Ada 6 daerah pasangan calon (paslon) tunggal yang terdapat pengajuan perselisihan hasil Pilkada (PHPilkada). 6 daerah itu yakni, Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Selatan, Raja Ampat, Manokwari Selatan, Kutai Kartanegara, dan Kota Balikpapan. Berikut materi gugatan yang dimohonkan oleh para pemohon di 6 daerah tersebut.
Raja Ampat
PHPilkada diajukan oleh aktivis lingkungan di Raja Ampat yang pernah mendaftarkan diri sebagai pemantau Pilkada Raja Ampat 2020 dengan nama Tim Pemantau Dalam Negeri Papua Forest Watch. Namun, pendaftaran dinyatakan tidak memenuhi syarat (TSM) oleh KPU Raja Ampat jelang hari pemungutan suara.
Dalam dokumen permohonan gugatan yang dapat diakses melalui laman mkri.id, pemohon menuliskan bahwa tak hanya kelompoknya yang tak diterima sebagai pemantau terakreditasi, namun juga seluruh pemantau.
“Tidak terdapatnya Pemantau secara official yang menyaksikan dan mengawal suara-suara yang tidak setuju terhadap Petahana (Pasangan Calon “AFU”) pada saat Pemungutan Suara di seluruh TPS di Kabupaten Raja Ampat pada Tanggal 9 Desember 2020 sehingga tidak terjadi keberatan di atas pelanggaran TPS.”
Pemohon mendalilkan terjadinya berbagai macam bentuk kecurangan, seperti politik uang, mobilisasi ASN untuk mendukung petahana, politisasi dana bantuan Covid-19, pencoblosan surat suara reguler dan cadangan oleh petugas KPPS, pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari satu kali di TPS yang sama, dan pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih namun diberikan kesempatan untuk memilih.
“Terdapat TPS yang jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya 100% dan ditambah dengan surat suara sisa 2,5% surat suara cadangan dimana pada TPS-TPS tersebut pada faktanya tidak seluruh pemilih menggunakan hak pilihnya.”
Pemohon juga menyinggung Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang membiarkan terjadinya kecurangan dalam Pilkada Raja Ampat. Bawaslu disebut tidak menindaklanjuti setiap pelanggaran yang dilaporkan oleh pemohon.
Tanpa menjelaskan kaitan antara kecurangan yang dilaporkan dengan hasil Pilkada, pemohon meminta dalam petitumnya agar MK memerintahkan pilkada lanjutan dan menjadikan pemohon sebagai pemantau pemilihan.
Sebagai informasi, dari data yang didapatkan rumahpemilu.org dari KPU Provinsi Papua Barat, tingkat partisipasi pemilih di Pilkada Raja Ampat mencapai 93,92 persen.
OKU
Berbeda dengan legal standing pemohon di Pilkada Raja Ampat, pemohon pada Pilkada OKU memiliki legal standing sebagai pemantau pemilihan. Sebagaimana bunyi Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Mahkamah Konstitusi No.6/2020, pemantau pemilihan memiliki legal standing dalam perselisihan hasil Pilkada calon tunggal. Pemohon merupakan Ketua Barisan Pemantau Pemilu Sumsel Perwakilan OKU yang telah mendapatkan akreditasi dari KPU OKU.
Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan telah terjadi politik uang di setiap TPS, kecurangan akibat bermasalahnya Daftar Pemilih Tetap (DPT), mobilisasi aparat Pemerintah dalam hal ini ketua Rukun Tetangga (RT), dan proses rekapitulasi suara yang tidak transparan. Kecurangan-kecurangan ini diyakini pemohon membuat paslon tunggal memenangkan Pilkada OKU 2020.
Pemohon meminta MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS.
OKU Selatan
Pemohon PHPilkada di OKU Selatan sama seperti pemohon di Pilkada OKU, yakni Barisan Pemantau Pemilu Sumsel. Bedanya, permohonan diajukan oleh perwakilan OKU Selatan, seorang mahasiswa berusia 22 tahun yang memberikan kuasa kepada para pengacara dari badan hukum Fadrianto TH, SH and Partner.
