Maret 28, 2024
iden

Pelanggaran Kampanye Mulai Ditindak

JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu memulai penindakan terhadap dugaan pelanggaran kampanye Pemilu 2019 dengan melaporkan dua pengurus Partai Solidaritas Indonesia ke Mabes Polri, Kamis (17/5/2018). Partai politik peserta pemilu yang lain diingatkan untuk tidak mencoba berkampanye di luar jadwal.

Dua pengurus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dilaporkan ke Mabes Polri itu adalah Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni dan Wakil Sekretaris Jenderal PSI Chandra Wiguna. Laporan itu diterima Bareskrim Polri dengan surat tanda terima laporan nomor 02/TM/PL/RI/ 00.00/IV/2018. Menanggapi pelaporan ini, pengurus PSI menyatakan menghormati keputusan Bawaslu, tetapi tetap akan menyiapkan perlawanan hukum.

”Ini kasus (dugaan pelanggaran kampanye Pemilu 2019) pertama yang masuk sampai penyidikan. Imbauan kami ini agar jadi pembelajaran bagi partai politik lain untuk taat dan patuh pada undang-undang dan peraturan Komisi Pemilihan Umum. Tidak boleh berkampanye sebelum masa kampanye dimulai,” kata Ketua Bawaslu Abhan di Gedung Bawalsu di Jakarta, kemarin.

Adapun KPU menetapkan kampanye berlangsung 23 September 2018 hingga 13 April 2019. Menurut Abhan, dua pengurus PSI itu diduga melanggar Pasal 429 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu menyatakan, setiap orang dengan sengaja berkampanye di luar jadwal dipidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.

Dua pengurus itu diduga berkampanye melalui iklan survei di media cetak Jawa Pos edisi 23 April 2018. Survei tersebut berisi ajakan untuk terlibat dalam mengisi survei calon wakil presiden dan kabinet kerja Presiden Joko Widodo 2019-2024. Di iklan itu juga tercantum foto Presiden Jokowi, lambang PSI, nomor 11, bakal calon wakil presiden dengan 12 foto dan nama, serta 129 foto dan nama calon untuk jabatan menteri ataupun pejabat tinggi negara.

Abhan mengatakan, iklan itu memenuhi unsur kampanye, seperti diatur Pasal 1 angka 35 UU No 7/2017 yang menyebut kampanye sebagai menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta pemilu. Materi iklan yang menampilkan logo dan nomor urut PSI itu dinilai sudah memenuhi unsur citra diri. Hal itu, kata Abhan, sudah dibahas di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilu yang terdiri dari Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan.

Beda definisi

Dalam keterangan pers di kantor PSI di Jakarta, Raja Juli menyatakan menghormati keputusan Bawaslu. Namun, PSI akan menggunakan haknya untuk melawan secara hukum karena merasa ada perbedaan tafsir antara PSI dan Bawaslu. ”Materi kami tidak memuat visi, misi, serta program partai. Padahal, itu definisi kampanye menurut Pasal 274 UU Pemilu,” katanya.

Adapun Pasal 274 UU Pemilu hanya menyebutkan materi kampanye berisi visi, misi, dan program parpol, perseorangan calon anggota DPD, serta calon presiden dan wakil presiden. Oleh karena itu, PSI akan mengajukan permohonan tafsir UU No 7/2017 ke Mahkamah Konstitusi untuk memaknai ”citra diri” seperti disebut dalam Pasal 1 angka 35. PSI juga akan bersiap menghadapi proses hukum di Mabes Polri.

Raja Juli menyampaikan, sebagai partai baru, PSI merasa dizalimi. Kasus ini, katanya, berawal dari temuan anggota Bawaslu, M Afifuddin. Proses penanganan kasus ini pun dinilai sangat cepat. Padahal, beberapa hari lalu juga ada laporan ke Bawaslu tentang partai yang berkampanye di beberapa media massa. Dia berharap perlakuan yang sama juga diterapkan Bawaslu terhadap partai lain yang juga bisa masuk kategori kampanye jika merujuk pada definisi citra diri yang diterapkan Bawaslu.

”Tentu kami tidak akan tebang pilih. Siapa pun yang dalam pembahasan di Gakkumdu terbukti memenuhi unsur (pelanggaran kampanye) akan ditindaklanjuti,” kata Abhan. (ANTONY LEE)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 18 Mei 2018 di halaman 2 dengan judul “Pelanggaran Kampanye Mulai Ditindak”. https://kompas.id/baca/utama/2018/05/18/pelanggaran-kampanye-mulai-ditindak/