April 18, 2024
iden

Bawaslu Siap Pidanakan Kandidat

JAKARTA, KOMPAS-Badan Pengawas Pemilu RI memerintahkan jajaran pengawas pemilu di daerah untuk memeriksa kebenaran laporan penerimaan sumbangan dana kampanye sekaligus memberi peringatan ke kandidat atas potensi sanksi jika memanipulasi laporan. Pemberian sanksi akan dilakukan jika dugaan manipulasi data masih ditemukan pada laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.

Indikasi pelaporan yang tidak sesuai dengan kondisi riil itu sudah menjadi catatan Bawaslu pada saat menelusuri laporan awal dana kampanye (LADK) di awal masa kampanye serta laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) yang diserahkan 20 April lalu. Masih ada pasangan calon yang melaporkan hanya menerima sumbangan dana kampanye nol rupiah. Selain itu, ada indikasi pelaporan tidak lengkap serta ada sumbangan yang melebihi ketentuan maksimal, yakni Rp 75 juta dari perseorangan dan Rp 750 juta dari badan usaha.

Selain LADK dan LPSDK, kandidat juga punya kewajiban menyerahkan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK) di akhir masa kampanye.

”Sekarang masih ada kesempatan bagi calon yang tidak menyiapkan laporan dengan benar untuk memperbaiki sampai batas penyerahan LPPDK. Jadi, kami akan melakukan penindakan di akhir,” kata anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (1/5/2018).

Pada jeda waktu antara penyerahan LPSDK dan penyerahan LPPDK, Bawaslu dalam waktu beberapa hari mendatang akan berkirim surat ke jajaran pengawas di daerah. Surat itu berisi perintah agar mereka memeriksa apa benar ada dana kampanye yang tidak dilaporkan. Jeda waktu ini juga digunakan untuk pencegahan, dengan cara memberi peringatan melalui surat kepada semua kandidat atas potensi sanksi pidana dan sanksi administrasi yang bisa dijatuhkan jika ada pelanggaran atas ketentuan pendanaan kampanye.

”Dana kampanye melebihi ketentuan dan melaporkan tidak sesuai kebenaran bisa dikenai pidana. Kalau di tahap ini kami kenai pidana, nanti kami ditanya kenapa tidak ada pencegahan,” kata Fritz.

Perbaikan ketentuan

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilu, diatur bahwa pemberi dan penerima dana kampanye melebihi batas dipidana penjara minimal 4 bulan dan maksimal 24 bulan dan atau denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Ancaman pidana yang sama juga dijatuhkan pada orang yang menerima sumbangan dana dari pihak terlarang. Pada Pasal 187 Ayat (7) UU Pemilu juga disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memberi keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye, dipidana penjara paling singkat 2 bulan atau paling lama 12 bulan, serta denda.

Anggota Komisi Pemilihan Umum, Viryan Azis, menuturkan, pelaporan dana kampanye melalui LADK, LPSDK, dan LPPDK memang masih sebatas audit kepatuhan yang dilakukan kantor akuntan publik. Pelaporan itu belum menyentuh aspek akuntabilitas dana kampanye. Menurut dia, keterbatasan ini bisa menjadi masukan perbaikan di masa mendatang agar dana kampanye ini bisa didesain sampai ke pelaporan yang akuntabel sehingga bisa menjadi pintu masuk menekan biaya politik tinggi.

Oleh karena itu, diperlukan pengaturan dalam Undang-Undang Pilkada. Dalam beberapa diskusi dengan kelompok masyarakat sipil, kata Viyan, juga muncul beberapa wacana usulan perbaikan, seperti untuk menyerahkan audit laporan dana kampanye kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kewenangan KPK itu diberikan melalui UU Pilkada.

Selain itu, juga ada usulan mengenai pengaturan pembentukan tim khusus pengumpulan dana kampanye yang terpisah dari tim kampanye. Pengawasan terhadap tim pengumpulan dana kampanye ini dilakukan sejak   sebelum masa kampanye.

ANTHONY LEE

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 2 Mei 2018 di halaman 2 dengan judul “Bawaslu Siap Pidanakan Kandidat”. https://kompas.id/baca/utama/2018/05/02/bawaslu-siap-pidanakan-kandidat/