Hampir sama dengan isi gugatan di Pilkada OKU, DPT bermasalah dan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara yang tidak transparan didalilkan pemohon sebagai penyebab tidak sahnya hasil Pilkada. Pemohon juga meminta dilakukan PSU di seluruh TPS di OKU Selatan.
Manokwari Selatan (Mansel)
Berbeda dengan kasus di tiga daerah sebelumnya, pemohon PHPilkada di Mansel ialah warga negara yang dinyatakan pendaftarannya sebagai calon kepala daerah TMS. Ia TMS lantaran terdapat perbedaan nama ketua dan sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) partai pada Surat Mandat dengan Surat Kepengurusan partai.
Membawa persoalan administrasi pencalonan ke MK, pemohon meminta MK untuk menetapkannya sebagai calon bupati dan memerintahkan KPU Mansel untuk menggelar PSU.
Kota Balikpapan
Pemantau pemilihan dari Komite Independen Pemantau Pemilihan (KIPP) mengajukan PHPilkada dengan tergugat KPU Kota Balikpapan. Dalam dokumen permohonannya, para pemohon menjelaskan adanya perlakuan tidak adil terhadap pemohon selaku pemantau pemilihan.
Yang dimaksud degan perlakuan tidak adil itu yakni, tak diresponnya laporan terkait adanya akun media sosial tak terdaftar yang aktif melakukan kampanye, tak diindahkannya permohonan penambahan anggota pemantau, tak diberikan hak suara dalam rapat pleno rekapitulasi di tingkat kecamatan, dan tidak diberikan salinan Form C KWK oleh beberapa PPS. Hal tersebut menyebabkan pemohon tidak dapat melakukan pencocokan data rekapitulasi dengan data TPS saat rekapitulasi dengan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
Pemohon juga menyinggung KPU Kota Balikpapan yang tidak melakukan sosialisasi secara maksimal sehingga tingkat golput di Kota Balikpapan mencapai 40 persen.
Dalam petitum, pemohon meminta MK untuk menyatakan hasil Pilkada Kota Balikpapan tidak sah. Namun, meskipun di dalam pokok permohonan, dituliskan agar Pilkada diulang, tetapi permintaan itu tak dinyatakan di dalam petitum.
Kutai Kartanegara (Kukar)
Presiden lembaga masyarakat sipil Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) menjadi pemohon dari PHPilkada Kukar. Lembaga ini, pada Pilkada 2020, merupakan pemantau pemilihan.
LIRA menjabarkan dalam permohonannya kepada MK bahwa telah terjadi kecurangan secara terstruktur dan sistematis. Dimulai dari penjegalan munculnya calon lain, baik dari jalur perseorangan maupun dari jalur partai politik, mobilisasi ASN untuk pemenangan petahana, politisasi kebijakan, petahana yang sudah didiskualifikasi oleh Bawaslu Kota Balikpapan namun statusnya sebagai calon tetap dilanjutkan oleh KPU, hingga menjanjikan sejumlah uang dalam materi kampanye paslon yang dinilai pemohon sebagai politik uang.
“Saudara Edi Damansyah dan Rendi Solihin telah melakukan perbuatan menjanjikan dan / atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemelihan dan / atau pemilih yang dituangkan dalam Visi dan Misi Pasangan Calon Edi Damansyah dan Rendi Solihin berupa janji pemberian uang sebesar Rp. 100.000.000, (Seratus Juta Rupiah) per Pasantren di seluruh Kabupaten Kutai Kartanegara… Dan janji 50.000.000 (lima Puluh Juta Rupiah) per RT.”
Pemohon meminta MK untuk menyatakan batal dan tidak sah penetapan petahana sebagai calon kepala daerah terpilih. Tak ada permintaan untuk dilakukannya PSU di dalam petitum.