Maret 29, 2024
iden

KPU di Daerah Siapkan Data untuk Hadapi Gugatan

JAKARTA, KOMPAS –  Komisi Pemilihan Umum di daerah yang menggelar pilkada serentak 2018 diinstruksikan untuk mengumpulkan data, dokumen, serta memerinci hal-hal substantif yang harus dijelaskan jika muncul gugatan hasil ataupun aduan pelanggaran etik dari peserta. Penyelenggara pemilu harus bisa mempertanggungjawabkan hasil kerjanya dari berbagai aspek.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, peserta bisa mengajukan permohonan perselisihan hasil penghitungan suara ke Mahkamah Konstitusi maksimal tiga hari kerja setelah penetapan rekapitulasi hasil perolehan suara. Sesuai jadwal, rekapitulasi dan penetapan di tingkat kabupaten dan kota berlangsung 4-6 Juli, sedangkan di tingkat provinsi untuk pemilihan gubernur pada 7-9 Juli.

Dalam UU No 10/2016 juga disebutkan ketentuan permohonan bisa diajukan jika memenuhi syarat ambang batas selisih suara 0,5-2 persen dari total suara sah hasil rekap akhir yang ditetapkan KPU di daerah.

Anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, di Jakarta, Kamis (5/7/2018), menuturkan, KPU masih mendata daerah mana saja yang berdasarkan penerapan rekapitulasi perolehan suara memenuhi ketentuan ambang batas untuk mengajukan sengketa ke MK. Namun, Dia menyampaikan, KPU sudah menyiapkan diri untuk menghadapi sengketa.

KPU sudah menekankan beberapa target ke KPU di daerah, yakni mengupayakan tidak ada pemungutan suara ulang (PSU) karena putusan MK, PSU karena rekomendasi pengawas pemilu, serta tidak ada jajaran KPU di daerah yang diberhentikan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena melanggar kode etik.

Oleh karena itu, KPU di daerah diminta untuk menerapkan administrasi penyelenggaraan pemilu yang sempurna sehingga tidak ada kekeliruan apalagi manipulasi dalam proses. KPU di daerah juga diminta menyiapkan data dan dokumen lengkap terkait perolehan suara serta administrasi pendukung, serta dokumentasi terkait daftar pemilih karena kecenderungan yang digugat bukan hanya hasil, tetapi juga data pemilih. Selain itu, penyelenggara di daerah juga diminta menyiapkan catatan kejadian-kejadian khusus yang terjadi selama proses pemilihan.

Anggota DKPP, Ida Budhiati, mengatakan, jika muncul pengaduan ke DKPP terkait pilkada serentak, DKPP akan menyidangkannya sepanjang memenuhi syarat formil dan materiil tanpa harus menunggu putusan MK. Ruang lingkup kedua institusi itu berbeda karena MK akan menilai dari aspek hukum, sedangkan DKPP dari aspek etik dan perilaku penyelenggara.

Hingga Kamis malam, baru ada satu pendaftar sengketa pilkada, yakni dari Kota Tegal, Jawa Tengah. Pemohon gugatan sengketa hasil pilkada adalah pasangan Habib Ali Zainal Abidin dan Tanty Prasetyoningrum. Pasangan yang diwakili kuasa hukumnya, Budi Yuwono, merasa ada kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) telah dilakukan oleh penyelenggara pilkada. Pemohon adalah pasangan calon nomor 4 yang mengklaim ada kecurangan di Tegal Timur dan Tegal Barat.

Ketua MK Anwar Usman menjamin sembilan hakim MK akan menjaga diri dari setiap godaan dan intervensi dari pihak luar dalam penyelesaian perkara sengketa pilkada. ”Kami bersembilan dan semua personel di MK tetap istikamah untuk tidak terpengaruh oleh berbagai macam godaan ataupun intervensi dari siapa pun, termasuk suap,” ujar Anwar di gedung MK. (ANTHONY LEE DAN RINI KUSTIASI)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 6 Juli 2018 di halaman 5 dengan judul “Siapkan Data untuk Hadapi Gugatan”. https://kompas.id/baca/utama/2018/07/06/siapkan-data-untuk-hadapi-gugatan/