August 8, 2024

Komisi I DPD RI Tolak Pilkada Serentak Desember 2020

Rabu (10/6), Komisi I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mengadakan rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Dalam rapat tersebut, Komisi I menyampaikan penolakannya terhadap penyelenggaraan Pilkada Serentak lanjutan pada Desember 2020. Komisi I memandang penyelenggaraan Pilkada beresiko membahayakan keselamatan dan kesehatan penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan masyarakat pemilih. Komisi I merekomendasikan agar Pilkada 2020 diundur ke 2021.

“Komite I DPD RI menyatakan sikap menolak pelaksanaan Pilkada Serentak yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dan Komite I DPD RI meminta Pemerintah untuk melakukan evaluasi kembali terkait penetapan penyelenggaraan Pilkada dimaksud. Dalam kondisi Covid-19, Pemerintah dan KPU RI kiranya memperhatikan doktrin yang diterima secara universal, bahwa keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara,” kata Ketua Komite I, Agustin Teras Narang.

Anggota DPR RI perwakilan daerah Sulawesi Selatan, Lily Amelia menceritakan kondisi kesehatan masyarakat di daerahnya. Jumlah kasus di Sulawesi Selatan (Sulsel) semakin meningkat, dan masyarakat, klaim Lily, menginginkan penundaan.

“Sulsel zona merah. Semakin hari, semakin naik Koran. Saya percaya Perpu No.2/2020 itu dibentuk dengan segala daya upaya dan berbagai pertimbangan, namun setelah melihat kondisi di lapangan, mayoritas kami di Sulsel mengingingkan penundaan. Mereka lebih memikirkan kesehatan mereka,” kisah Lily.

Sementara itu, anggota DPD lainnya, yakni Amang Syafrudin dari Provinsi Jawa Barat mengusulkan agar electronic voting atau e-voting digunakan di daerah-daerah kota yang menyelenggarakan Pilkada 2020. Menurutnya, e-voting akan dapat menghemat anggaran Pilkada Serentak 2020.

“Penggunaan IT (information technology) penting dioptimalkan, apalagi di masa seperti ini. Electronic vote untuk wilayah-wilayah yang memungkinkan, kriteria wilayah perkotaan. Jadi, untuk anggaran, insya Allah dengan pendekatan electronic voting bisa lebih menghemat,” tandas Amang.

Menanggapi Komisi I DPD RI, Tito menerangkan bahwa penyelenggaraan Pilkada Sernetak pada Desember 2020 diambil dengan dua tujuan. Satu, agar ada kepala daerah definitif yang memiliki kewenangan penuh dan mendapatkan legitimasi rakyat untuk menangani Covid-19. Tak ada kepastian pandemi akan berakhir pada 2021 dengan ditemukannya vaksin yang cocok dengan virus di Indonesia sehingga menyelenggarakan Pilkada tetap di 2020 dipandang sebagai pilihan yang optimis dan menghindari penjabat menjabat terlalu lama.

“2021 juga tidak ada yang menjamin menurun. Tidak ada kepastian, sementara agenda politik ini penting. Sistem ketatanegaraan kita harus tetap berjalan agar ada pemerintah yang legitimate oleh rakyat. Daripada Plt bertahan sampi 2022, dan karena vaksinnya lama lalu ditunda lagi sampai 2023,” ujar Tito.

Kedua, dengan digelontorkannya anggaran sebesar 9,2 tirilun rupiah di Pilkada Serentak 2020 di 2070 daerah, diharapkan dapat menjadi stimulus ekonomi. Jika daerah yang sulit menganggarkan dana untuk biaya tambahan Pilkada, Menteri Keuangan telah menyatakan siap membantu dengan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).

“Ini memang uang rakyat, tapi ini kembali ke rakyat, bukan ke kita. Nanti akan bergulir, stimulus ekonomi. 9,2 triliun plus dari APBN, mudah-mudahan akan bisa menggerakkan roda ekonomi,” tukas Tito.

Dari informasi yang disampaikan Tito, terdapat 194 daerah yang telah menyatakan siap memberikan anggaran tambahan. 76 daerah yang belum memberikan kepastian anggaran, komunikasi akan terus dijalankan.

“Daerah yang punya kapasitas, 194 daerah dari 270 daerah. Masih ada 76 daerah yang kami akan terus tanyakan tiap hari. Jadi, daerah yang menyatakan siap mendukung, termasuk kemungkinan tambahan setelah rasionalisasi, otomatis kita persilakan mereka untuk memberikan tambahan anggaran,” tuturnya.