Rabu (5/9), Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelenggarakan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) di tingkat nasional. 34 KPU provinsi dan 514 KPU kabupaten/kota telah menyerahkan DPT yang telah ditetapkan di tingkatan masing-masing, namun pada tingkatan nasional, DPT belum dapat ditetapkan. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasikan agar KPU menunda penetapan DPT hingga 30 hari sejak rekomendasi dibacakan.
“Bawaslu merekomendasikan agar dilakukan penundaan rekapitulasi di tingkat nasional, paling lambat 30 hari untuk pencermatan faktual,” ujar Ketua Bawaslu RI, Abhan, pada rapat pleno rekapitulasi DPT di tingkat nasional di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat.
Dalam pembacaan rekomendasinya, Bawaslu mengatakan bahwa beberapa KPU provinsi terlambat memberikan soft file dokumen daftar pemilih kepada Bawaslu provinsi sehingga Bawaslu tak dapat melakukan pencermatan secara maksimal. Di Sumatera Selatan dan Yogyakarta misalnya, soft file dokumen baru diberikan kepada Bawaslu daerah enam hari setelah rekapitulasi di tingkat provinsi. Keterlambatan juga terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Barat, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan DKI Jakarta.
Selain itu, penundaan juga direkomendasikan atas ditemukannya data pemilih ganda sebanyak 131.363 di 75 kabupaten/kota yang menjadi sampel pencermatan Bawaslu. Bawaslu menilai, data pemilih melalui Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) kurang akurat dan kurang optimal.
“Jumlah ini menunjukkan ketidakakuratan data pemilih dan kurang optimalnya Sidalih. Hal itu menyebabkan inefesiensi dan potensi kecurangan dalam data pemilih,” ucap Abhan.
Tak hanya Bawaslu, beberapa partai politik, seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) juga meminta KPU untuk menunda penetapan DPT. Berdasarkan hasil analisis terhadap DPT yang dilakukan oleh PKS, terdapat 25 juta data ganda di dalam daftar pemilih.
“Waktu itu diumumkan 185 juta pemilih. Tapi, 137 juta data pemilih yang kami terima. Nah, itu yang kami olah. Kami mencari kesamaan data dari NIK (Nomor Induk Kependudukan), nama lengkap, dan tanggal lahir. Dari 137 juta itu, hasilnya ada 25 juta yang ganda. Ada satu orang yang gandanya 3, 4, sampai 14,” jelas Wakil Direktur Riset PKS, Pipin Sopian.
Atas rekomendasi yang dikeluarkan, Bawaslu menandaskan bahwa pihaknya tidak bermaksud menghakimi kinerja KPU dan mengganggu tahapan. Rekomendasi dikeluarkan sebagai bentuk pengawasan Bawaslu agar DPT berkualitas dan tak ada potensi kecurangan.
“Atas nama pencegahan, untuk lebih memutakhirkan data pemilih, usulan Bawaslu bukan sesuatu yang harus dipahami sebagai hal yang mengganggu kita semua. Cara kerja Bawaslu agar hak pemilih terjaga ya begini,” tandas anggota Bawaslu RI, Muhammad Afiffudin.
Ketua KPU RI, Arief Budiman, mengatakan bahwa pihaknya tak bisa menerima rekomendasi untuk menunda penetapan DPT jika data yang disampaikan oleh Bawaslu dan beberapa partai politik tidak lengkap. Proses rekapitulasi dan penetapan DPT Pemilu 2019 telah dimulai dari tingkat kabupaten/kota, sehingga semestinya, jika ada catatan atau keberatan, disampaikan dna dituntaskan pada saat rekapitulasi di masing-masing tingkatan.
“Kami tidak mungkin melakukan penundaan hanya karena data yang belum detil. Perlu juga dikonfirmasi, apakah 75 kabupaten/kota ini, KPU dan Bawaslunya sudah bertemu? Dan, data itu per tanggal berapa? Kalau data itu sudah terkonfirmasi atau sudah ditindaklanjuti, tentu bisa diselesaikan,” jelas Arief.
Pukul 14.00 hari ini, empat sekretaris jenderal dari partai politik pengusung calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Sandiaga Uno akan menyampaikan surat keberatan atas penetapan DPT dan bukti data 25 juta pemilih ganda.