Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap di Pemilihan Kepala Daerah 2020 belum optimal karena ada kendala jaringan internet serta aplikasi yang tidak dapat digunakan. Akibatnya, sebagian besar rekapitulasi suara dilakukan secara manual. Untuk itu, Komisi Pemilihan Umum diminta mengantisipasi adanya selisih suara pada rekapitulasi yang menggunakan Sirekap dengan metode manual.
Dari hasil pengawasan terhadap proses rekapitulasi (10-14 Desember 2020) di 3.629 kecamatan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendapatkan informasi bahwasanya panitia pemilihan kecamatan (PPK) yang memakai Sirekap sebanyak 708 kecamatan (20 persen). Selebihnya, PPK di 2.921 kecamatan (80 persen) melakukan rekapitulasi secara manual dengan piranti lunak (software) Microsoft Excel.
Beberapa kendala khusus ditemukan dalam penggunaan Sirekap. Misalnya, terdapat kendala jaringan internet (1.379 PPK) dan Sirekap tidak bisa digunakan (972 PPK).
Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap di Pemilihan Kepala Daerah 2020 belum optimal karena ada kendala jaringan internet serta aplikasi yang tidak dapat digunakan
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Afifuddin, dalam jumpa pers “Hasil Pengawasan Rekapitulasi Suara di Tingkat Kecamatan dan Kabupaten/Kota”, di Jakarta, Rabu (16/12/2020), mengatakan, perubahan metode rekapitulasi dari Sirekap ke cara manual berpotensi menimbulkan dua informasi hasil rekapitulasi yang berbeda.
Kedua hasil yang mungkin muncul adalah hasil rekapitulasi manual akibat tidak dipakainya Sirekap, serta informasi hasil suara di tempat pemungutan suara (TPS) yang dimasukkan oleh PPK ke dalam Sirekap.
“Untuk itu penting bagi KPU untuk mengantisipasi adanya selisih suara pada rekapitulasi yang menggunakan Sirekap dengan metode manual. Potensi selisih suara ini dapat terjadi di setiap level rekapitulasi, mulai dari kecamatan, kabupaten, hingga provinsi,” ujar Afifuddin.
Menurut Afifuddin, antisipasi tersebut penting mengingat KPU menyebut bahwa Sirekap bertujuan untuk mempermudah kerja KPU dan memberikan keterbukaan informasi kepada publik. Namun, ia menyayangkan, yang terjadi di lapangan, jauh dari harapan-harapan tersebut.
Tidak perlu berasumsi
Secara terpisah, Komisioner KPU Evi Novida Ginting menyampaikan, PPK melakukan rekapitulasi dengan cara membacakan satu persatu C.Hasil-KWK plano dari setiap TPS, baik itu menggunakan alat bantu Sirekap, maupun dengan cara manual. Hasilnya, menurut dia, akan tetap sama karena sumber data yang dibacakan dan dibuka adalah C.Hasil-KWK plano dari TPS.
“Seluruh hasil yang sudah dibacakan dituangkan ke dalam D.Hasil KWK tingkat Kecamatan yang dicetak terlebih dahulu untuk diperiksa oleh PPK, saksi, dan pengawas kecamatan. Saksi dan pengawas kecamatan memegang C.Hasil Salinan-KWK yang diterima dari KPPS sebagai pembanding datanya,” ujar Evi.
Antisipasi tersebut penting mengingat KPU menyebut bahwa Sirekap bertujuan untuk mempermudah kerja KPU dan memberikan keterbukaan informasi kepada publik
Setelah diperiksa dan tidak ada selisih, maka dilakukan penetapan oleh PPK. Kemudian, dicetak kembali dan ditandatangani oleh PPK dan saksi yang hadir.
Rekapitulasi PPK pun dijalankan menggunakan kedua metode, baik Sirekap, maupun manual. Data dalam Sirekap Web adalah data yang masuk melalui Sirekap mobile dengan foto C.Hasil KWK Plano TPS yang dibaca sistem, sedangkan pengisian data melalui cara manual lewat Microsoft Excel diisi dengan membacakan C.Hasil KWK.
“Semoga tidak ada yang salah input di Excel (manual), mekanisme yang kami atur sudah mengatur pengecekan data dilakukan oleh semua yang hadir dalam rapat pleno rekapitulasi,” ucap Evi.
Evi meminta agar seluruh pihak tidak berasumsi bahwa akan terjadi selisih antara penggunaan metode Sirekap dan dengan metode manual. Sebab, semua proses dilakukan pemeriksaan bersama antara saksi dan pengawasan kecamatan.
Bawaslu, lanjut Evi, seharusnya di setiap tingkatan memberitahu kepada PPK apabila diketahui selisih data di tingkat PPK atau kepada KPU kabupaten/kota bila selisih data diketahui dalam D.Hasil Kecamatan, atau berikutnya di tingkat provinsi.
“Sebagai pengawasannya tentu kami berharap bisa diberitahu bila ditemukan data yang selisih yang digunakan oleh PPK antara Sirekap dan Excel tersebut. Tetapi, kalau belum (ada selisih data) ya tidak perlu dibilang karena hal ini bisa menimbulkan salah sangka kepada KPU seakan-akan data kami berbeda-beda dan terkesan kami tidak mengantisipasi hal tersebut. Dan kalaupun ada, ya diberitahu yang mana supaya KPU kabupaten/kota atau provinsi bisa perbaiki karena bisa dilakukan dalam rapat pleno rekapitulasi,” ucap Evi.
Per 9 Desember 2020, data yang sudah masuk ke sistem Sirekap sebesar 52,18 persen. Pada 10 Desember, data yang masuk mencapai 66 persen.
“Sekarang sudah 90 persen lebih,” kata Evi. (NIKOLAUS HARBOWO)
Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/12/17/antisipasi-selisih-suara-berjenjang-dalam-pilkada-2020/