November 28, 2024

Putusan MA dan Upaya Otak-Atik Aturan Kandidasi Pilkada 2024

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai putusan Mahkamah Agung (MA) soal batas usia calon kepala daerah dihitung saat pelantikan bermasalah karena mengotak-atik aturan kandidasi terlalu berdekatan dengan Pilkada 2024. Mereka memandang putusan itu berpotensi menguntungkan dinasti Presiden Joko Widodo untuk meloloskan Kaesang Pangarep yang akan genap berusia 30 tahun pada Desember mendatang sebagai calon.

“Dengan demikian, seperti Putusan MK No. 90 kemarin yang menjadikan Gibran dapat berkontestasi di Pemilu 2024, putusan ini juga sama-sama memberikan karpet merah untuk semakin meluasnya tentakel dinasti Presiden Jokowi melalui kandidasi Kaesang Pangarep,” tegas ICW dan PSHK dalam siaran pers (1/6).

Mereka menilai, ketentuan mengenai syarat usia minimum merupakan bagian persyaratan administratif yang harus dipenuhi saat masa pendaftaran. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU 9/2020 yang mengatur batasan usia minimal terhitung sejak penetapan pasangan calon dinilai sudah tepat dan sesuai dengan esensi PKPU. Ketentuan lain yang serupa dalam batas usia pencalonan anggota legislatif juga diatur saat penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) atau sebelum pemilihan dilangsungkan.

Selain itu amar putusan MA juga dianggap janggal, karena memaksakan melakukan judicial activism dalam bentuk mengintervensi kewenangan KPU membentuk regulasi tanpa disertai justifikasi yang memadai. MA memberikan penafsiran atas ketentuan yang tidak menimbulkan pelanggaran atas hak asasi manusia maupun menimbulkan kekosongan hukum atau tumpang tindih pengaturan.

“Patut diduga putusan MA ini merupakan bentuk perdagangan pengaruh antara Partai Garuda selaku pemohon uji materi sekaligus partai pengusung Prabowo-Gibran di Pemilu 2024 dengan Presiden Joko Widodo ataupun dengan Prabowo Subianto,” jelasnya.

ICW dan PSHK mendesak komisi yudisial untuk mengawasi dan melakukan pengecekan terhadap putusan dan hakim MA yang memutus. Mereka juga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menolak mematuhi putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 karena tidak ada landasan hukum yang memadai. []