August 8, 2024

Anggaran Pilkada 2020 Hampir Mencapai Rp 10 Triliun

Total anggaran yang disepakati 270 daerah yang menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah 2020 hampir mencapai Rp 10 triliun. Padahal, prinsip efisiensi perlu selalu diutamakan untuk mewujudkan pilkada yang ideal, yakni berbiaya rendah.

Hingga Selasa (5/11/2019) siang, berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 265 dari 270 daerah telah sepakat menghibahkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing untuk menyelenggarakan Pilkada 2020.

Ketua KPU Arief Budiman di Jakarta mengatakan, total dana yang disepakati antara setiap pemerintah daerah dan Komisi Pemilihan Umum melalui Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) tersebut telah mencapai Rp 9,8 triliun.

Arief mengatakan, dana tersebut belum mencakup usulan KPU kepada lima kabupaten yang hingga saat ini belum menandatangani NPHD, yakni Simalungun, Sumatera Utara; Solok Selatan, Solok, dan Tanah Datar, Sumatera Barat; serta Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan. Usulan tersebut sebesar Rp 198,2 miliar.

Apabila jumlah tersebut disepakati pemda masing-masing, total anggaran yang tersedia untuk penyelenggaraan Pilkada 2020 mencapai Rp 10,01 triliun. Sementara Pilkada 2015, yang digelar di 269 daerah, menghabiskan dana Rp 7,56 triliun. Namun, memang perlu diketahui ada faktor alamiah yang berkontribusi pada kenaikan ini, yakni akumulasi inflasi selama lima tahun terakhir.

Komisioner KPU Ilham Saputra juga mengatakan ada faktor peningkatan anggaran untuk badan panitia penyelenggara pilkada yang bersifat ad hoc, seperti Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) ataupun Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Rasionalisasi anggaran

KPU pun sudah berusaha melakukan efisiensi anggaran. Sebab, pada awalnya, total usulan KPU kepada setiap daerah penyelenggara Pilkada 2020 adalah sebesar Rp 11,7 triliun. Penurunan menjadi sekitar Rp 10 triliun tersebut didapatkan melalui rasionalisasi anggaran bersama pemerintah daerah.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, rasionalisasi anggaran dicapai melalui pemotongan pada beberapa komponen belanja. Sebagian besar pemotongan komponen ini pada pos sosialisasi.

Untuk itu, Wahyu mengatakan, perlu ada dukungan dari pemerintah daerah untuk kegiatan sosialisasi. Terlebih lagi, partisipasi politik pada Pemilu 2019 mencapai titik yang tinggi, yakni 82 persen.

”Kita berharap partisipasi masyarakat pada Pilkada 2020 juga akan mencapai derajat yang mirip,” kata Wahyu.

Pilkada berbiaya mahal

Mengenai peningkatan anggaran tersebut, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini pun meminta KPU dan Bawaslu menjelaskan dengan baik kepada publik mengenai peningkatan anggaran tersebut.

”Tentu KPU dan Bawaslu yang harus jelaskan ini kepada publik. Sebab, pilkada mestinya bisa diselenggarakan dalam prinsip efektif dan efisien,” kata Titi.

Menurut Titi, perlu kebijaksanaan dari KPU ataupun Bawaslu untuk menjaga efisiensi penganggaran Pilkada 2020 sebab kemampuan masing-masing daerah dalam pembiayaan memiliki keterbatasannya.

Tentu KPU dan Bawaslu yang harus jelaskan ini kepada publik. Sebab, pilkada mestinya bisa diselenggarakan dalam prinsip efektif dan efisien.

Terlebih lagi, penyelenggaraan Pilkada 2020 akan menggunakan sistem rekapitulasi secara elektronik atau e-rekap. Penerapan e-rekap dipercaya berbagai pihak dapat meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pilkada, baik dari aspek biaya maupun waktu.

Penyelenggaraan pilkada yang mahal juga dapat berimbas pada berkurangnya kepercayaan publik terhadap sistem pemilihan kepala daerah secara langsung. Padahal, sistem pilkada langsung ini merupakan sebuah langkah maju pada tataran demokrasi lokal di Indonesia.

”Pilkada yang berbiaya mahal bisa dipolitisasi para penentang pilkada langsung untuk terus mengampanyekan gagasan kembali ke pilkada tidak langsung. Jangan sampai hal itu terjadi. Makanya, akuntabilitas dan transparansi KPU dan Bawaslu harus dipertanggungjawabkan terbuka kepada publik,” papar Titi.

Peningkatan anggaran ini pun mendapat perhatian khusus dari Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng. Dari pemantauannya, usulan biaya penyelenggaraan pilkada yang diajukan melebihi ekspektasi sejumlah pemda.

”Contohnya, pada Pilkada 2015, ada pemda yang cukup menyediakan anggaran sebesar Rp 10 miliar. Lima tahun kemudian, untuk 2020, pemda sudah meningkatkan anggaran menjadi Rp 12 miliar. Namun, ternyata yang diajukan KPU Rp 28 miliar,” kata Robert.

Untuk itu, menurut Robert, kedua belah pihak harus duduk bersama membicarakan komponen biaya paling penting untuk menentukan komponen-komponen prioritas yang harus dipenuhi.

Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Ahmad Doli Kurnia pun menyatakan, pihaknya juga akan meminta KPU untuk memberikan penjelasan soal anggaran Pilkada 2020 serta penerapan e-rekap. (SATRIO PANGARSO WISANGGENI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/utama/2019/11/05/anggaran-pilkada-2020-hampir-mencapai-rp-10-triliun/