apa, sih? Jangan banyak bicara kalau belum punya pengalaman,” kata anak Bupati (terpilih) Talaud, Sulawesi Utara, Elly Lasut, ini.

Hillary mengaku sudah menyiapkan mental dan strategi untuk menghadapi kultur politik yang masih mengedepankan senioritas di DPR. Strategi pertamanya adalah tetap rendah hati dan tidak arogan di hadapan para politisi senior.

Strategi lainnya menyiapkan tim riset pribadi. Dengan demikian, setiap pernyataan yang akan ia keluarkan di kompleks parlemen ataupun di ruang publik akan selalu berdasarkan data. ”Saya akan datang dengan data, tidak hanya tong kosong,” katanya.

Dave Laksono (40), yang akan kembali duduk jadi anggota DPR periode 2019-2024, menuturkan, anak muda yang duduk di DPR harus bersedia bekerja lebih keras. Dave mencontohkan, pada tahun pertama tugasnya sebagai anggota DPR periode 2014-2019, ia belajar memahami dan mengerti proses politik di DPR.

”Kita harus mengerti arah politik pemerintah dan fraksi atau partai, terutama untuk mencari titik temu antara agenda pemerintah dan partai,” kata putra politisi Golkar, Agung Laksono, ini. Ia berpendapat, syarat utama menembus DPR adalah pendekatan dan komunikasi ke masyarakat akar rumput.

Nama besar keluarga dan partai politik tidak dapat menjadi jaminan caleg muda bisa meraih suara untuk lolos ke DPR. Kondisi ini membuat Dave selama masa kampanye lalu mengklaim memilih melakukan pertemuan intens dengan para pemilihnya guna menyerap aspirasi dan menawarkan solusi kepada masyarakat.

Janji-janji

Para politisi muda mengklaim siap memperjuangkan isu tertentu. Puteri Komarudin, misalnya, akan memperjuangkan adanya undang-undang permodalan yang lebih bersahabat terhadap pengusaha perempuan.

Hal itu ia telah perjuangkan sejak kampanye lalu dengan berkaca pada kasus ”Bank Emok” atau koperasi berkedok rentenir yang menyasar ibu- ibu rumah tangga di dapilnya di Jabar. ”Jika perempuan diberi pendidikan dan akses modal yang mudah, pertumbuhan ekonomi pasti bisa lebih tinggi,” katanya.

Sementara, Hillary ingin fokus pada isu pendidikan dengan berangkat dari kasus sulitnya akses pendidikan, tenaga pendidik, dan buruknya infrastruktur sekolah di daerah pelosok di dapilnya, Sulawesi Utara.

”Mungkin, kalau di pusat, persoalan ini tidak terlalu kentara. Namun, kalau di daerah, yang paling dibutuhkan pertama-tama itu adalah bantuan pendidikan nyang tepat sasaran,” katanya. Adapun Dave ingin memperbaiki tugas legislasi DPR yang selama ini tidak pernah mencapai target. Ia juga ingin menunjukkan DPR yang lebih transparan.

Pada akhirnya, rakyat akan menilai, dalam lima tahun ke depan, apakah para politisi muda itu akan menjadi agen pembeda yang berani mengambil risiko di kompleks parlemen atau memilih bersembunyi di zona nyaman dan ikut larut dalam kultur politik saat ini.

Afirmasi

Tindakan afirmatif dibutuhkan untuk mendorong lebih banyak politisi muda terjun ke politik. Upaya ini terutama dapat dilakukan dengan menggencarkan kaderisasi pada anak muda serta memberi mereka lebih banyak kesempatan untuk aktif dalam kegiatan internal partai sebelum ikut bertarung memperebutkan jabatan publik.

Tindakan afirmatif ini dibutuhkan karena catatan Litbang Kompas menunjukkan, dari 575 anggota DPR periode 2019-2024, diperkirakan hanya ada 72 orang yang berusia di bawah 40 tahun. Dari 72 orang itu, sebanyak 36 orang ditengarai punya hubungan kekerabatan dengan pejabat daerah dan elite partai, dan 25 orang berstatus anggota DPR petahana.

Padahal, dari 560 anggota DPR periode 2014-2019, ada 92 orang yang saat dilantik berusia di bawah 40 tahun. Penurunan jumlah politisi muda di DPR ini mesti diperhatikan karena perkembangan dunia seperti akibat revolusi 4.0 membutuhkan banyak peran serta anak muda. Anak muda juga diharapkan dapat memberi penyegaran pada dunia politik.

