August 8, 2024

Tuntaskan Persoalan di TPS

Penyelenggara pemilihan umum terus berupaya memastikan pemilih dan petugas di setiap tempat pemungutan suara tak tertular Covid-19 saat pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah 2020, 9 Desember mendatang.

Namun, sejumlah persoalan masih muncul, seperti masih ada petugas di TPS yang belum menjalani tes Covid-19, alat pelindung diri ada yang belum diterima, dan ada TPS yang penempatannya tidak sesuai dengan protokol kesehatan.

Di Kabupaten Sabu Raijua dan Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, misalnya. Ketua Komisi Pemilihan Umum NTT Thomas Dohu mengatakan, Senin (7/12/2020), sebanyak 6.786 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di kedua kabupaten itu tidak bisa melakukan tes cepat Covid-19.

”Dua kabupaten dengan jumlah anggota KPPS 6.786 orang, termasuk petugas keamanan, di Kabupaten Sabu Raijua dan Sumba Timur, tidak mengikuti rapid test karena keterbatasan alat rapid test dan bahan reagen,” katanya. Mereka hanya diwajibkan mengikuti pemeriksaan di puskesmas. Ini pun untuk mendapatkan surat keterangan bebas influenza atau penyakit sejenisnya yang terkait Covid-19.

Padahal, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengharuskan setiap petugas KPPS menjalani tes cepat sebelum bertugas pada hari pemungutan suara. Ini untuk mencegah mereka yang bertugas terpapar Covid-19.

Persoalan serupa muncul di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua. Menurut Ketua KPU Papua Theodorus Kossay, alat tes cepat tidak ada di sana.

Di Manado, Sulawesi Utara, belum semua anggota KPPS menjalani tes cepat Covid-19. Harold Lontoh, anggota KPPS di Kelurahan Lapangan, Kecamatan Mapanget, Manado, misalnya. Tes cepat, menurut dia, tidak ada lagi saat ini. Padahal, ia membutuhkannya di tengah peningkatan kasus Covid-19 di Sulut.

Selain persoalan tes cepat Covid-19, belum semua alat pelindung diri (APD) untuk petugas KPPS di TPS diterima. Sebagai contoh di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Menurut anggota KPU Indramayu, Pitrahari, APD yang belum diterima adalah sarung tangan lateks. Ia berharap kekurangan APD itu sudah tiba sehari sebelum pencoblosan, yaitu Selasa (8/12/2020).

Tak hanya itu, 24 petugas KPPS dinyatakan positif Covid-19 dari hasil uji usap. Mereka menjalani uji usap setelah hasil tes cepat menyatakan mereka reaktif Covid-19. Pitrahari mengatakan, mereka yang positif tak akan bertugas saat pencoblosan. ”Jika di satu TPS terdapat satu petugas KPPS positif, tidak akan diganti. Kalau yang positif lebih dari satu, wajib diganti dengan orang dari lembaga pendidikan di sekitar TPS,” ujarnya.

Di daerah lain, seperti di Bandar Lampung dan 12 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, ratusan petugas KPPS dinyatakan reaktif Covid-19. Mereka yang reaktif pun tak akan bertugas nantinya. Di Sulsel, jika jumlah petugas KPPS di satu TPS kurang dari lima orang, akan dicarikan penggantinya dari TPS lain.

TPS rawan

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), saat jumpa pers di Jakarta, Senin, menyampaikan adanya 1.023 TPS yang penyelenggara pemilihannya positif terinfeksi Covid-19. Selain itu, ada 1.420 TPS yang penempatannya tidak sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19, misalnya berada di lokasi sempit atau di dalam ruangan.

Ribuan TPS itu bagian dari 49.390 TPS yang dinilai Bawaslu berada dalam kondisi rawan. TPS rawan itu tersebar di 21.250 desa/kelurahan di 31 provinsi. Total TPS di Pilkada 2020 sebanyak 298.939 TPS.

Bentuk kerawanan lainnya, seperti TPS sulit dijangkau karena faktor geografis, cuaca, dan keamanan; lokasi TPS sulit diakses penyandang disabilitas; serta TPS dengan pemilih yang tidak memenuhi syarat atau memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar di daftar pemilih.

”Bagi TPS yang dikategorikan rawan, perlu disiapkan langkah antisipatif dan koordinatif agar hal-hal yang tak diinginkan bisa diantisipasi,” kata anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin.

Komisioner KPU, I Dewa Wiarsa Raka Sandi, mengimbau jajaran penyelenggara di TPS agar memastikan pendirian TPS memenuhi ketentuan, termasuk protokol kesehatan. Kendala yang dihadapi di lapangan agar dikoordinasikan untuk dicari solusinya.

Berdasarkan Buku Panduan KPPS yang diterbitkan oleh KPU, penentuan lokasi TPS wajib memperhatikan kemudahan penerapan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. TPS diupayakan memiliki ukuran 10 meter x 8 meter atau dapat disesuaikan dengan kondisi setempat dan memperhatikan protokol kesehatan.

Target distribusi

Terkait APD dan logistik pilkada lainnya, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, pendistribusian terus dilakukan. Khusus pistol termometer dan sarung tangan lateks yang pengadaannya sempat terhambat, saat ini distribusinya sudah di atas 87 persen. Seluruh logistik, termasuk APD, ditargetkan sudah tiba di TPS maksimal H-1 pemungutan suara.

Arief mengatakan, KPU berusaha semaksimal mungkin menjaga agar penyelenggara pemilu, peserta pilkada, dan pemilih tidak terpapar Covid-19. Oleh karena itu, berbagai protokol kesehatan telah dibuat.

Di antaranya, KPU mengimbau pemilih datang ke TPS sesuai waktu kehadiran yang ditulis pada surat undangan. Pembagian waktu untuk mencegah penumpukan pemilih pada saat yang bersamaan.

Kemudian, saat memilih, pemilih diminta memakai masker dan membawa alat tulis sendiri. Jika ada yang tidak memakai masker, KPU menyediakan masker 20 persen dari jumlah pemilih di TPS.

Selanjutnya, saat akan masuk TPS, pemilih diminta antre dengan jarak 1 meter. Mereka wajib mencuci tangan di tempat yang disediakan. Setiap pemilih pun dicek suhu tubuhnya. Jika suhu lebih dari 37,3 derajat celsius, pemilih diminta memilih di bilik khusus. Saat akan memilih, pemilih diberikan sarung tangan oleh KPPS. Sebagai tanda sudah memberikan suara, jari ditetes tinta, tidak lagi dicelupkan ke dalam botol.

”Kami melindungi pemilih dengan penerapan protokol kesehatan sejak masuk hingga keluar TPS. Namun, sebaiknya penerapan protokol kesehatan dilakukan sejak berangkat dari rumah hingga kembali ke rumah,” ujar Arief.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, jika semua pemilih mengikuti protokol kesehatan, TPS akan aman dari penularan. Maka, jika ada yang melanggar protokol, ia meminta agar aparat menindak tegas.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengingatkan, APD bukan barang pelengkap. Logistik tersebut harus ada di TPS karena itu memberikan keyakinan kepada pemilih bahwa mereka tak akan tertular Covid-19 saat datang ke TPS. (SYA/NAD/REK/FLO/CIP/NIK/ESA/WSI/OKA/KOR/JAL/REN/VIO/IKI/DIT/MEL/RTG/FRN/ITA)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 8 Desember 2020 di halaman 1 dengan judul “Tuntaskan Persoalan di TPS”. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/12/08/tuntaskan-persoalan-di-tps/