August 8, 2024

Pemilu 2024 Dapat Dijadikan Momentum Uji Coba Sirekap

Pemilihan Umum 2024 mesti dijadikan momentum untuk melakukan uji coba penerapan Sistem Rekapitulasi Elektronik atau Sirekap sebagai alat bantu rekapitulasi. Uji coba pertama Sirekap pada pemilu lima jenis surat suara bisa menjadi titik awal dalam mempersiapkan Sirekap untuk menggantikan rekapitulasi manual berjenjang.

Kertas Kebijakan yang disusun oleh Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) bersama The International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International Idea) merekomendasikan, idealnya penerapan rekapitulasi elektronik di Pemilu 2024 sebatas uji coba dan belum menggantikan proses rekapitulasi manual berjenjang. Status uji coba memungkinkan adanya penyandingan rekapitulasi hasil penghitungan suara di pemilu secara manual dengan melalui rekapitulasi elektronik.

Dari hasil uji coba tersebut, kelebihan dan kekurangan sistem rekapitulasi suara elektronik yang dibangun dapat dianalisis dan digunakan untuk pengembangan seterusnya. Jika tingkat akurasi rekapitulasi elektronik tinggi, akan terbangun kepercayaan publik dan peserta pemilu terhadap penggunaan sistem ini. Hal ini juga dapat memutus potensi manipulasi hasil pemilu yang mengganggu integritas hasil pemilu selama ini.

Menurut Netgrit dan International Idea, waktu 2,5 tahun yang tersedia menjelang Pemilu 2024 untuk menyiapkan infrastruktur teknologi rekapitulasi elektronik yang mumpuni sangat terbatas. Menyiapkan sebuah sistem teknologi informasi di tengah kompleksitas pemilu serentak yang menggabungkan lima pemilu sekaligus ke dalam satu hari pemungutan dan penghitungan suara juga tidak mudah.

Apalagi, ketiadaan kerangka hukum yang memadai dengan tidak adanya revisi Undang-Undang Pemilu membuat sistem rekapitulasi elektronik tidak bisa digunakan untuk menggantikan proses rekapitulasi manual berjenjang.

Ketiadaan kerangka hukum yang memadai dengan tidak adanya revisi Undang-Undang Pemilu membuat sistem rekapitulasi elektronik tidak bisa digunakan untuk menggantikan proses rekapitulasi manual berjenjang.

”Kita tidak pernah secara lengkap dan tuntas mempersiapkan sistem rekapitulasi elektronik. Makanya jauh-jauh hari harus konsisten melakukan persiapan, melakukan uji coba, dan pilot project terlebih dahulu sebelum bisa menggantikan rekapitulasi manual berjenjang secara nasional,” kata peneliti Netgrit, Hadar Nafis Gumay, yang dihubungi seusai seminar internasional bertajuk ”Menata Ulang Penggunaan Rekapitulasi Perolehan Suara Elektronik di Pemilu Indonesia ke Depan”, Rabu (1/9/2021).

Hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut anggota Komisi Pemilihan Umum Evi Novida Ginting Manik, Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Ahmad Doli Kurnia Tandjung, dan Senior Expert International Idea Peter Wolf.

Sistem Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) sebelumnya pernah digunakan sebagai alat bantu rekapitulasi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang berlangsung di 270 daerah. Keberhasilan data masuk yang diunggah 90,83 persen dalam waktu tujuh hari seusai pemungutan suara.

Jika pada Sirekap Pilkada 2020 pemindaian dilakukan pada Form C.Hasil-KWK, lanjut Hadar, pemindaian semestinya dilakukan pada Formulir C1 Plano, formulir yang berisi data perolehan suara sebelum disalin ke Form C.Hasil-KWK. Dengan demikian, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak perlu menyalin lagi hasil penghitungan suara yang sering kali terjadi kesalahan penyalinan suara.

Pemindaian dari Form C1 Plano pun diyakini lebih akurat karena merupakan formulir paling awal dalam penghitungan suara.

