Maret 29, 2024
iden

Pegiat Pemilu Minta KPU Perbaiki Format Debat Kampanye Pilpres

Tak hanya pegiat pemilu Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), para pegiat pemilu dari organisasi masyarakat sipil lain juga mengkritik kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memberikan kisi-kisi soal debat kandidat calon presiden-wakil presiden. Kebijakan ini dinilai mengurangi minat publik untuk menyaksikan debat kandidat dan menyebabkan debat akan jadi tidak menarik.

“Kalau cerdas cermat masih menarik, tapi debat ini, dengan pola yang sudah dipersiapkan, 20 pertanyaan yang sudah jadi kisi-kisi, tidak akan menarik. Padahal, debat kandidat ditunggu oleh pemilih rasional,” kata Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi, pada diskusi “Sebar Hoaks Jelang Debat: Siapa Untung, Siapa Buntung” di Kantin Kendal, Menteng, Jakarta Pusat (15/1).

Sepakat dengan Veri, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jerry Sumampouw, bahkan berpendapat bahwa format debat kandidat dilaksanakan hanya untuk memenuhi hal-hal administratif. Oleh karenanya, untuk debat kedua dan seterusnya, KPU diharapkan mendesain format debat yang menarik dan mampu mengungkap kemampuan kandidat dalam memandang dan menyelesaikan suatu persoalan.

“Desain debatnya hanya mengarahkan semata-mata soal administrasi saja. Yang penting jalan. Padahal, debat bukan hanya soal menguji kepintaran, tapi bagaimana kemampuan kandidat melihat persoalan. Logic gak dia mengambil kesimpulan dan jalan keluar,” tandas Jerry.

Jerry menduga, format debat kandidat yang telah ditentukan oleh KPU hanya akan memunculkan retorika-retorika. Keterbatasan waktu menyebabkan kandidat tak bebas menyampaikan gagasan secara gamblang.

“Nanti akan lihat, paslon tidak akan bebas mengeluarkan gagasan karena dia dikejar dengan menit. Masih belum tersampaikan idenya, menit sudah habis,” tukas Jerry.

Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti meminta panelis memberikan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan teknis pelaksanaan gagasan-gagasan yang diajukan oleh paslon. Ray menilai, secara garis besar, gagasan-gagasan kedua paslon tak jauh berbeda. Pemilih membutuhkan penjelasan terkait teknis pelaksanaan visi-misi agar dapat mempertimbangkan program kerja salah satu paslon yang lebih rasional untuk dilaksanakan selama lima tahun ke depan.

“Penting panelis membuat soal-soal teknis pelaksanaan ide-ide besar paslon. Misal, isu kemiskinan, bagaimana cara mengatasinya? Misal, kalau gak suka impor dan tenaga kerja asing, bagaimana cara menyelesaikannya? Kalau yang ditanyakan adalah yang makro, gak akan banyak memindahkan suasana kampanye ke suasana baru dimana orang mulai membicarakan isu-isu,” jelas Ray.

Analis politik pada Exposit Strategic, Arif Susanto memprediksi debat kandidat tak akan banyak mengubah pilihan pemilih loyal masing-masing paslon. Pemilih loyal cenderung tak terpengaruh pada jawaban akademis paslon, sebab pilihan politiknya sudah tak dapat berubah. Adapun debat kandidat dapat mempengaruhi pemilih rasional yang belum menentukan pilihan.

“Saya tidak terlalu optimis bahwa debat nanti akan mengubah sama sekali pilihan pemilih. Karena, 70 persen dari pemilih Prabowo dan Jokowi sudah tidak akan merubah pilihan. Debat ini lebih ditunggu oleh pemilih-pemilih rasional yang menunggu jawaban Prabowo dan Jokowi,” kata Arif.