Maret 28, 2024
iden

Kemitraan Nilai DKPP Ganggu Independensi Penyelenggara Pemilu

Kemitraan menilai Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengganggu independensi penyelenggara pemilu. Kewenangan DKPP untuk memberhentikan penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik telah menghambat penyelenggara pemilu untuk menafsirkan Undang-undang (UU) kepemiluan, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), dan Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sesuai dengan kewenangan yang dimiliki KPU dan Bawaslu.

“Sering ada laporan bahwa anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) tak bisa menangani suatu masalah dengan cepat karena menunggu arahan DKPP. Apakah kalau menangani masalah A dengan cara C menyalahi kode etik atau tidak,” kata Penasehat Kemitraan (Partnership for Governance Reform), Wahidah Suaib, pada rapat dengar pendapat di Senayan, Jakarta Selatan (1/2).

Atas dasar masalah tersebut, Kemitraan mengusulkan agar DKPP hanya menangani kode etik penyelenggara pemilu di tingkat pusat, tidak sampai tingkat kabupaten/kota. Pembentukan DKPP di daerah juga ia nilai inkonstitusional.

“Undang-Undang kan tidak pernah mengamanatkan DKPP untuk membuka cabang di daerah, tapi DKPP yang membentuk sendiri. Ini sebenarnya inkonstitusional,” kata Wahidah.

Kemitraan memahami bahwa kualitas penyelenggara pemilu di tingkat kabupaten/kota tak sebaik penyelenggara pemilu di tingkat provinsi dan pusat. Namun, kewenangan DKPP perlu dipertimbangkan kembali.

One comment

  1. Avatar
    Dr. Tengku Erwinsyahbana, S.H., M.Hum

    Menyikapi pernyataan Wahidah, Penasehat Kemitraan (Partnership for Governance Reform) bahwa: “Pembentukan DKPP di daerah juga ia nilai inkonstitusional”. dan “Undang-Undang kan tidak pernah mengamanatkan DKPP untuk membuka cabang di daerah, tapi DKPP yang membentuk sendiri. Ini sebenarnya inkonstitusional,” maka kiranya perlu diteliti kembali secara cermat, dan perlu disampaikan bahwa:

    1. DKPP tidak pernah membuka dan membentuk cabang di daerah dalam di Wilayah NKRI, melainkan hanya membentuk TIM PEMERIKSA DAERAH, yang salah satu tujuannya adalah untuk mempercepat proses pemeriksaan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik pemilu, mengingat bahwa banyaknya jumlah pengaduan dari daerah yang disampaikan kepada DKPP.
    2. DKPP tidak untuk menghambat jalannya pemilu, melainkan untuk menjaga integritas penyelenggaraan pemilu.
    3. Tugas dan Kewenangan DKPP tidak untuk memberikan arahan kepada penyelenggara pemilu tentang penyelenggaraan pemilu, tetapi memeriksa pengaduan dugaan pelanggaran etika dalam pemilu yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu, dan jika ada Anggota KPU yang meminta arahan kepada DKPP terkait etika pemilu, maka hal ini bersifat insidentil yang tujuannya juga untuk memperbaiki sistem penyelenggaraan pemilu, yang tujuan akhirnya juga untuk memperoleh pemimpin-pemimpin yang benar-benar berintegritas.
    4. Jika pelanggaran kode etik diduga dilakukan oleh anggota Penyelenggara Pemilu di daerah, maka yang diperiksa adalah Penyelenggara Pemilu di Tingkat Pusat, (seperti pernyataan Wahidah, bahwa Kemitraan mengusulkan agar DKPP hanya menangani kode etik penyelenggara pemilu di tingkat pusat, tidak sampai tingkat kabupaten/kota), maka sama hal nya jika dianalogikan ada yang mengatakan bahwa terhadap dugaan pelanggaran pidana dilakukan oleh anggota Penyelenggara Pemilu di daerah, yang diperiksa adalah Penyelenggara Pemilu di Tingkat Pusat. Pernyataan ini tentunya perlu dianalisis kembali, karena sangat tidak sesuai dengan teori-teori yang terkait dengan masalah pertangggungjawaban hukum, dan fakta yang terjadi bahwa pelanggaran etika pemilu cukup banyak terjadi di daerah.

    Atas dasar uraian ringkas di atas, Kemitraan sebagai lembaga yang sudah lama dikenal sebagai bagian dari elemen masyarakat, bangsa dan negara yang ikut berperan aktif dalam pembangunan di Indonesia, hendaknya terlebih dahulu mencari informasi yang sebenar-benarnya dari berbagai pihak terkait, sebelum mengeluarkan suatu statemen yang dapat di publish.