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat saat dihubungi dari Jakarta, Senin (12/8/2019), mengatakan, kendala terbesar yang membuat banyak calon anggota legislatif (caleg) muda gagal lolos ke DPR adalah kontestasi yang sengit di lapangan, tidak hanya antarpartai, bahkan juga antarcaleg di satu partai.

Caleg muda yang tidak memiliki jaringan kekerabatan politik harus punya modal finansial yang kuat untuk bersaing dengan para politisi senior. Menurut Djarot, hal itu merupakan ekses dari sistem pemilu proporsional terbuka, yang pemenangnya ditentukan berdasarkan suara terbanyak.

”Ada banyak caleg muda yang berpotensi dan sudah didorong oleh partai. Namun, mereka akhirnya tidak lolos karena sistem pemilu yang terbuka. Mereka bagus-bagus, tetapi gelagapan menghadapi pemilu di lapangan,” katanya.

Kesempatan

Menurut Djarot, PDI-P sudah memberikan ruang bagi para politisi muda untuk maju pada pemilu legislatif meski tidak memberikan patokan kuota tertentu sebagai langkah afirmatif. Para caleg dari PDI-P sebelumnya mengikuti sekolah partai secara rutin sebagai program kaderisasi partai.

Selain melalui pemilu legislatif, ruang bagi politisi muda juga dibuka PDI-P melalui pemilihan kepala daerah. Lewat pilkada, PDI-P melakukan proses regenerasi dan memunculkan tokoh-tokoh baru, antara lain Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini serta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo. Pada 2020 akan ada 270 daerah yang menggelar pilkada.

Partai lain, seperti Partai Demokrat, berupaya memberi ruang bagi kader muda melalui struktur kepengurusan partai. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Renanda Bachtar mengatakan, kepengurusan partai hasil Kongres Demokrat pada 2020 akan banyak memberi ruang pada politisi muda.

Kedua putra Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu Edhie Baskoro Yudhoyono dan Agus Harimurti Yudhoyono, akan menjadi titik pusat. ”Akan ada perubahan strategi besar di Demokrat. Akan banyak anak muda yang masuk dalam kepengurusan partai. Tahun 2020 sampai 2024 ini akan diwarnai banyak tenaga muda,” tuturnya.

Budi Djiwandono, anggota legislatif dari Partai Gerindra, menuturkan, ketua umum partainya, yaitu Prabowo Subianto, memberikan perhatian khusus kepada para caleg berusia muda. ”Pak Prabowo sering berkata penting bahwa Gerindra mengangkat potensi-potensi muda,” kata Budi.

Namun, lanjut Budi, partainya belum punya kebijakan yang bersifat afirmatif untuk caleg muda. Misalnya, dari segi biaya, Budi mengakui berat bagi anak muda untuk membiayai sendiri kampanyenya. ”Ke depan saya pikir bagus juga jika misalnya ada 10-20 persen kuota untuk anak muda,” ujarnya.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Viva Yoga Mauladi menilai, parpol bertanggung jawab dalam mengatur komposisi kader muda, misalnya dalam daftar caleg. Undang-Undang Pemilu tidak perlu sampai mewajibkan parpol menempatkan caleg muda di nomor urut tertentu, seperti yang diberlakukan bagi caleg perempuan. ”Tidak perlu tindakan afirmatif untuk caleg muda. Cukup diserahkan kepada kebijakan parpol masing-masing untuk mengatur secara internal,” ucap Viva.

Politisi muda dari Partai Kebangkitan Bangsa Nihayatul Wafiroh menegaskan, kaderisasi harus berjalan secara alamiah. Anak-anak muda memerlukan pembekalan yang matang sebelum diterjunkan ke politik lapangan.

Jika ingin ada tindakan afirmatif, yang diperlukan bukan memberikan kuota tertentu pada anak muda dalam kepengurusan partai atau daftar caleg, seperti untuk perempuan dengan kuota sebanyak 30 persen di daftar caleg. Namun, yang dibutuhkan ialah tindakan afirmatif untuk menggencarkan kaderisasi dan pembekalan bagi kader muda.

”Memang harus lebih banyak anak muda aktif di partai, tetapi tidak boleh instan. Jangan dibuat kuota khusus anak muda, tetapi tidak mengatur soal aspek kompetensi para politisi muda itu. Biarkan berproses secara alami,” kata Nihayatul.

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 12 Agustus 2019 di halaman 1 dengan judul “Jalan Berliku Para Politisi Muda” dan “Tindakan Afirmatif Dibutuhkan” https://kompas.id/baca/utama/2019/08/12/jalan-berliku-para-politisi-muda/ https://kompas.id/baca/utama/2019/08/13/tindakan-afirmatif-dibutuhkan/.