August 8, 2024
Foto ini diambil dari situs greeners.co

AMAN Soroti Minimnya Perhatian Capres-Cawapres pada Masyarakat Adat

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menilai Pemilu 2024 memberikan porsi sangat sedikit pada isu-isu masyarakat adat, padahal jumlahnya mencapai 20 juta jiwa. Menurut AMAN komitmen terhadap isu tersebut dengan adanya pengakuan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat. Namun hal itu tidak muncul secara jelas dalam visi dan misi capres-cawapres.

“Contoh nyata tak pedulinya para capres dan cawapres adalah soal Ibu Kota Nusantara (IKN). Di Pilpres 2024 ini IKN menjadi pertarungan kepentingan dari para capres-cawapres, namun mereka tak membicarakan dengan serius nasib kurang lebih 20 ribu warga masyarakat adat yang akan tergusur karena IKN,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) AMAN, Rukka Sombolinggi dalam keterangan pers Catatan Tahun 2023 AMAN (5/2).

AMAN mencatat, visi-misi pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD dinilai masih belum menjawab masalah mendasar masyarakat adat. Bahkan AMAN tidak menemukan kata kunci masyarakat adat dalam dokumen visi-misi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Selain itu, AMAN menilai memburuknya situasi hukum dan kebijakan terkait masyarakat adat sepanjang tahun 2023 mengakibatkan 2.578.073 hektar wilayah adat dirampas untuk kepentingan investasi dan bisnis maupun pembangunan infrastruktur. Perampasan wilayah adat tersebut juga dibarengi dengan praktik kriminalisasi dan kekerasan yang menyebabkan 247 korban, 204 orang diantaranya luka-luka, 1 orang ditembak hingga meninggal dunia, dan kurang lebih 100 rumah masyarakat adat dihancurkan karena dianggap mendiami kawasan konservasi negara.

“Pemerintah tak pernah memandang masyarakat adat sebagai aktor kunci dalam aksi mitigasi dan adaptasi krisis iklim,” tegas Rukka

Ironisnya, menurut AMAN kebijakan pemerintah untuk merespons krisis iklim melalui energi terbarukan dan karbon, justru berdampak buruk bagi masyarakat adat yang selama ini telah menjaga hutan dan alam. AMAN menilai, melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon, hutan telah menjadi komoditas dagang yang dikuasai pemerintah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan No.14/2023 tentang Bursa Karbon mewajibkan penyelenggara bursa karbon harus memiliki modal Rp100 miliar. Aturan tersebut dinilai telah mengeliminasi masyarakat adat sebagai bagian dari penyelenggara karbon.

“591.957 hektar wilayah hutan yang menjadi bagian wilayah adat masyarakat adat Aru, Maluku, telah dikapling oleh Melchor Grup yang membangun kerjasama dengan Medco Group sebagai pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) dengan luas 170.000 hektar. Masyarakat Adat saat ini berada di tengah hukum represif dan cengkeraman oligarki,” sambungnya.

Selain itu menurut AMAN pada sektor energi terbarukan juga tak jauh berbeda, proyek geothermal di Pulau Flores telah menggusur 3.778 hektar wilayah adat yang selama ini menjadi ruang hidup yang 14 komunitas masyarakat adat. Dampaknya, ruang hidup 4.506 masyarakat adat di Poco Leok, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) terancam hilang.[]