September 13, 2024

Gairah Memilih Tinggi Meski di Tengah Pandemi

Kekhawatiran adanya pandemi Covid-19 ternyata tidak mengurangi antusiasme pemilih menggunakan hak pilihnya saat pemungutan suara Pilkada 2020 pada 9 Desember lalu. Sejumlah daerah justru menunjukkan ada peningkatan partisipasi pemilih.

Data sementara yang dihimpun Komisi Pemilihan Umum atau KPU merekam adanya kecenderungan peningkatan partisipasi pemilih di Pilkada 2020. Dari 32 wilayah provinsi yang di daerahnya menggelar pilkada, rata-rata tingkat partisipasi pemilih mencapai 78,75 persen atau berpotensi memenuhi target yang ditetapkan, yakni 77,5 persen.

Selain angka partisipasi yang cenderung melebihi target, tingkat kehadiran pemilih di tempat pemungutan suara tahun ini juga melebihi angka partisipasi di Pilkada 2015. Di pilkada lima tahun silam tersebut, rata-rata partisipasi pemilihnya berada di angka 69,02 persen. Artinya ada kenaikan rata-rata partisipasi pemilih lebih dari 7 persen di tahun ini.

Pencapaian ini menjawab keraguan sejumlah pihak, termasuk publik yang sebelumnya merasa khawatir pilkada digelar pada saat pandemi. Sebelumnya, hasil sejumlah jajak pendapat Kompas juga menyimpulkan adanya kekhawatiran tersebut, bahkan tidak sedikit yang merasa ragu akan menggunakan hak pilihnya saat pilkada.

Anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengakui adanya kecenderungan meningkatnya partisipasi pemilih ini. ”Data sementara demikian, kami sangat berterima kasih kepada semua pihak atas partisipasinya dalam Pilkada 2020,” ungkapnya.

KPU sendiri masih menunggu data akhir untuk memastikan partisipasi pemilih di pilkada kali ini. Meski demikian, dari data sementara, sejumlah daerah memang menunjukkan peningkatan antusiasme pemilih di pilkada serentak kali ini. Salah satunya di pilkada Kota Medan. Partisipasi pemilih di wilayah ini tercatat paling rendah di pilkada serentak 2015, yakni sekitar 25,38 persen. Artinya, hanya seperempat pemilih yang ada dalam daftar pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara.

Di pilkada tahun ini Kota Medan mengalami lonjakan jumlah pemilih, meskipun mungkin masih yang tercatat paling rendah dibandingkan 269 pilkada lain yang tahun ini menggelar pilkada serentak. Dari data sementara KPU, partisipasi pemilih di Kota Medan pada pilkada kali ini mencapai 47,59 persen. Artinya, ada kenaikan sekitar 22,2 persen pemilih yang hadir di tempat pemungutan suara.

Pengajar Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Faisal Andri Mahrawa, menyebutkan, naiknya partisipasi di Kota Medan tidak lepas dari dua faktor. Pertama, kinerja penyelenggara yang terus mengampanyekan pilkada aman di tengah pandemi dengan jaminan protokol kesehatan yang relatif ketat. Kedua, adalah faktor daya tarik dari kedua pasangan calon yang bertarung memperebutkan simpati pemilih. ”Pasangan calon yang relatif menarik menjadi daya tarik tersendiri,” ungkap Faisal.

Faktor kedua itu tentu tidak lepas dari sosok Muhammad Bobby Afif Nasution, menantu Presiden Joko Widodo, yang maju sebagai calon wali kota Medan. Dalam rekapitulasi sementara KPU Kota Medan, Bobby yang berpasangan dengan Aulia Rachman unggul 53,5 persen dari pasangan petahana Akhyar Nasution-Salman Alfarisi.

Namun, daya tarik pasangan calon memang tak selamanya berkorelasi dengan tingkat partisipasi. Fenomena pilkada Kota Pasuruan yang menghadirkan calon populer, seperti Saifullah Yusuf, mantan menteri dan mantan Wakil Gubernur Jawa Timur, meski unggul lebih dari 60 persen, tingkat partisipasi anjlok sampai 11,5 persen. Sebelumnya, di Pilkada 2015 angka partisipasi pemilih mencapai 79,6 persen. Namun, di pilkada kali ini turun di angka 68,1 persen, jauh dari target KPU Kota Pasuruan, yaitu 80 persen.

