November 27, 2024

Pilkada dan Efektivitas Pemerintahan Daerah

Otonomi daerah pada dasarnya merupakan keadaan saat warga daerah mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dalam jenis urusan yang diserahkan oleh pemerintah nasional kepada daerah otonom. Apabila daerah mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, warga daerah melalui wakil rakyat daerah dan kepala daerah akan mampu membuat serta melaksanakan kebijakan daerah sesuai dengan harapan dan aspirasi warga daerah.

Efektivitas pemerintahan daerah menjadi kata kunci keberhasilan pendelegasian otonomi daerah kepada provinsi, kabupaten, dan kota. Pemerintahan daerah dapat disimpulkan sebagai efektif jika kebijakan daerah (APBD, perda non-APBD, dan peraturan kepala daerah) tidak hanya dirumuskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tetapi juga sesuai dengan aspirasi warga daerah dan karakteristik daerah. Pemda yang mampu membuat kebijakan daerah seperti ini tak bisa disebut efektif jika kebijakan daerah tersebut tidak dapat diimplementasikan menjadi kenyataan.

Sesuai aspirasi dan bisa diimplementasikan

Apabila tidak dapat diimplementasikan, maka kebijakan daerah yang baik saja tidak dapat dinikmati oleh warga daerah. Jadi, pemerintahan daerah yang efektif ditandai dua hal: kebijakan daerah yang sesuai harapan dan aspirasi warga daerah serta kebijakan publik tersebut dapat diimplementasikan menjadi kenyataan sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh warga daerah.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota atau pilkada dengan biaya besar itu akan dapat menunjang efektivitas pemerintahan daerah. Pilkada mempunyai posisi strategis dalam menciptakan efektivitas pemerintahan daerah karena kepala daerah yang dicalonkan dan dipilih itu memegang peran kepemimpinan daerah.

Peran kepemimpinan ini tidak hanya tampak dalam perumusan dan pembuatan kebijakan daerah, tetapi juga dalam melaksanakan kebijakan daerah tersebut. Kepala daerah tidak sendirian dalam membuat kebijakan daerah. Hal ini tidak hanya karena ia harus mendengarkan suara warga daerah (partisipasi warga daerah), tetapi juga karena UUD 1945 mengharuskan penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota DPRD sebagai mitra kepala daerah dalam pembuatan APBD dan perda non- APBD.

Kepala daerah dalam melaksanakan kebijakan daerah dibantu perangkat daerah. Bahkan peran utama dalam implementasi kebijakan daerah terletak pada perangkat daerah (dinas, badan, dan sebagainya), tetapi di bawah kepemimpinan kepala daerah. Singkat kata, peran kepemimpinan kepala daerah dalam mewujudkan efektivitas pemerintahan daerah dipengaruhi oleh struktur dan kiprah DPRD serta kompetensi dan efisiensi perangkat daerah (birokrasi daerah).

Parpol (dan perseorangan) serta para pemilih merupakan dua pihak yang berperan besar dalam mendapatkan kepala daerah terpilih yang memiliki kemampuan kepemimpinan. Parpol peserta pemilu berperan dalam menyiapkan serta menyeleksi calon pemimpin dan kelompok masyarakat mengajukan calon perseorangan. Apabila berperan menyiapkan calon pemimpin daerah, maka parpol akan menyeleksi dan mengajukan kadernya yang telah teruji menjadi calon. Akan tetapi, jika tidak menyiapkan calon pemimpin, maka parpol akan mencari calon dari lingkungan lain yang dinilai memiliki segudang prestasi atau mendukung calon yang diajukan oleh partai lain. Bakal pasangan calon yang diajukan parpol atau gabungan parpol yang telah ditetapkan oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota menjadi pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah akan dinilai oleh pemilih.

Kontribusi pilkada bagi upaya menciptakan pemerintahan daerah yang efektif terletak pada faktor kepemimpinan, baik kepemimpinan politik maupun kepemimpinan administrasi. Kepemimpinan politik merupakan kemampuan memengaruhi dan meyakinkan pihak lain agar mendukung rencana kebijakan yang ditawarkan.

Kepala daerah harus berupaya mendapatkan dukungan dan persetujuan DPRD atas rencana kebijakan daerah yang diajukan. Dukungan dan persetujuan DPRD tidak selalu mudah diperoleh. Apakah sang kepala daerah menerapkan kepemimpinan transaksional untuk memperoleh dukungan dan persetujuan DPRD, sebagaimana diterapkan di banyak daerah (terakhir pemda dan DPRD Provinsi Jambi yang tertangkap KPK) ataukah tidak dipengaruhi dua faktor. Kedua faktor itu adalah kemampuan kepemimpinan politik sang kepala daerah dan/atau komposisi fraksi di DPRD (berapa kursi DPRD yang berasal dari parpol yang sama dengan partai sang kepala daerah).

