Wacana kepala daerah dipilih oleh DRPD yang dikatakan oleh Presiden Prabowo Subiyanto mendapatkan banyak respon dari berbagai kalangan. Prabowo dalam sambutannya di HUT ke-60 Golkar mengatakan perlunya perbaikan sistem pemilihan. Saat itu Prabowo mencontohkan negara tetangga Malaysia, Singapura, India yang hanya memilih DPRD, setelah itu gubernur akan dipilih oleh DPR.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menilai, usul kepala daerah dipilih melalui DPRD tidak cocok diterapkan di Indonesia karena Indonesia menganut sistem yang berbeda. Menurutnya, pernyataan presiden yang membandingkan sistem pilkada di Indonesia dengan Malaysia dan Singapura tidak tepat karena Malaysia dan Singapura belum masuk kategori negara demokrasi.
“Menurut saya, Singapura dan Malaysia belum tergolong ke dalam negara demokrasi. Jadi contohnya itu tidak apple to apple dengan Indonesia,” kata Djayadi dalam Indonesia Electoral Reform Outlook Forum 2024 di Jakarta, (18/12).
Selain itu, Djayadi menyebutkan, Indonesia juga tidak menggunakan sistem parlementer seperti yang berlaku di Malaysia dan Singapura. Ia menyakini usulan itu berpotensi menimbulkan polemik soal demokrasi Indonesia. Salah satunya, sebagai konsekuensi, maka sistem politik Indonesia akan bergeser ke arah sistem parlementer.
“Tapi kalau misalnya pakai pola seperti yang tidak langsung sebagaimana wacana itu, pernah diterapkan di Indonesia tahun 2000 sampai 2005, itu rakyat milih anggota DPR. Itu rakyat tahu bahwa anggota DPR akan memilih kepala daerah, tapi mereka nggak tahu siapa kepala daerahnya, berasal dari mana dia,” ucapnya. []