Badan Pengawas Pemilu menemukan puluhan ribu pemilih tidak memenuhi syarat kembali terdaftar dalam daftar pemilih model A-KWK. Sebaliknya, pemilih yang memenuhi syarat justru dicoret dari daftar. Atas temuan tersebut, Komisi Pemilihan Umum meminta Bawaslu melengkapi dengan data nama dan alamat untuk memudahkan pengecekan data.
Koordinator Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu M Afifuddin, Selasa (11/8/2020), mengatakan, berdasarkan uji petik yang dilakukan di 27 provinsi dan 312 kecamatan, ditemukan 73.130 pemilih yang tidak memenuhi syarat pada pemilu 2019, terdaftar dalam daftar pemilih model A-KWK Pilkada 2020. Sementara 23.968 pemilih yang memenuhi syarat dan terdata dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) Pemilu 2019 tidak terdaftar dalam daftar pemilih model A-KWK Pemilihan 2020.
Diduga KPU dan jajarannya di daerah tidak melakukan sinkronisasi antara Daftar Pemilih Pemilu 2019 dan data Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4).
Temuan itu diungkap pengawas kecamatan, desa, dan kelurahan saat mengawasi proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh petugas pemutakhiran daftar pemilih (PPDP).
”Hal itu diduga karena KPU dan jajarannya di daerah tidak melakukan sinkronisasi antara Daftar Pemilih Pemilu 2019 dan data Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4),” kata Afifuddin.
Menurut Afifuddin, Bawaslu menggunakan dua indikator dalam pengawasan proses coklit daftar pemilih Pilkada 2020. Pertama, menggunakan indikator jumlah pemilih yang dinyatakan tidak memenuhi syarat, tetapi tetap tercantum dalam A-KWK. Kedua, jumlah pemilih yang terdata dalam daftar pemilih pemilu 2019, termasuk dalam daftar pemilih khusus (DPK), tetapi tidak tercantum dalam A-KWK.
Berdasarkan uji petik dan indikator tersebut, Bawaslu menduga daftar pemilih model A-KWK Pilkada 2020 bukan hasil sinkronisasi antara daftar pemilih pemilu terakhir dan DP4. Tidak diselaraskannya data itu berdampak pada data yang kurang akurat, mutakhir, dan berkelanjutan sesuai undang-undang.
Hal tersebut juga akan berdampak pada pengulangan pekerjaaan oleh PPDP untuk menghapus pemilih yang sudah tidak memiliki syarat. Petugas PPDP juga harus bekerja ulang menambahkan pemilih yang memenuhi syarat.
”Padahal, seharusnya pembersihan data dengan dua indikator tersebut dapat dilakukan dan selesai jika dilakukan sinkronisasi,” kata Afifuddin.
Sesuai Pasal 58 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, penyusunan daftar pemilih Pilkada 2020 menggunakan daftar pemilih tetap (DPT) pemilu terakhir yang disinkronisasi dengan data DP4. Data DP4 itu berasal dari dinas kependudukan dan pencatatan sipil dan telah dikonsolidasikan, diverifikasi, dan divalidasi.
Dalam penyusunan daftar pemilih, KPU harus melakukan sinkronisasi DP4 terhadap DPT pemilu terakhir, yaitu pemilu 2019. Data disusun dalam daftar pemilih dengan menggunakan formulir model A-KWK.
Daftar pemilih itu kemudian dibagi dalam kluster tempat pemungutan suara (TPS) yang diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) Peraturan KPU Nomor 19/2019 tentang Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih Pemilihan. Formulir A-KWK digunakan KPU dalam proses pencocokan dan penelitian yang akan menjadi Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pilkada 2020.
”Seharusnya, data dalam formulir A-KWK itu sudah merupakan hasil sinkronisasi antara daftar pemilih pemilu 2019 dan pemilih pemula, baru, dari DP4. Sehingga mereka yang tidak memenuhi syarat sudah harus dicoret. Misalnya pemilih yang sudah meninggal atau berstatus TNI/Polri,” kata Afifuddin.
Dalam penyusunan daftar pemilih, KPU harus melakukan sinkronisasi DP4 terhadap DPT pemilu terakhir, yaitu Pemilu 2019.
Data lengkap
Saat dikonfirmasi mengenai temuan itu, Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan, surat dan catatan dari Bawaslu sudah masuk ke KPU sejak pekan ini. Namun, menurut Viryan, data itu harus dilengkapi dengan keterangan nama dan alamat pemilih (by name, by address). Sebab, KPU hanya dapat melakukan kroscek data apabila data tersebut lengkap dengan nama dan alamat pemilih. Permintaan data itu akan disampaikan ke Bawaslu melalui surat pada Selasa (11/8/2020).
”Kami baru bisa menyimpulkan apakah benar temuan dari Bawaslu itu setelah dikroscek dengan data by name dan by address. Tanpa itu, kami belum dapat mengomentari temuan tersebut,” ujar Viryan.
Viryan juga memastikan bahwa dalam proses coklit data pemilih dalam Pilkada 2020 sudah dilakukan sinkronisasi antara daftar pemilih 2019 dan DP4. Temuan mengenai akurasi dan data mutakhir ini juga kerap terjadi dalam pemilihan umum. Dalam pemilu 2019 misalnya, ada laporan temuan 20 juta data pemilih ganda. Namun, setelah dilakukan kroscek, jumlahnya tidak sebanyak itu.
Temuan tersebut tidak bisa ditindaklanjuti apabila datanya tidak lengkap. Untuk penyusunan daftar pemilih dalam Pemilu 2020 ini, masih ada waktu hingga Oktober.
KPU menerima masukan dan temuan apa pun dari berbagai pihak. Namun, temuan tersebut tidak bisa ditindaklanjuti apabila datanya tidak lengkap. Untuk penyusunan daftar pemilih dalam Pemilu 2020 ini, masih ada waktu hingga bulan Oktober.
Keterbatasan akses
Di sisi lain, Bawaslu juga menyoroti tentang keterbatasan analisis dan pengawasan dalam daftar pemilih model A-KWK. Sebab, dalam Keputusan KPU RI Nomor 335/Hk.03.01-Kpt/06/KPU/VII/2020, daftar pemilih model A-KWK ini termasuk dalam informasi yang hanya bisa diakses oleh KPU. Bawaslu tidak dapat mengakses data tersebut.
Ke depan, Bawaslu berharap ada keterbukaan data dan informasi antar penyelenggara pemilu agar pengawasan dapat dilakukan lebih komprehensif dalam tahapan pemilu. Keterbukaan informasi itu juga diharapkan dapat menjadi kunci mewujudkan daftar pemilih yang akurat, dan mutakhir.
”Bawaslu melalui Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota yang melaksanakan pengawasan Pilkada 2020 akan meningkatkan pengawasan dan kewenangan untuk memastikan proses coklit dilakukan terbuka dan saling berkoordinasi,” kata Afifuddin. (DIAN DEWI PURNAMASARI)
Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/08/11/bawaslu-temukan-daftar-pemilih-dalam-proses-coklit-kurang-akurat/