Kepemimpinan politik dan administrasi

Ada dua pendapat mengenai kedua faktor ini. Pendapat pertama memandang faktor kepemimpinan politik yang paling utama karena seorang kepala daerah yang punya kemampuan kepemimpinan politik akan mampu meyakinkan dan mendapatkan dukungan dari DPRD walau partainya hanya memiliki kursi minoritas.

Pendapat kedua berpandangan dukungan mayoritas anggota DPRD atau sekurang-kurangnya 20 persen dari DPRD yang memiliki partai yang sama dengan kepala daerah merupakan “modal dasar” dalam menggunakan kepemimpinan politik. Modal dasar ini tidak hanya penting dari segi jumlah (tinggal menambah dukungan dari fraksi lain), tetapi juga penting untuk mendapat dukungan dari fraksi lain (bagaimana mungkin seorang kepala daerah meyakinkan fraksi lain jika sang kepala daerah tidak memiliki dukungan dari fraksi partai sendiri di DPRD dalam jumlah yang cukup signifikan).

Kepemimpinan administrasi merujuk pada kemampuan mengarahkan dan mengendalikan perangkat daerah untuk melaksanakan kebijakan daerah menjadi kenyataan. Implementasi kebijakan daerah merupakan salah satu titik lemah efektivitas pemerintahan daerah di Indonesia. Tugas utama perangkat daerah bukan merumuskan kebijakan daerah, melainkan melaksanakan kebijakan daerah.

Pembuatan petunjuk teknis pelaksanaan, pembuatan SOP (prosedur standar operasi), penyiapan petugas pelaksana, penyiapan masyarakat dan sosialisasi kebijakan kepada masyarakat yang bakal terkena, koordinasi antarinstansi, pengadaan barang dan jasa, pencairan anggaran, pelaksanaan teknis, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan, merupakan sejumlah kegiatan yang termasuk implementasi. Akan tetapi, dalam praktik bagi sebagian perangkat daerah kegiatan implementasi cenderung hanya soal pengadaan dan pencairan anggaran, sedangkan pelaksanaan cenderung dilakukan dengan improvisasi.

Suatu program dilaksanakan dari tahun ke tahun, jumlah anggaran bertambah dari tahun ke tahun, sedangkan hasil pelaksanaan program (kebijakan daerah) baik dalam bentuk output dan outcome (hasil) maupun dampak tidak pernah dievaluasi.

Pilkada akan mempunyai kontribusi bagi upaya menciptakan pemerintahan daerah yang efektif jika parpol yang mencalonkan dan para pemilih yang menentukan pasangan calon terpilih mampu melihat dan menyeleksi calon pemimpin daerah yang memiliki kepemimpinan politik dan kepemimpinan administrasi. Jawaban atas tiga pertanyaan berikut menentukan apakah Pilkada 2018 akan punya kontribusi bagi penciptaan pemerintahan daerah yang efektif.

Pertama, apakah pelaksanaan kampanye Pilkada 2018 mampu menampilkan sisi kepemimpinan politik dan administrasi sang calon kepala daerah? Kedua, apakah para pemilih tertarik mengikuti proses pelaksanaan kampanye Pilkada 2018? Dan ketiga, apakah para pemilih memiliki kemampuan memilah serta menilai kepemimpinan politik dan administrasi calon kepala daerah?

Tahapan pencalonan pilkada sudah selesai karena pasangan calon sudah ditetapkan Februari ini. Dari pemberitaan media dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan salah satu persyaratan yang digunakan oleh partai dalam menyeleksi dan menentukan calon kepala daerah. Akan tetapi, sebagaimana dikemukakan di atas, kepemimpinan politik dan administrasi hanya sebagian dari variabel yang memengaruhi efektivitas pemerintahan daerah. Komposisi keanggotaan DPRD serta kompetensi dan efisiensi perangkat daerah merupakan dua faktor lain yang tidak disentuh pilkada.

Ramlan Surbakti, Guru Besar Perbandingan Politik pada FISIP Universitas Airlangga dan Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 23 Februari 2018 di halaman 6 dengan judul “Pilkada dan Efektivitas Pemerintahan Daerah”. https://kompas.id/baca/opini/2018/02/23/pilkada-dan-efektivitas-pemerintahan-daerah/