Maret 29, 2024
iden

Partai Politik Tak Bisa Tarik Dukungan dari Paslon Bermasalah Hukum

Menjelang penetapan peserta Pilkada 2018, muncul nama-nama calon pemimpin kepala daerah yang bermasalah hukum. Salah satunya di Pilkada Jombang. Petahana Bupati, Nyono Suharli Wihandoko, ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal Februari. Partai Golongan Karya (Golkar) dikabarkan berniat mengganti Nyono dengan kader lain yang tidak bermasalah hukum.

Kasus lain terjadi di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Nusa Tenggara Timur (NTT). Koalisi untuk Demokrasi Berintegritas di NTT meminta Partai demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai pengusung Bupati Ngada, Marianus Sae, untuk menarik dukungannya dari Marianus karena yang bersangkutan dinilai masih bermasalah secara hukum dan moral.

Menanggapi isu tersebut, Anggota KPU RI, Hasyim Asy’ari menegaskan, partai politik tak bisa menarik dukungan kepada kandidat yang diusungnya, baik setelah pendaftaran dilakukan maupun setelah penetapan peserta Pilkada. Jika partai menarik dukungan dari kandidat dengan memberikan dokumen resmi penarikan dukungan kepada KPU, partai dikenakan sanksi berupa tak diperbolehkan mencalonkan kandidat di Pilkada berikutnya, di daerah pemilihan terkait.

“Sanksi ini ada di Undang-Undang. Jadi, kalau partai tetap memberikan surat penarikan dukungan, ini tidak mempengaruhi pencalonan si kandidat. Malah, sanksi administrasinya tetap jalan. Gak boleh mencalonkan di pilkada berikutnya,” kata Hasyim di kantor Bawaslu RI, Gondangdia, Jakarta Pusat (12/2).

Selain itu, Hasyim menjelaskan bahwa pendaftaran kandidat yang mengalami masalah hukum akan tetap dilanjutkan. Masalah hukum tak dapat membatalkan pencalonan kandidat dan siapa pun yang menang akan tetap dilantik.

“Dulu ada paslon (pasangan calon) yang menang di Pilkada, dia dilantik di penjara. Dia dilantik untuk diganti. Begitu juga jika terjadi nanti, kepala daerah bermasalah hukum. Yang ganti adalah wakilnya,” tandas Hasyim.