August 8, 2024

Kewenangan, Hak, dan Kewajiban KPU Diharap Ditata Ulang

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman mengharapkan agar kewenangan, hak, dan kewajiban penyelenggara pemilu, khususnya KPU, dilakukan penataan ulang. Arief mengaku kelelahan menghadapi tuntutan hukum yang diajukan berbagai pihak di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Ombudsman. Tuntutan hukum yang dialamatkan kepada KPU mengganggu fokus KPU menyelenggarakan tahapan pemilu.

“Selama tahapan Pemilu 2019, saya sangat kelelahan menghadapi semua sengketa yang diajukan. Dalam satu minggu, itu bisa 3 sampai 4 kali saya harus menghadiri persidangan.  Nah, ini kalau tidak ditata dengan baik, saya khawatir, pelaksana hari h pemungutan suara nanti, sekadar untuk mengganggu anggota KPU, bisa saja semua disibukkan dengan perkara,” ujar Arief pada sidang mendengarkan keterangan saksi pada perkara Evi Novida Ginting di PTUN Jakarta, Selasa (7/7).

Terutama persidangan di DKPP, KPU tak dapat menghadirkan kuasa hukum. Anggota KPU per individu mesti hadir memberikan kesaksian dan melakukan pembelaan. Hal ini dinilai Arief merepotkan dan bisa jadi merugikan individu penyelenggara pemilu yang tak dapat menghadiri sidang perkara lantaran mesti bertugas.

“Kan tetap kami harus membaca, membahas jawaban dan macam-macam. Saya terus terang saja, karena proses yang sangat panjang, anggota harus hadir sendiri-sendiri semua, sementara tahapan pemilu sangat ketat, seringkali kami harus berbagi. Nah, kalau berbagi, maka ada hal prinsip yang sebetulnya tidak terpenuhi, yaitu pelanggaran etik pada individu ini, dia tidak punya kesempatan untuk hadir secara langsung,” urai Arief.

Arief berharap, pada momen pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu, tak hanya relasi antar penyelenggara pemilu yang dibenahi, melainkan substansi, kewenangan, hak, dan kewajiban turut ditata ulang.