Maret 19, 2024
iden

SALDI ISRA | Tata Negara Layak untuk Pemilu

Pemilu, demokrasi, hukum tata negara, dan antikorupsi jika pembahasannya disatukan akan menjadi “Saldi Isra”. Perhatiannya pada pemilu disampaikan dalam bentuk tulisan lintas bidang tersebut. “Tatanan negara tak becus akan berulang memilih pemerintahan tak demokratis melalui pemilu berproses-hasil koruptif,” begitu kiranya jika satu kalimat cepat-cepat menyimpulkan.

Keterbukaan lintas bidang bisa jadi berdasar karakter Saldi yang supel dan egaliter. Gestur tersebut sesuai tutur dan tulisnya mengenai tema kompleks dan semrawut seperti pemilu, demokrasi, hukum tata negara dan (anti)korupsi menjadi jauh lebih mungkin dipahami. Mantan mahasiswanya di Universitas Andalas berkomentar, “Prof Saldi kalau ngajar suka duduk di meja.” Mungkin itu penyikapan Saldi untuk menyatakan bahwa tata krama tak sekaku tata negara.

Lahir di Paninggahan, Solok, Sumatera Barat, 20 Agustus 1968, Saldi Isra menempuh pendidikan di bagian tanah Minang Kabau hingga Sarjana Hukum penjurasan Tata Negara, Universitas Andalas. Anak dari Ismail dan Ratina ini kemudian melanjutkan gelar Master of Science (MSc) Institute of Postgraduate Studies and Research di Universitas Malaya dan meraih gelar Doktor di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (S3-2009).

Posisi dan penyikapan Saldi terhadap pemilu cukup banyak mengacu disertasinya soal tata lembaga negara. Dari karya doktoralnya “Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia” Saldi coba konsisten terhadap penerapan prinsip presidensial sistem pemerintahan Indonesia.

Secara mendasar, Saldi menyatakan, perubahan radikal pascareformasi terhadap ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 mengurangi secara signifikan kekuasaan Presiden dalam membuat undang-undang. Anggota tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu 2012-2017 ini menegaskan melalui opininya (Parpol dan Pemilu 2014, 31/5’13), salah satu penyebab mendasar politik uang di pemilu dan korupnya pemerintahan hasil pemilu karena permasalahan tata lembaga negara. Pasal 6A Ayat (2), Pasal 8 Ayat (3), dan Pasal 22E Ayat (3) hasil perubahan UUD 1945 menciptakan parlemen yang superior.

Saldi berpendapat, pemurnian sistem presidensial penting dilakukan. Penguatan posisi DPR dalam proses legislasi harus diikuti pemberian kewenangan kepada Presiden untuk melakukan veto. Saat rumusan normatif UUD harus dituangkan dalam bentuk undang-undang, dominasi DPR dalam legislasi akan sulit dibendung.

Secara ontologis Saldi menganalisa, trauma executive heavy rezim Orde Lama dan Orde Baru malah menjadikan partai sebagai pusat sistem politik yang memperkuat posisi DPR. Dominasi parlemen di sistem presidensial berdampak pada superiornya partai sebagai penyuplai anggota DPR. Ini lah sebab kenapa pemilu hanya permainan kuasa partai. Pemilihan pemerintah berkala bukan berdasar aspirasi rakyat melainkan kepentingan elite partai di DPR.

Dengan posisi seperti itu, partai sangat mungkin menjadi kekuatan yang sulit dikontrol. Sehingga, tak tertutup kemungkinan partai politik terperangkap ke dalam postulat yang pernah dikemukakan Lord Acton: power tends to corrupt,absolute power corrupt absolutely.

Di tengah tata negara tak layak tersebut Saldi mengarahkan kita untuk membuat pemilu harus mampu menghukum partai dan politisi yang menyelewengkan kewenangan. Tanpa itu pemilu hanya menjadi sarana legitimasi baru politisi yang memperdagangkan dan menggadaikan amanah rakyat. Menurut Saldi, kerja-kerja ekstra membangun kesadaran kepada pemilih untuk memberikan dukungan (memilih) partai yang berpotensi berkembang ke arah yang lebih baik.

