API PEMILU: MENUJU SMART ELECTION
TRANSPARANSI telah menjadi arus utama (mainsteram) di Indonesia. Melalui UU No. 14 Tahun 2008, internalisasi keterbukaan informasi publik telah dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif ke dalam institusi publik. Prinsip ini yang kemudian dinilai menopang integritas proses dan hasil pemilu, terutama sejak Pileg dan Pilpres 2014. Publik seolah disuguhi tontonan pemilu yang disajikan dalam sebuah kotak kaca. Setiap prosesnya dapat dinikmati dan dikawal secara kasat mata. Bahkan, publik dapat mencatat atau merekam kembali setiap data dan informasi yang terlihat, untuk disajikan kembali dengan tampilan yang lebih kreatif dan memikat. Membuka data dan informasi pemilu secara blak-blakan ternyata semakin memperkuat hasilnya.
Menelanjangi proses pemilu, dengan segala data dan informasi yang dikandungnya, bahkan telah meminimalisasi setiap celah potensi konflik. Pileg dan Pilpres 2014 membuktikan bahwa amatan para pihak yang mengkhawatirkan pelaksanaan Pemilu 2014 akan membelah masyarakat Indonesia, serta melahirkan konflik destruktif, pada akhirnya tidak terbukti. Tidak ada kasus kekerasan fisik yang merugikan fasilitas publik atau private selama proses pemilu hingga dilantiknya presiden terpilih. Kristalisasi bentuk dan sifat dukungan terhadap dua kubu besar politik memang riuh, namun semua itu ter-barrier dalam dunia maya, dan tampaknya didominasi oleh noise ketimbang voice. Konflik itu reda sebelum dia ada.
Buka-bukaan soal data dan informasi pemilu juga berbanding lurus dengan kinerja dan prestasi penyelenggara pemilu di mata publik. KPU RI dinilai berhasil menyelenggarakan pemilu di bawah tekanan politik yang sangat tinggi. Kredibilitas anggota KPU meningkat tajam, dan menjadi soko guru bagi banyak institusi negara. Publik bahkan “pasang badan” dan turut mengklarifikasi setiap tudingan politisi kalah, yang biasanya cenderung akan menggugat dan menggoyang profesionalitas KPU, dengan data dan informasi. Di mana, data dan informasi tersebut adalah rekaman publik terhadap proses pemilu yang terbuka. Jika proses pemilu tidak transparan, tentu publik tidak punya pegangan apapun untuk mengungkap data dan fakta. Kredibilitas dan profesionalitas KPU terjaga karena implementasi dari prinsip keterbukaan.
Keterbukaan tersebut dioperasionalisasikan melalui pemanfaatan website resmi KPU dalam diseminasi informasi kepemiluan. Di antaranya terdapat 25 jenis data dan informasi pemilu yang dibuka oleh KPU RI untuk diakses secara mudah dan gratis oleh publik. Juga, terdapat sembilan sistem informasi yang mendukung kerja-kerja kepemiluan, yang lazimnya disebut web-based application oleh publik. Salah satu aplikasi fenomenalnya adalah Sidalih (Sistem Informasi Daftar Pemilih). Secara khusus, terdapat dokumen scan C1 (hasil penghitungan suara di TPS) yang diunggah dalam format gambar digital (.jpg) secara faktual dan aktual oleh penyelenggara pemilu daerah. Publik merespons semua data dan informasi ini dengan antusias, dan turut merekam serta mengolah informasi yang ada dengan caranya sendiri.
Akan tetapi, keterbukaan informasi yang telah dipraktikkan oleh KPU masih merupakan langkah awal dari prinsip transparansi. Upaya ini sudah saatnya ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, yaitu open data. Dalam standar pemahaman internasional, open data tidak sekadar memublikasi data dan informasi yang tersedia, namun menyangkut tiga kata kunci yang tak terpisahkan: i) ketersediaan data dan kemudahan mengaksesnya, ii) dapat digunakan ulang dan didistribusikan secara bebas, serta iii) adanya partisipasi universal. Pemahaman ini menuntut agar data dan informasi yang “open data” tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh manusia, namun juga oleh mesin. Pengupayaan ini lah yang kemudian membutuhkan API (Application Programming Interface), sebagai jembatan untuk mengelola data dan informasi yang sudah “open data” untuk dinikmati oleh publik secara luas.
Perludem adalah salah satu elemen sipil yang juga ikut memanfaatkan dan mengoptimalkan data dan informasi kepemiluan selama Pemilu 2014. Bekerja sama dengan The Asia Foundation, Perludem melaksanakan program API Pemilu dengan mengoleksi seluruh data penting pemilu yang bersifat manual, kemudian mengubah formatnya menjadi machine readable, lalu menempatkannya pada satu online storage yang dapat diakses secara bebas oleh pihak manapun. Untuk menstimulasi penggunaan data dan informasinya, Perludem telah menyelenggarakan dua kali kegiatan hackathon menjelang Pileg dan Pilpres 2014, yang melibatkan ratusan developer aplikasi. Pada akhirnya, terkreasilah 485 aplikasi dan game pemilu, yang sebagiannya dapat diunduh secara gratis oleh pengguna gadget berplatform Android dan iOS.
Buku ini merupakan bagian dari upaya untuk merekam proses dan capaian yang telah diperoleh oleh Perludem melalui program API Pemilu. Penulisnya, Harun Husein, menyarikan dan memaparkan insipirasi-inspirasi yang diperoleh dari pengalaman perjalanan program API Pemilu sehingga dapat menjadi pembelajaran yang bermanfaat bagi banyak pihak. Buku ini juga membahas secara mendalam prinsip dan implementasi open data dan API berbasis pengalaman aplikasi yang lahir dari API Pemilu. Sehingga, memudahkan pembaca untuk memahami gagasan dan praktik open data dan API sebagai sebuah teknologi yang harus selalu bergandengan. Pada akhirnya, pembelajaran utama yang tersirat dari buku ini adalah teknologi harus mampu menjawab masalah kepemiluan, bukan malah menghadirkan masalah baru. KLIK DI SINI UNTUK MENDOWNLOAD ISI BUKU