Maret 19, 2024
iden

Jeda Waktu Lima Tahun bagi Eks Napi Korupsi

Eks narapidana korupsi dapat mendaftar menjadi calon kepala daerah atau wakil kepala daerah lima tahun setelah menjalani masa pidana. Komisi Pemilihan Umum akan segera merevisi Peraturan KPU tentang Pencalonan Pilkada 2020 menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi, Rabu (11/12/2019).

Kemarin, MK mengabulkan permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi dan Indonesia Corruption Watch yang menguji konstitusionalitas Pasal 7 Ayat (2) Huruf g UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal itu antara lain mengatur syarat bagi bekas terpidana yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah-wakil kepala daerah untuk secara terbuka dan jujur mengemukakan statusnya sebagai bekas napi kepada publik.

MK menyatakan, pasal itu bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai dengan syarat tertentu.

Empat syarat itu kumulatif, yakni tidak pernah dipidana karena melakukan tindakan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau lebih, kecuali tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik (dipidana hanya karena mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa); bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana dan secara jujur atau terbuka mengumumkan latar belakang atau jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang. Sidang putusan dipimpin Ketua MK Anwar Usman.

Dalam Peraturan KPU Nomor 18/2019 tentang Pencalonan Pilkada 2020 yang telah diundangkan pada 2 Desember lalu belum ada aturan yang secara eksplisit membatasi eks napi mencalonkan diri dengan tenggat tertentu.

Secepatnya, kami menyesuaikan PKPU itu dengan putusan MK.

”Secepatnya, kami menyesuaikan PKPU itu dengan putusan MK,” kata Evi Novida Ginting Manik, anggota KPU bidang teknis.

Merujuk pada putusan itu, katanya lagi, eks napi korupsi baru dapat mendaftar sebagai calon kepala daerah-wakil kepala daerah lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Syarat kumulatif

Putusan MK itu merujuk kembali pada syarat kumulatif yang pernah ditegaskan MK dalam putusan Nomor 4/ PUU-VII/2009. MK menilai fakta empiris saat ini menunjukkan ketiadaan tenggat bagi calon kepala daerah yang pernah menjalani pidana justru membuat mereka kembali terjebak dalam perbuatan tidak terpuji, bahkan mengulang kembali tindak pidana yang sama, dalam hal ini korupsi.

Syarat tenggat lima tahun sebelumnya dihilangkan MK dengan alasan memberikan keleluasaan kepada rakyat menentukan pilihannya. Kenyataannya, hal itu kian menjauhkan pilkada dari tujuan untuk menghadirkan pemimpin yang bersih, jujur, dan berintegritas.

Bagus. Saya harap itu berlaku juga untuk (pemilihan) DPR, DPD, dan DPRD yang dipilih rakyat.

”Maka, demi melindungi kepentingan yang lebih besar, dalam hal ini kepentingan masyarakat akan pemimpin yang bersih dan berintegritas sehingga mampu memberikan pelayanan publik yang baik serta menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat yang dipimpinnya, Mahkamah tidak menemukan jalan lain kecuali memberlakukan kembali keempat syarat kumulatif sebagaimana tertuang dalam pertimbangan hukum putusan MK Nomor 4/PUU-VII/ 2009,” kata hakim konstitusi Suhartoyo.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyambut baik putusan itu. ”Bagus. Saya harap itu berlaku juga untuk (pemilihan) DPR, DPD, dan DPRD yang dipilih rakyat,” ujarnya.

Kuasa hukum pemohon, Donal Fariz, pun mengapresiasi putusan itu karena secara otomatis membatasi eks napi korupsi untuk mencalonkan diri dalam pilkada. (REK/INA/AGE/IAN)