Maret 29, 2024
iden

Perludem Gugat Pasal 222 UU No. 7/2017 ke MK

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), bersama Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif dan perseorangan Hadar Nafis Gumay menyerahkan berkas perkara judicial riview (JR) atas Pasal 222 Undang-Undang (UU) No.7/2017 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal 222 dinilai tak sejalan dengan asas keadilan yang termuat di dalam UU Dasar (UUD) 1945 Pasal 22E ayat (1) dan (2) karena memperlakukan partai politik peserta pemilu secara berbeda dalam mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden.

“Kami sejak awal menolak adanya ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) atau 25 persen dari total suara sah. Karena sekarang pemilunya serentak. Adanya ambang batas menjadi tidak adil karena hasil pemilu sebelumnya yang menjadi penentu, padahal kita menginginkan saat ini,” jelas Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, di gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat (6/9).

Titi menerangkan bahwa di Pasal 6 ayat 2 UUD 1945 tertulis bahwa calon presiden dan calon wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Artinya, partai politik dapat mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden tanpa harus bergabung dengan partai politik lain.

Berkenaan dengan legal standing, Titi mengatakan bahwa para pemohon memiliki kedudukan hukum yang jelas. Konstitusi menyebutkan bahwa setiap warga negara yang merasa kepentingannya terganggu dapat mengajukan uji materi ke MK.

“Kita tidak bisa meloloskan pasal-pasal di UU Pemilu yang bertentangan dengan UU. Kita berhak punya pemilu yang adil dan konstitusional, dan ini kepentingan kita sebagai warga negara,” tegas Titi.

Dihapuskannya ambang batas pencalonan presiden adalah konsekuensi logis dari ditetapkannya konsep pemilu serentak. MK diharap menyadari hal tersebut.