August 8, 2024

Berpulangnya Mentor Saya, Veri Junaidi

Jujur saja, saya menulis artikel ini setelah membaca kolom obituari dari Khoirunnisa Agustyati, Direktur Perludem, dan Usep Hasan Sadikin, yang juga rekan saya di Perludem. Dua tulisan itu naik tayang di portal rumahpemilu.org.

Saya bingung hendak berbuat apa, begitu mendengar kabar Mas Veri Junaidi berpulang. Kepala terasa penuh. Banyak pertanyaan dan kekhawatiran yang menghenyak di dada saya, sejak siang 3 Juli 2021 itu. Sulit sekali rasanya percaya, sosok yang 8 tahun lalu saya bermalam di rumahnya, di bilangan Matraman, Jakarta Pusat, lalu paginya mengantar saya naik kendaraan umum untuk menuju kantor Perludem di daerah Tebet, Jakarta Selatan, kini telah berpulang.

Soal infeksi Covid-19 yang menjadi salah satu sebab menurunnya kesehatan Mas Veri, bagi saya ini sungguh menjadi tekanan psikis yang tidak mudah. 11 Mei 2021 lalu, persis malam 29 ramadan, saya kehilangan ibu yang mengalami perburukan kesehatan yang juga disebabkan Covid-19. Saya menahan duka. Saya menahan diri sejak itu untuk tidak sekalipun mengungkap tentang berpulangnya ibu, terutama di sosial media. Berharap rasa sedih dan kehilangan bisa pelan-pelan mereda. Namun, hanya selang 1,5 bulan setelahnya, saya juga kehilangan mentor yang sudah lebih dari kakak ketika memulai perantauan di Jakarta sejak Juni 2013 yang lalu.

Ya, semua orang di pergerakan aktivisme hukum, kepemiluan, dan demokrasi tahu bahwa Mas Veri Junaidi adalah salah satu orang yang “mengantarkan” saya. Sejak bergabung di Perludem pada pertengahan Juni 2013, hampir setiap hari bertemu, berdiskusi, dan bekerja dengan Mas Veri. Saya masih ingat, obrolan awal ketika bermalam di rumah Mas Veri ketika akan mulai bergiat di Perludem.

“Untuk pekerjaan, kamu bantu saya ya Fad,” kata Veri. Dalam perjalanannya, Mas Veri mencemplungkan saya ke banyak kegiatan jaringan dan advokasi kepemiluan, yang secara tidak sadar, itu memacu saya untuk terus tumbuh. Membuka jalan untuk berkembang, dan terus belajar banyak hal.

Salah satu peristiwa yang saya rasakan menjadi ruang lapang bagi saya untuk mengenal banyak aktivis hebat adalah kegiatan Mimbar Seribu Harapan (MSH) jelang Pemilu 2014. Kegiatan ini adalah inisiatif gabungan dari banyak NGO hukum dan demokrasi, untuk mengampanyekan harapan bersama masyarakat jelang tahun politik yang mulai memanas kala itu. Saya masih ingat, rapat pertama persiapan acara MSH, saya diminta datang oleh Mas Veri mewakili Perludem. “Datang ya Fad. Aku ndak bisa hadir. Wakili Perludem nanti di persiapan acara itu.”

Saya setengah bingung. Sebab saat rapat itu, saya persis baru dua minggu mulai bergiat di Perludem. Namun rasanya, dengan intensitas pertemuan dalam persiapan acara MSH itu, saya kenal dan berkawan dengan banyak pegiat NGO yang menjadi sahabat karib hingga kini. Selepas acara MSH, Mas Veri sempat berujar sambil tertawa, “Gimana Fad, pas kan kamu yang urus acara MSH untuk Perludem. Kamu bisa kenal banyak teman jaringan NGO. Itu penting.”

Semua prosesnya berjalan dengan halus. Kemitraan kami adalah tandem kerja berbalut kehangatan persahabatan dari awal. Pendekatan ini juga yang saya yakin digunakan Mas Veri ke banyak kader mudanya. Munculnya nama Ihsan Maulana dan Viola Reininda sebagai peneliti muda yang handal, adalah bukti sahih, Mas Veri membimbing tanpa henti banyak anak muda yang punya minat di dunia penelitian dan tulis menulis.

Lepas dari pekerjaan, Mas Veri adalah kakak saya. Kedekatan Kami melebihi sekat pekerjaan. Saya selalu merasa nyaman bercerita apapun dengan Mas Veri.  Benturan dan masalah-masalah hidup saya, acap sekali Mas Veri hadir mengulurkan tangan meringankan beban. Selepas Mas Veri tak lagi di Perludem di awal 2015, lalu mendirikan Kode Inisiatif, kedekatan Kami tak pernah berubah. Saling berkabar, bertemu di Perludem, di Kode Inisiatif, atau di luaran di tengah hiruk pikuk Jakarta selalu menjadi agenda rutin di sela-sela aktivitas. Pertemuan di forum diskusi kepemiluan, atau bahkan perjalanan bareng keluar kota untuk urusan pekerjaan selalu menjadi kesempatan untuk bercerita panjang lebar.

Soal intelektualitas, Mas Veri adalah orang yang mampu menyederhanakan sebuah gagasan untuk bisa ditulis dan dikemukakan secara menarik. Ia kaya akan ide. Responnya terhadap situasi sungguh memikat. Selalu tajam dan bervisi jauh ke depan. Kendali emosinya matang. Sehingga tak aneh jika jarang sekali orang yang tak nyaman, bahkan tersinggung oleh Mas Veri. Jarang sekali.

Mas Veri salah satu yang mendorong saya untuk melanjutkan pendidikan. Ia ingatkan, jangan larut dalam aktivitas. Segera sekolah, dan melangkah maju terus ke depan. Pesannya, tak perlu tunggu uang banyak dan cukup untuk sekolah. Kunci melanjutkan sekolah itu sederhana, hanya tekad dan kemauan. Mas Veri pula yang membantu menyederhanakan dari rumitnya ide awal penulisan tesis S2 saya di FH UI. Di ujung penyelesaian studi S2 di kampus Salemba, Mas Veri meluangkan waktunya untuk saya repotkan dalam beberapa diskusi intensif berkaitan penelitian tesis tentang prinsip keadilan pemilu dan sengketa pencalonan kepala daerah.

Akan sangat panjang, dan tak cukup ruang untuk menceritakan interaksi saya dengan Mas Veri. Doa dan terus melanjutkan cita baiknya adalah pilihan paling tepat untuk memenangkan kepiluan ini.

Mas Veri telah menuju keabadian. Seberapa tidak menerimanya Kita, kematian adalah sesuatu yang pasti. Semangat Mas Veri akan terus hidup. Semoga kebaikan Mas Veri menjadi jalan baik bagi istri dan tiga putri mendiang untuk terus melanjutkan perjalanan ini. Selamat jalan Mas. Naura, Keysa, dan Hanna, Ayah kalian orang luar biasa. []

FADLI RAMADHANIL

Peneliti Hukum Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)