September 13, 2024
“Report Launch and Discussion: Consolidating CSO Efforts to Strengthen Democracy in Indonesia” di Kawasan Cikini, Jakarta (7/6). Rumahpemilu.org/Riky MF

ANFREL Soroti Penyalahgunaan Sumber Negara di Pemilu 2024

The Asian Network for Free Elections (ANFREL) bersama Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) merilis laporan akhir pemantauan internasional pada Pemilu 2024. Mereka mencatat penyalahgunaan sumber negara menjadi hal penting untuk diperbaiki menjelang Pilkada Serentak 2024.

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, secara umum masalah pada Pemilu 2024 terdapat dalam pokok permohonan PHPU Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam persidangan MK menolak permohonan itu karena merasa tidak teryakinkan dengan bukti, namun MK juga mengakui waktu pembuktian dalam PHPU sangat singkat. Ia menyebutkan masalah tersebut diantaranya, keabsahan wakil presiden, bansos, mobilisasi dan netralitas ASN, prosedur penyelenggaraan pemilu, dan pemanfaatan Sirekap.

“Meski MK menolak semua dalil-dalil tersebut karena tidak meyakinkan mahkamah, namun hal itu tidak boleh dinormalisasi dalam penyelenggaraan pemilu, terlebih sebentar lagi Pilkada digelar,” kata Khairunnisa dalam “Report Launch and Discussion: Consolidating CSO Efforts to Strengthen Democracy in Indonesia” di Kawasan Cikini, Jakarta (7/6).

Mengenai politisasi bansos, Ninis mengatakan bansos masuk dalam pertimbangan hukum PHPU, MK menyadari bahwa dengan melakukan kunjungan ke daerah dengan pembagian bansos berdampak pada keadilan proses penyelenggaraan pemilu. Untuk itu, menurutnya pendidikan politik seharusnya dilakukan tidak hanya menjelang pemilu, dengan materi teknis-teknis pemilu, namun juga nilai-nilai demokrasi dalam pemilu.

“Sehingga pemilih muda yang mungkin tidak memiliki sciencenya bisa mempunyai pertimbangan dalam memilih,” ujarnya.

Sementara itu Sekretaris Jenderal KIPP, Kaka Suminta menganggap itu penting karena demokrasi di Indonesia memiliki kecenderungan kembali ke arah otoritarian. Terlebih ia memandang peran masyarakat sipil pada Pemilu 2024 lebih melemah, di tengah banyaknya permasalahan penyelenggaraan pemilu.

“Pemilu 2024 ini mengalami defisit keadilan pemilu,” tegas Kaka. []