August 8, 2024

ICW dan Populi Center: Fit and Proper Test di Komisi II DPR RI Seperti Sidang Penghakiman

Menyoal uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) lalu, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, berpendapat bahwa proses uji berjalan seperti proses persidangan. Beberapa anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah bersikap di luar etika dengan berlaku layaknya sedang menghakimi seorang pelaku kejatahan.

“Kalau gak mau pilih, ya gak usah dipilih, tapi jangan menghakimi orang. Bahkan, Timsel (Tim seleksi) pun dihakimi. Ini memunculkan paradigma publik bahwa pilihan DPR gak benar, prosesnya kurangajar, dan hasilnya di luar harapan,” ujar Donal, pada diskusi “Mengawal Pemilu Berintegritas: Evaluasi Seleksi Komisioner KPU dan Bawaslu RI serta RUU Pemilu” di Senayan, Jakarta Selatan (6/4).

Hal serupa disampaikan oleh Direktur Eksekutif Populi Center, Usep S. Ahyar. Usep mengatakan, sikap menghakimi yang ditunjukkan oleh Komisi II membuat calon merasa tertekan. Komisi II mencecar calon yang sering mengkritik DPR di media dan menyudutkan petahana penyelenggara pemilu yang melakukan judicial review (JR) terhadap Pasal 9 a UU Pilkada.

“Ada calon yang pada waktu diwawancara oleh Timsel, dia garang. Akan tetapi, pada wawancara di DPR, dia jadi tidak garang. Nah, kalau situasinya sudah penuh tekanan seperti itu, orang sudah tidak bebas mengeluarkan pendapat. Calon yang pro JR, ibaratnya, dipukulin dulu di forum, baru kemudian tidak dipilih,” ujar Usep.

Donal dan Usep mengusulkan agar Komisi II membuat tata tertib (tatib) yang baku dalam melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan agar standar seleksi menjadi terukur. Komisi II perlu memahami bahwa komisioner adalah konseptor, bukan pelaksana teknis. Komisi II semestinya bertanya soal konseptual, bukan hal-hal teknis kepemiluan.

Selain itu, pimpinan rapat diharapkan tegas membatasi waktu bertanya anggota Komisi II kepada calon. Berdasarkan pantauan Donal, ada anggota Komisi II yang berbicara selama 45 menit. Padahal, apabila mengacu pada tatib, waktu maksimal berbicara adalah 10 menit.