August 8, 2024

Pemilu 2024 Berpotensi Krisis Legitimasi

Pemilu 2024 berpotensi menimbulkan krisis legitimasi dalam proses dan hasil Pemilu. Hal itu akibat terjadinya pelanggaran etik pada masing-masing penyelenggara Pemilu dan penyelenggara negara. Padahal keduanya sangat menentukan kualitas Pemilu yang demokratis.

“Ini mungkin pertama kali Pemilu belum dimulai, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) sudah divonis pelanggaran etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP),” kata Ade Reza Hariyadi, Dosen Universitas Krisnadwipayana, dalam diskusi bertajuk “Netralitas Aparat Negara dalam Pemilu 2024”, (26/12).

Dalam diskusi yang digelar Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Jakarta tersebut Ade menerangkan, kerangka hukum dan kepastian hukum menjadi syarat penting berlangsungnya Pemilu bermakna. Menurutnya melalui hal itu penegakan hukum yang efektif dan adil dapat berjalan dan memberikan kepercayaan publik.

“Hasilnya peserta Pemilu yang kompetitif dan bersaing dalam arena yang adil dan setara,” imbuhnya.

Sementara itu Abdul Hamid, Ketua Dewan Pengurus LP3ES memandang, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) memungkinkan terjadinya kompetisi untuk memajukan demokrasi. Karena publik dapat menyeleksi kandidat dari berbagai aspek untuk menghasilkan kualitas kepemimpinan yang kokoh.

“Dari demokrasi yang sehat akan menghasilkan kepemimpinan yang mempunyai banyak maslahat. Sebaliknya, jika netralitas itu tidak dilakukan akan menghasilkan kepemimpinan yang tidak baik untuk ukuran publik,” kata Hamid.

Hamid mengatakan netralitas ASN menjadi kunci untuk membangun negara dan demokrasi yang sudah lama digagas. Untuk itu perlu keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dalam mengawal netralitas ASN dan seluruh proses Pemilu.