April 20, 2024
iden

Wajah Satu Dasawarsa Bawaslu

Konstitusi mengamanahkan penyelenggaraan Pemilu harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sejarah Panjang pelaksanaan pemilu di Indonesia memberikan pelajaran penting bagaimana agar setiap pemilu terus berjalan sesuai khittahnya.

Asas pelaksanaan pemilu sebagaimana diatas adalah suatu hal yang tidak bisa ditawar lagi, sebagai bentuk jaminan terhadap demokrasi dan kedaulatan rakyat. Untuk menjamin demokrasi dan kedaulatan rakyat bisa berjalan dengan baik dalam setiap penyelenggaraan pemilu selain penyelanggara pemilu yang bersifat teknis juga dibutuhkan lembaga pengawas untuk memastikan semuanya berjalan sesuai peraturan perundang-undangan.

Lembaga tersebut bernama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang secara garis besar bertugas untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia kita sering mengenal check and balance sebagai bentuk kontrol dan perimbangan dalam pelaksanaan tata pemerintahan. Kehadiran Bawaslu dalam proses pelaksanaan pemilu sejatinya juga sebagai bentuk dari check and balance terhadap penyelenggara pemilu lainnya dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertugas menyelenggarakan teknis pemilihan umum.

Bawaslu adalah lembaga penyelenggara pemilu yang tugas utamanya adalah mengawasi penyelenggaraan pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat ini Bawaslu bersama KPU menjadi lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat satu kesatuan meski dengan tugas dan fungsi yang berbeda.

Bawaslu Dalam Perjalanan Sejarah

Organisasi Bawaslu dilahirkan dalam proses yang cukup panjang. menurut sejarahnya, organisasi pengawas pemilu baru dikenal pada pemilu 1982, sekalipun pemilu pertama diIndonesia sudah dilaksanakan sejak tahun 1955 (Gunawan Suswantoro, 2016). Dari situlah lahirnya pondasi awal proses pengawasan pemilu baik secara kelembagaan serta secara kewenangan.

Kelembagaan pengawas pemilu baru muncul pada pemilu tahun 1982 dengan nama panitia pengawas pelaksanaan pemilu (Panwaslak Pemilu). Pada era reformasi desakan untuk membuat lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat independent begitu menguat, hingga setelah amandemen lahirnya lembaga yang diberi nama KPU, dan juga kemudian Panwaslak berubah nomenklatur menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).

Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU.

Namun selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, rekrutmen pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, serta kode etik.

Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.

Bawaslu merupakan lembaga negara independen yang lahir dari rahim demokrasi Indonesia. Karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK) menafsirkan bahwa “suatu komisi pemilhan umum” dalam UUD 1945 tidak hanya KPU, melainkan juga Bawaslu (Saldi Isra,2016). Bawaslu hadir sebagai penyelenggara pemilu yang memiliki peran mengawasi pelaksanaan pesta demokrasi agar berlangsung secara jujur dan adil.

Menatap Pemilu 2019

Kini Bawaslu sudah berusia satu Dasawarsa. Sebuah perjalanan yang terasa sudah cukup panjang dalam mengawasi pelaksanaan pemilu di Indonesia. Dan selama itu pula kita sudah melihat bagaimana Bawaslu mengawal suara rakyat dalam setiap penyelenggaraan pemilu, dan kehadiran Bawaslu juga dirasa memberikan dampak yang baik dalam setiap pelaksanaan pemilu.

Berbeda dengan sebelumnya, Pemilu 2019 akan berjalan serentak. Maksudnya pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berjalan bersamaan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Artinya, dalam pemungutan suara nanti, pemilih akan mendapatkan lima surat suara yang akan dimasukkan ke dalam lima kotak suara.

Berbeda dengan sebelumnya juga, meski kegiatannya sama, Pemilu 2019 diatur lebih lama. Sebagaimana digariskan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 167 ayat (6): tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara.

Jalan Panjang pelaksanaan tahapan pemilu harus dibarengi dengan proses pengawasan pemilu yang baik mulai dari proses pendaftaran hingga penetapan hasil akhir pemilu. Dan Bawaslu haruslah selalu hadir dalam rangka pengawasan tahapan pemilu 2019.

Penyelenggaraan pemilu 2019 yang dilakukan secara serentak memunculkan persoalan yang lebih kompleks ketimbang pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya. Pembuat Undang-Undang menyadari betul tantangan dan persoalan yang akan dihadapi dalam proses penyelenggaraan pemilu 2019 terutama dalam hal pengawasan oleh Bawaslu.

Penguatan kewenangan dan kelembagaan Bawaslu untuk memaksimalkan proses pengawasan pemilu 2019 yang lebih baik dijawab dengan disahkannya UU No 7/2017 yang juga mengatur tentang penguatan kewenangan dan kelembagaan Bawaslu. Salah satu bentuk penguatan kewenangan Bawaslu dalam rangka menghadapi pemilu 2019 adalah penguatan tugas dan wewenang Bawaslu dalam melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu yang terjadi.

Kini Bawaslu mendapat kepercayaan dan legitimasi penuh untuk menjadi pihak yang diharapkan menjadi penengah dalam sengketa yang terjadi antar peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu. Bahkan dalam proses penyelesaian sengketanya, kewenangan Bawaslu hampir menyerupai proses peradilan pada umumnya.

Penguatan secara kelembagaan sebagaimana perintah UU No 7/2017 adalah Panwaslu Kab/Kota yang kini bersifat permanen dan menjadi Bawaslu Kab/kota. Penguatan kelembagaan Bawaslu dalam institusi Bawaslu harapannya mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas jajaran pengawasan pemilu secara nasional, tetap dan mandiri.

Penguatan kewenangan dan kelembagaan Bawaslu haruslah dibarengi dengan penguatan kulaitas SDM yang mumpuni dan mempunyai kapasitas dibidang kepemiluan. Penguatan kewenangan dan kelembagaan Bawaslu haruslah tidak hanya tumbuh dan nampak keluar tapi juga harus mengakar kedalam untuk terus mengokohkan pondasi Bawaslu.

Proses pengawasan pemilu tidak boleh hanya ditaruh dipundak Bawaslu semata secara intitusi, tapi butuh pelibatan seluruh lapisan dalam rangka proses pengawasan pemilu untuk mensukseskan pemilu yang berkualitas dan bermartabat untuk semua. Perlu sinergi dalam strategi dan aksi dengan segenap pemangku kepentingan pemilu, lembaga pemantau pemilu dan seluruh lapisan masyarakat lainnya untuk saling bahu membahu, gotong-royong, dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilu mulai dari pendaftaran hingga penetapan hasil pemilu.

Pada akhirnya kita semua harus mengapresiasi hasil kerja keras Bawaslu bersama seluruh lapisan masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan pemilu dan pilkada. Dan harus terung mendorong agar Bawaslu bersama rakyat semakin memantapkan hati untuk sepenuhnya mengawasi pemilu demi terwujudnya keadilan Pemilu.

Bersama Rakyat Awasi Pemilu. Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu. []

BAHRUR ROSI

Tim Asistensi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta