August 8, 2024

Terobosan KPU dan MK Atasi Pilkada Paslon Tunggal Dinantikan

Pilkada pasangan calon (paslon) tunggal diprediksi akan banyak terjadi di Pilkada Serentak 2024. Kelelahan partai sebagai residu Pemilu Serentak di satu tahun yang sama, serta pragmatisme politik, menjadi sebab munculnya paslon tunggal. Sejumlah terobosan didorong untuk dilakukan oleh para pemangku kepentingan di Pilkada.

Dorongan pertama dialamatkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagaimana Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan Putusan MK No.5/2015 yang memberikan kedudukan hukum sebagai pemohon perselisihan sengketa hasil kepada pemantau pemilu, KPU diharapkan dapat memberikan fasilitasi kampanye atau sosialisasi untuk kolom kosong. Putusan MK No.5/2015 hadir pasca Putusan MK No.100/2015 yang memungkinkan adanya pilkada paslon tunggal.

“Tidak ada basisnya, tapi MK mengadakan hak itu. Jadi, judicial review-nya bukan melalui pengujian atas undang-undang, tapi MK langsung membentuk hukum. Mestinya, terobosan MK itu bisa juga diikuti oleh KPU. Fasilitasi kepada paslon tunggal juga harus diberikan kepada kolom kosong. Agar KPU tidak dikatakan partisan, serahkan saja kepada kelompok independen yang ditunjuk KPU untuk mendesain materi kampanye,” jelas Pengajar Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, pada diskusi daring “Menggugat Calon Tunggal Pilkada Serentak 2024” (4/8).

Apabila kolom kosong didukung oleh sekelompok orang, maka menurut Titi, kampanye yang dilakukan untuk mempromosikan kolom kosong harus disertai dengan laporan dana kampanye yang disampaikan kepada KPU. Hal ini ditujukan agar tak ada peredaran dana ilegal dalam Pilkada paslon tunggal. KPU dapat mengatur hal ini di dalam Peraturan KPU (PKPU).

“Tinggal kemudian KPU-nya tidak perlu takut karena tidak ada di undang-undang. Loh, Putusan MK No.100/2015 memberikan ruang pengaturan itu, karena MK juga memanfaatkannya untuk membuat Putusan No.5/2015,” tukas Titi.

Ia juga meminta agar KPU memberikan ruang bagi masyarakat sipil untuk menguji paslon tunggal dalam debat. Debat terbuka harus tetap didesain untuk memberikan keseimbangan deliberasi gagasan dan pendidikan politik yang bermakna kepada publik. Pasalnya, publik dapat memutuskan untuk tidak memilih paslon tunggal pada hari pemungutan suara.

Selain KPU, terobosan juga diharapkan kembali datang dari MK. MK didorong untuk mengabulkan perkara No.61/2024 yang menguji UU Pilkada. Permohonan itu meminta MK untuk memberikan perpanjangan pendaftaran kepada bakal paslon dari jalur perseorangan di Pilkada. Pengaturan UU Pilkada No.10/2016 hanya memperpanjang pendaftaran dari jalur partai politik, apabila pendaftar yang memenuhi syarat hanya satu paslon.

“Saat ini, apabila di suatu daerah hanya ada 1 bakal paslon, kesempatan dibukanya pendaftaran hanya diberikan kepada paslon dari jalur partai. Ini sangat tidak adil, karena jalur pendaftaran tidak hanya dari partai, tapi juga dari perseorangan,” tutup Titi. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.