Maret 29, 2024
iden

KPU RI, E-Rekapitulasi jadi Pilihan Strategis

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, dalam diskusi “Rekapitulasi Elektronik: Teknologi Pemilu yang Dibutuhkan Indonesia” (14/3) di Tanah Abang, Jakarta Pusat, menyatakan bahwa rekapitulasi elektronik atau e-rekapitulasi merupakan pilihan strategis penggunaan teknologi pemilu di Indonesia. E-rekapitulasi dinilai dapat menjawab permasalahan pemilu yang selama ini menjadi pintu masuk kecurangan.

“Kami sudah melakukan kajian terhadap kemungkinan pemanfaatan teknologi untuk pemilu. Nah, kami merekomendasikan e-rekapitulasi. Ini mau kami uji coba di Pilgub (Pemilihan Gubernur) DKI Jakarta putaran kedua dan di Pilkada Serentak 2018,” kata Tenaga Ahli Tim Kajian Teknologi Kepemiluan KPU RI, Partono Samino.

Partono kemudian menjelaskan bahwa untuk memutuskan pemanfaatan teknologi pemilu, yakni e-voting, mesti mempertimbangkan sedikitnya empat hal, yakni kondisi sosial-politik, kepercayaan publik, ekonomi, dan kesiapan teknis. Dari aspek sosial-politik, pemilu elektronik atau e-voting diprediksi akan mengurangi perayaan demokrasi. Padahal, pemilu manual di Indonesia telah dinilai oleh dunia internasional sebagai pemilu paling transparan di dunia.

Dari aspek ekonomi, negara mesti melakukan kajian strategis terhadap anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan e-voting. Di Brazil, kata Partono, meskipun e-voting dinilai berhasil, tetapi biaya pengadaan dan perawatan untuk mesin e-voting yang besar mendapat kritik keras dari masyarakat.

Dari aspek kepercayaan publik, menurut Partono, masyarakat Indonesia belum mempercayai pemilu dengan pemanfaatan teknologi informasi. Masyarakat saat ini belum memahami cara teknologi bekerja sehingga mudah diprovokasi. Penggunaan e-voting dikhawatirkan akan menimbulkan konflik baru.

“Situng (sistem hitung) kemarin mati dua kali di hari pemungutan suara. Nah, dua jam berikutnya, ketika menyala, perolehan hasil suara berubah. Lalu ramai masyarakat menilai bahwa ada manipulasi,” kata Partono.

Dari aspek teknis, ketersediaan infrastruktur dan kesiapan mesin e-voting mesti dipastikan. Di Indonesia, terdapat 97 kabupaten/kota yang belum terjangkau oleh internet.  Bahkan, tak semua daerah memiliki infrastruktur listrik yang baik. Tempat untuk menampung dan merawat mesin e-voting pun mesti dipikirkan.