Terkait sistem rekapitulasi elektronik, teknologi pemindaian diusulkan menggabungkan teknologi Optical Mark Recognition (OCR) dengan Seven-Segment Recognition karena lebih akurat dibandingkan dengan teknologi yang saat ini digunakan KPU, yaitu optical character recognition (OCR) dengan OMR.

Penyimpanannya perlu menggunakan server komputasi awan karena dinilai lebih efisien. KPU juga perlu memiliki server publikasi khusus untuk mempermudah publik, pemantau, peserta pemilu, dan media massa untuk mengetahui secara real time hasil yang sudah masuk. Sistem keamanan pun harus dipastikan baik untuk mencegah serangan siber.

KPU juga perlu memiliki server publikasi khusus untuk mempermudah publik, pemantau, peserta pemilu, dan media massa untuk mengetahui secara real time hasil yang sudah masuk. Sistem keamanan pun harus dipastikan baik untuk mencegah serangan siber.

Menurut Hadar, perlu disiapkan peta jalan agar hasil penggunaan sistem rekapitulasi elektronik maksimal. Ada lima jenis tes yang perlu dilakukan, yakni tes penerimaan pengguna, tes kegunaan, tes penetrasi, tes beban, dan terakhir tes stres. Dengan berbagai pengujian itu, partai politik dan masyarakat akan bisa menerima penggunaan sistem rekapitulasi elektronik untuk rekapitulasi suara.

”Yang perlu dikejar adalah kepercayaan publik karena menjadi prasyarat penggunaan sistem rekapitulasi elektronik,” kata Hadar.

Evi menuturkan, meskipun kajian tentang Sirekap sudah dilakukan sejak 2019, persiapan penggunaan Sirekap pada Pilkada 2020 hanya dilakukan selama lima bulan sebelum pemungutan suara. Hasilnya pun diklaim cukup baik karena sesuai target pemindaian suara melebihi 90 persen.

Terkait uji coba untuk Pemilu 2024, menurut Evi, penerapannya akan sangat kompleks karena berbeda dengan pilkada. Jika pada pilkada hanya ada satu surat suara, pemilu akan ada lima jenis surat suara dengan nama calon anggota legislatif yang sangat banyak.

”Diperlukan percobaan-percobaan untuk mematangkan penggunaan Sirekap dalam pemilu atau pilihannya bisa saja dibuat hanya untuk pemilihan presiden dan pemilihan Dewan Perwakilan Daerah. Itu menjadi rancangan kami,” ujarnya.

Meski demikian, KPU akan menggunakan Sirekap sebagai pengganti rekapitulasi manual berjenjang pada Pilkada 2024. Selain pernah digunakan sebagai alat bantu pada Pilkada 2020, penggunaannya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. KPU juga telah melakukan evaluasi pada penggunaannya lalu agar bisa disempurnakan saat Pilkada 2024.

Doli mengingatkan, penggunaan Sirekap harus melalui persiapan yang matang, baik secara infrastruktur, sarana pendukung, maupun sumber daya manusia. Sisa waktu 2,5 tahun harus dimanfaatkan untuk menyelesaikan kekurangan yang terjadi saat Pilkada 2020, seperti jaringan listrik, internet, gawai, dan kemampuan KPPS dalam menggunakan Sirekap.

Wolf mengingatkan, masih ada waktu 2,5 tahun untuk mempersiapkan sistem rekapitulasi elektronik. Persiapannya harus melibatkan banyak aktor agar penggunaannya bisa berjalan maksimal.

”Rekapitulasi elektronik harus diterima semua pemangku kepentingan karena pemilu bukan hanya hajatan milik KPU. Jadi, harus terbangun kepercayaan dari semua pihak,” katanya.

Wolf mengingatkan, masih ada waktu 2,5 tahun untuk mempersiapkan sistem rekapitulasi elektronik. Persiapannya harus melibatkan banyak aktor agar penggunaannya bisa berjalan maksimal. KPU harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. ”Juga perlu ada landasan hukum yang kuat agar penggunaannya dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya. (IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/09/01/pemilu-2024-dapat-dijadikan-momentum-uji-coba-sirekap/