August 8, 2024

Kepala Pemerintahan Yogyakarta Kini Bisa Perempuan

Mahkamah Konstitusi (MK)  mengabulkan permohonan perkara No.88/PUU-XIV/2016 atas Pasal 18 Ayat (1) huruf m Undang-Undang No. 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasal tersebut menyaratkan gubernur dan wakil gubernur Yogyakarta untuk melampirkan daftar riwayat hidup yang mengesankan harus berjenis kelamin laki-laki.

“MK menyatakan mengabulkan permohonan para pemohon seluruhnya. Jadi, negara, melalui MK mengakui dan menghormati keistimewaan Yogyakarta dan menghapus pasal yang sifatnya diskriminatif, yang seolah memberikan pesan bahwa Raja Yogyakarta harus dijabat oleh laki laki” kata Advokat pada Firma Hukum Sidin Constitution, A. Irmanputra Sidin, melalui rilis yang diterima oleh rumahpemilu.org (31/8).

Irman mengapreasiasi Putusan MK tersebut. Dengan putusan ini, MK memberikan landasan hukum bahwa laki-laki dan perempuan dapat menjadi pemimpin Yogyakarta, baik raja, bagian urusan internal kasultanan, maupun kadipaten.

“Putusan MK adalah cerminan dari sebuah manifestasi perlindungan hak-hak setiap orang di muka bumi ini tanpa harus mendsikriminasi perempuan atau lainnya untuk menjadi raja, ratu, sultan, sultanah, kaisar dan seterusnya,” tegas Irman.

Putusan MK, menurut Irman, merupakan pesan penting bagi perkembangan konstitusi dan demokrasi di Indonesia. Monopoli laki-laki dalam dunia politik tak dibenarkan.