August 8, 2024

Ambang Batas Parlemen Tak Efektif Sederhanakan Partai Parlemen

Ambang batas parlemen menjadi isu perdebatan dalam rapat Panitia khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. Menaikkan ambang batas dianggap efektif untuk menyederhanakan sistem partai di parlemen, guna mengefektifkan sistem presidensial. Akan tetapi, penyederhanaan partai tak cukup dengan hanya menggunakan instrumen ambang batas, melainkan harus mempertimbangkan formula perolehan kursi partai dan besaran daerah pemilihan (dapil).

“Semua UU kepemiluan yang lahir pasca amandemen UUD 1945 membawa misi membangun sistem multipartai sederhana untuk mendukung pemerintahan yang efektif. Namun, sampai empat kali pemilu, misi tersebut tidak tercapai,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, kepada Rumah Pemilu (8/12).

Masykur menjelaskan bahwa contoh ketidakefektifan ambang batas dalam menyederhanakan partai dapat dilihat melalui Pemilu 2014. Dinaikkannya ambang batas dari 2,5 persen menjadi 3,5 persen pada waktu itu justru meningkatkan jumlah partai di parlemen.

“Penerapan ambang batas yang terlalu tinggi tidak menjamin dapat menyederhanakan partai, justru mengancam proporsionalitas hasil pemilu,” tukas Masykur.

JPPR mengusulkan agar ambang batas diubah menjadi 1 persen. Tujuannya, mengedepankan aspek proporsionalitas, mengurangi terbuangnya suara, dan pembatasan terhadap kepesertaan pemilu berikutnya. []