Melebihi target 

Data sementara KPU juga menunjukkan, dari 32 provinsi yang daerahnya menggelar pilkada, baik pilkada provinsi, kabupaten, maupun kota, setidaknya rata-rata sebagian besar angka partisipasi pemilihnya melebihi target yang ditetapkan. Provinsi Sumatera Utara tercatat memiliki pilkada yang paling banyak melebihi target angka partisipasi. Di provinsi ini ada sembilan daerah yang angka partisipasinya melebihi target KPU yang besarnya 77,5 persen.

Setelah Sumatera Utara, Provinsi Bengkulu menjadi wilayah terbanyak kedua dengan tingkat partisipasi melebihi target yang ditetapkan, yakni terjadi di tujuh daerah. Posisi ketiga terbanyak tercatat ada di Provinsi Sumatera Selatan dengan enam daerah melebihi target angka partisipasi.

Rata-rata partisipasi pemilih tertinggi tercatat terjadi di Provinsi Sulawesi Barat dengan angka mencapai 87,70 persen, disusul Sulawesi Tenggara (87,48 persen) dan Gorontalo (86,20 persen).

Jika melihat perkembangan data sementara yang masuk, rata-rata angka partisipasi yang tinggi berasal dari pilkada di luar Jawa. Lima pilkada kabupaten yang tercatat paling tinggi angka partisipasinya adalah Pegunungan Arfak dan Raja Ampat (Papua Barat), Bolaang Mongondow Timur dan Bolaang Mongondow Selatan (Sulut), serta Dompu (NTB). Sementara lima partisipasi tertinggi untuk pilkada kota tercatat di Tomohon (Sulut), Tidore Kepulauan dan Ternate (Maluku Utara), Sungai Penuh (Jambi), dan Blitar (Jatim).

Kecenderungan naiknya angka partisipasi ini dipahami oleh anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, sebagai wujud kepatuhan dan loyalitas pemilih dalam merespons program resmi yang dijalankan negara. Partisipasi pemilih di Indonesia memang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan banyak negara. ”Pemilih kita ini punya budaya kepatuhan politik yang tinggi apabila berkaitan dengan agenda resmi kenegaraan,” ungkapnya.

Upaya memobilisasi pemilih untuk menggunakan haknya di pilkada kali ini juga cenderung meningkat, terutama di wilayah dengan tingkat kompetisi pilkada yang ketat. Titi menyebut pilkada Kota Tangerang Selatan bisa menjadi salah satu contoh. Kompetisi yang kuat di antara ketiga pasangan calon di wilayah ini memberi ”daya tarik” bagi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Hal ini tidak lepas dari ketiga pasangan calon memiliki hubungan kekerabatan dari tokoh politik. Tidak heran jika di pilkada tahun ini Tangerang Selatan mengalami peningkatan angka partisipasi, yakni mencapai 60,40 persen, meningkat 4,25 persen dibandingkan pilkada 2015.

Selain itu, upaya sosialisasi yang masif dari penyelenggara dan didukung pemerintah, terutama terkait penerapan protokol kesehatan di tempat pemungutan suara, turut memengaruhi minat pemilih untuk hadir menggunakan hak pilihnya.

Fenomena penerimaan pemilih terhadap proses pilkada selama jaminan protokol kesehatan terpenuhi telah terbaca dari hasil jajak pendapat Kompas jauh sebelum pilkada digelar. Terkait pendataan pemilih, misalnya, 80 persen responden pada jajak pendapat Maret 2020 mengaku bersedia menemui petugas KPUD selama menjalankan protokol kesehatan. Hal ini menjadi potret tingginya potensi pemilih mengikuti pilkada selama memenuhi standar yang harus diterapkan di tengah pandemi ini.

Tingginya angka partisipasi ini menjadi pintu menguatnya legitimasi hasil dari proses pilkada. Namun, tantangan berikutnya adalah bagaimana kepala daerah terpilih menjadikan legitimasi itu sebagai amanah besar untuk membuktikan kepada pemilih bahwa apa yang dijanjikan saat kampanye bukan sekadar slogan, namun sebagai sesuatu yang harus ditunaikan.

Jangan sampai antusiasme dan gairah pemilih menggunakan hak pilihnya, meski di tengah pandemi yang masih mengkhawatirkan ini, menjadi sia-sia karena kepala daerah yang terpilih hanya menjadikan mereka sebagai kendaraan untuk merebut kekuasaan di daerah. (YOHAN WAHYU/LITBANG KOMPAS)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/riset/2020/12/16/gairah-memilih-tinggi-meski-di-tengah-pandemi-2/