Untuk itu, kampanye yang bersifat masif dan terstruktur diperlukan, terutama dalam menyampaikan jejak rekam partai dan caleg peserta pemilu. Diperlukan kerja keras membukakan mata pemilih untuk tak lagi memilih partai yang telah berkhianat pada rakyat.

Banyak penghargaan yang diraih Saldi. Suami dari Leslie Annisaa Taufik ini meraih Megawati Soekarnoputri Award sebagai Pahlawan Muda Bidang Pemberantasan Korupsi (2012). Tokoh Muda Inspiratif versi Kompas (2009). Universitas Andalas (UNAND) Award bidang Penelitian (2007). Award of Achievement for People Who Make a Difference dari The Gleitsman Foundation, USA (2004); dan Bung Hatta Anti-Corruption Award (2004).

Mengenai Bung Hatta Anti-Corruption Award (2004), Saldi sebagai Koordinator Forum Peduli Sumatera Barat (FPSB), dinilai mampu membongkar praktik korupsi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat sejak tahun 1999. Selain melakukan kajian tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), dia juga menulis dan membuat buku tentang antikorupsi.

Komitmen dan bukti tersebut yang tampaknya melatarbelakangi Saldi memberikan pandangan yang dipertimbangkan banyak pihak untuk menyelesaikan permasalahan politik uang di pemilu beserta pemerintahan korup yang dihasilkan pemilu.

Sebagai dosen, Saldi diberikan penghargaan Dosen Teladan II Universitas Andalas Tahun 2002; Dosen Teladan I Fakultas Hukum Universitas Andalas Tahun 2002; juga SCTV Award sebagai Dosen Favorit Universitas Andalas dalam Rangkaian Kegiatan SCTV Goes to Campus (2003).

Saat masih mahasiswa, Saldi menjadi Mahasiswa Berprestasi Utama Tingkat Nasional Tahun 1994; Mahasiswa Berprestasi Utama I Universitas Andalas tahun 1994; Mahasiswa Berprestasi Utama I Fakultas Hukum Universitas Andalas tahun 1994. Lalu, saat lulus di Maret 1995, Saldi menjadi Lulusan Terbaik (S1) Universitas Andalas dengan prediket Summa Cumlaude Wisuda.

Selain karya tulis opini yang banyak dimuat sejumlah media nasional dan lokal hingga kini, ayah dari Wardah Awwalin Ikhsaniah, Aisyah Afiah Izzaty dan Muhammad Haifan ini menulis buku di antaranya, Teknik Penyusunan Produk Hukum Daerah (2001); Konstitusi Baru Melalui Komisi Konstitusi Independen (2002); Reformasi Hukum Tata Negara Pasca-Amandemen UUD 1945 (2006); Dinamika Ketatanegaraan di Masa Transisi, 2002-2005 (2006); dan Kekuasaan dan Perilaku Korupsi (2009).

Ada pun buku Saldi yang berkaitan dengan pemilu di antaranya, Kampanye dengan Uang Haram (2004); Hubungan Eksekutif-Legislatif Pasca-Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung (2005); Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia (2010); dan Membangun Demokrasi, Membongkar Korupsi (2010).

Saat Saldi Isra diberikan penghargaan sebagai “Pemimpin Muda Nasional” oleh salah satu partai politik (detiknews, 21/11’08), Saldi menilai, seseorang yang berkecimpung di dunia akademis sebaiknya tak masuk ke partai. Indonesia menurutnya punya potret buram akademisi yang masuk partai. Dampaknya wibawa perguruan tinggi menjadi turun. []

USEP HASAN SADIKIN

foto: https://news.detik.com/berita/3469281/profil-saldi-isra-yang-dipilih-jokowi-jadi-hakim-mk