August 8, 2024

Keterangan DPR Terkait JR Pasal 173 UU No.7/2017 di Mahkamah Konstitusi

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pihak terkait atas uji materi Pasal 173 ayat (1) dan (3) Undang-Undang (UU) No.7/2017 yang menyatakan bahwa partai politik yang telah lulus verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) ditetapkan sebagai peserta pemilu. Uji materi diajukan oleh Partai Indonesia Daman Aman (Idaman), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Indonesia Raya (Perindo), dan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI).

Dalam sidang, DPR, melalui Muhammad Lukman Edy, Ketua Panitia khusus (Pansus) Rancangan UU (RUU) Pemilu, menyampaikan lima argumentasi yang hendak membuktikan bahwa penilaian diskriminatif oleh partai-partai baru yang melakukan uji materi terhadap Pasal 173 ayat (1) dan (3)  adalah sebatas asumsi. DPR tak berniat membatasi partai politik mana pun untuk melaksanakan fungsi dan haknya sebagai partai politik.

Tetap memberikan kesempatan bagi partai politik untuk menjadi peserta pemilu

DPR memberikan kesempatan bagi seluruh partai politik untuk dapat ditetapkan sebagai peserta pemilu sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh UU, demi kepastian hukum yang adil bagi semua partai politik peserta pemilu.

“Perlakuan yang tidak sama tidak serta-merta bersifat diskriminatif. Demikian pula bahwa esensi keadilan bukan berarti harus selalu sama, melainkan perlu pula dilihat secara proporsional,” kata Lukman saat membacakan naskah keterangan, seperti yang tertera dalam risalah sidang yang diunggah oleh mahkamahkonstitusi.go.id (5/10).

Penekanannya adalah verifikasi

Lukman kemudian mengatakan bahwa penekanan penetapan partai politik sebagai peserta pemilu, yakni verifikasi. Setiap Partai politik dapat menjadi peserta pemilu bila pernah atau telah dinyatakan lulus verifikasi faktual, termasuk partai yang telah lulus verifikasi tak dapat menempatkan wakilnya di DPR RI karena tak memenuhi parliamentary threshold.

“Partai politik yang belum pernah diverifikasi, maka harus dilakukan verifikasi dan harus lulus verifikasi tersebut. Sementara, partai politik yang sudah pernah diverifikasi berdasarkan syarat yang sama, maka tidak perlu diverifikasi kembali,” tegas Lukman.

Tetap mengisi data partai ke Sipol dan melalui verifikasi faktual di daerah otonom baru

Lukman menyatakan bahwa tuduhan bahwa partai-partai di DPR hanya mementingkan kepentingan partainya sendiri adalah tak benar dan tak berdasar. Pasalnya, partai politik yang sudah dinyatakan lulus verifikasi tetap memiliki kewajiban untuk memasukkan data partai ke Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), dan mengikuti verifikasi faktual di daerah otonom baru, yakni Kalimantan Utara.

Menghemat anggaran negara

Selain itu, kata Lukman, tak diverifikasinya lagi partai politik lolos verifikasi 2013 ditujukan untuk menghemat anggaran negara. Sebagaimana diketahui, verifikasi membutuhkan biaya sebesar hampir 600 miliar rupiah.

“Pembentuk UU rela untuk tidak diverifikasi kembali. Hal ini dengan niatan mulia atas dasar menghemat anggaran negara. Sehingga dengan ini pula, maka nilai kemanfaatan norma ini menjadi begitu besar,” jelas Lukman.

Menyederhanakan partai politik parlemen

Ketentuan mengenai verifikasi partai politik peserta pemilu di Pasal 173 merupakan bentuk upaya penyederhanaan jumlah partai politik yang akan ikut dalam pemilihan presiden (pilpres). Hal tersebut sejalan dengan tujuan UU Pemilu, yakni mengefektifkan penyelenggaraan negara dan memperkuat sistem presidensial.

“UU menginginkan sistem presidensial yang kuat dan efektif, dimana presiden dan wakil presiden terpilih tidak hanya memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat, namun juga memiliki basis dukungan di DPR RI,” kata Lukman.