Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Peraturan KPU (PKPU) No.20/2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPR Daerah (DPRD). PKPU ini, meski belum diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), tetap diberlakukan bagi semua peserta pemilu yang akan mendaftarkan calon anggota legislatif.
“Kami berdiskusi dengan para ahli hukum. Jawabannya, sejak kami menetapkan, maka peraturan itu berlaku. Meskipun klausul ini tidak ada di Undang-Undang (UU) Pemilu, tetapi tetap berlaku. Coba lihat Peraturan MK (Mahkamah Konstitusi), apa pernah disebut di dalam aturannya berlaku sejak ditandatangani?” tandas Ketua KPU RI, Arief Budiman, di kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat (2/7).
Arief mengatakan bahwa belum diundangkannya PKPU No.20/2018 oleh Kemenkumham tak akan mengganggu tahapan Pemilu 2019 selama tak ada partai politik yang mencalonkan mantan narapidana kasus pidana korupsi. Adapun PKPU tetap dapat digugat di Mahkamah Agung (MA) jika ada pihak yang menilai peraturan di dalamnya bertentangan dengan UU di atasnya.
“Kalau dianggap melanggar, pasti akan dibatalkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. PKPU ini bukan sesuatu yang tidak bisa diapa-apakan. Jadi, bagi orang-orang yang tidak setuju, silakan uji materi ke MA. Gak usah diperdebatkan,” tegas Arief.
Terhadap PKPU No.20/2018, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengatakan bahwa pihaknya memandang bahwa PKPU tetap perlu diundangkan oleh Kemenkumham untuk dapat diterapkan.
“Dai kami, seluruh peraturan di bawah UU harus diundangkan. Jadi, sikap kami sudah bisa ditangkap, sikap kami beda dengan KPU,” ujar Abhan di gedung DPR RI.
Meski berbeda pendapat, Bawaslu menyatakan siap jika ada pihak yang mengajukan sengketa. Namun hingga saat ini, belum ada pihak yang melakukan konsultasi ke Bawaslu.
“Setiap produk Surat Keputusan KPU bisa jadi objek sengketa. Bawaslu siap kalau ada sengketa dan kami akan proses apakah penolakan KPU sesuai dengan UU,” tukas Abhan.