August 8, 2024

Riski Wicaksono: Pilkada Serentak 2018 Beri Dampak Positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Peneliti The Indonesian Institute (TII), Riski Wicaksono, melakukan penelitian mengenai dampak Pilkada Serentak 2018 terhadap pertumbuhan ekonomi. Temuan penelitian menggambarkan bahwa secara nasional, jika dilihat secara kuartal maupun triwulan, penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun ia juga menemukan, kontribusi Pilkada terhadap indikator-indikator pertumbuhan masih rendah, yakni di bawah angka 1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Simak penjelasan Riski pada diskusi “Aspek Ekonomi dalam Pilkada 2018” di kantor TII, Gondangdia, Jakarta Pusat (19/7) dalam bentuk wawancara.

Temuan penelitian Anda menunjukkan bahwa Pilkada Serentak 2018 memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Bisa mohon dijelaskan mengapa bisa terjadi demikian?

Kami mengambil sampel di 7 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan, dan Maluku. Penentuan sampel berdasarkan keterwakilan pulau dan basis suara yang cukup dominan.

Nah, penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 di 7 provinsi tersebut, memberikan pengaruh variatif terhadap indikator-indikator makro ekonomi, seperti jumlah uang beredar, inflasi, dan lain-lain. Dari 7 provinsi ini, Pilkada di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Barat adalah provinsi yang memberikan sumbangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Sektor ekonomi mana yang banyak terimbas dengan adanya Pilkada Serentak langsung, dan mengapa Jawa Barat dan Jawa Tengah yang lebih banyak memberikan sumbangan PDRB terhadap PDB nasional? Apakah karena jumlah pemilih di dua provinsi ini lebih banyak?

Kalau kita lihat corak perekonomian di Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan provinsi-provinsi di luar Jawa, sektor produksi itu didominasi oleh industri pengolahan. Sedangkan di luar Jawa, seperti Sumut, Kalbar, dan Maluku, produksinya masih di sektor pertanian. Karena corak perekonomian ini, maka logis jika di Pulau Jawa, pertumbuhan ekonomi akan lebih terdorong saat ada perhelatan pilkada atau pemilu. Asumsi kami, ketika Pilkada berlangsung, partai politik dan penyelenggara pemilu belanja kebutuhan logistik. Nah, belanja itu menyasar industri pengolahan barang dan tekstil.

Pada penelitian ini, kami menghightlight sisi konsumsi yang dilakukan oleh partai politik. Jadi, kami menghubungkan Pilkada Serentak 2018 dengan pola konsumsi partai. Kami menyorot  sektor Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT). Sektor ini penting ketika ada event politik karena berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), LNPRT adalah sektor yang mengakumulasi seluruh tingkat konsumsi dan produksi oleh lembaga non profit, yang salah satunya adalah partai politik.

Sebenarnya apa tolak ukur yang digunakan sehingga Anda menilai bahwa Pilkada Serentak 2018 memberikan kontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi?

Begini, di triwulan pertama 2018, kampanye kan berlangsung selama Februari sampai Juni. Kami beranggapan, pada rentang waktu ini akan terjadi belanja konsumsi dari partai politik yang akan mempengaruhi sektor-sektor industri pengolahan barang, tekstil, transportasi, dan makanan. Jika melihat secara years by years, ternyata pada triwulan pertama tahun 2018, LNPRT tumbuh sebesar 8 persen dibandingkan triwulan pertama tahun 2017. Lalu, jika melihat pertumbuhan LNPRT pada triwulan keempat tahun 2017 dengan triwulan pertama 2018, ternyata dia hanya tumbuh 0,97 persen.

Nah, saya melihat data Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa pada akhir 2017, memang persiapan partai politik sudah dimulai. Mereka memanfaatkan jasa konsultan dan sebagainya. Jadi, aktifitas partai sudah mulai berjalan, tetapi pertumbuhan ekonomi masih tidak jauh berbeda.

Jadi kalau bicara soal angka, berapa kontribusi Pilkada Serentak 2018 terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional?

Temuan kami, angka kontribusinya rendah. Baik pada triwulan keempat tahun 2017 maupun triwulan pertama tahun 2018, tingkat kontribusi Pilkada Serentak terhadap laju pertumbuhan ekonomi hanya di 1,16 atau 1,17 persen. Konrtribusi yang tidak jauh berbeda ini artinya, bahwa meskipun dorongan laju pertumbuhan ada, tapi kontribusinya kecil.

Namun di Sulsel, dari tahun per tahun, sektor LNPRT petumbuhannya cukup signifikan, yakni 22,53 persen. Ini berarti, aktfitas Pilkada di Sulsel memiliki peran yang cukup penting. Ada aktifitas  lebih saat Pilkada, yaitu konsumi partai politik di sana. Secara kuartal per kuartal, kontribusi Pilkada di Sulsel memang lebih baik daripada provinsi lain. Tapi, kontribusi terbesar dihasilkan dari provinsi Maluku.

Apakah tingkat kekayaan calon kandidat di tujuh provinsi ini memiliki kaitan dengan besar kecil kontribusi Pilkada 2018 terhadap laju pertumbuhan ekonomi di daerah yang bersangkutan?

Kami tidak bisa memastikan. Tapi, dari 7 provinsi, jumlah kekayaan kandidat tertinggi ada di Sulsel, kemudian Jabar. Total harta kekayaan calon gubernur di Sulsel mencapai 23 miliar rupiah. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan jumlah kekayaan calon wakil gubernurnya. Kekayaan calon wakil gubernur di level provinsi rata-rata lebih besar dari calon gubernurnya. Kami menduga, peran seorang wakil gubernur cukup penting dalam dukungan finansial kampanye.

Kira-kira, apa faktor yang diduga TII sebagai penyebab Pilkada Serentak 2018 sehingga hanya memberikan kontribusi sedikit kepada laju pertumbuhan ekonomi?

Menurut kami karena di Pilkada Serentak 2018, partai lebih banyak mengandalkan kampanye politik yang memanfaatkan media sosial karena dirasa lebih efisien dari sisi budget. Hal ini berpotensi menyebabkan adanya pengurangan penerimaan sektor LNPRT. Jadi, ada perubahan gaya kampanye yang lebih modern.

Bagaimana prospek Pemilu 2019?

Kalau lihat kontribusinya berapa persen, skala Pemilu 2019 tentu lebih besar. Dari sisi anggaran, anggaran penyelenggaraan Pemilu 2019 lebih besar. Akan ada sektor-sektor ekonomi yang mendapatkan dorongan pertumbuhan saat Pemilu, seperti sektor produksi dan konsumsi. Kalau produksi itu industri pengolahan seperti tekstil dan pakaian jadi. Lalu sektor perdagangan, informasi komunikasi, sektor makan minum juga. Di sektor konsumsi, berupa barang dan konsumsi partai politik sendiri.