JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum segera menyurati pengurus pusat partai politik untuk menjelaskan pembatasan bentuk dan materi sosialisasi yang bisa dilakukan sebelum masa kampanye dimulai pada 23 September 2018. Pelanggaran terhadap pembatasan itu akan ditindaklanjuti oleh instansi-instansi berwenang dalam gugus tugas kampanye.
Pembatasan itu adalah salah satu hasil kesepakatan bersama empat instansi yang tergabung dalam gugus tugas pengawasan kampanye, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Pers. Gugus tugas bersepakat, iklan kampanye di lembaga penyiaran dan media massa dilarang karena iklan kampanye akan difasilitasi KPU. Pemberitaan serta sosialisasi dan kampanye Pemilu 2019 harus mengedepankan keberimbangan dan proporsionalitas.
Selain itu, sebelum masa kampanye dimulai, sosialisasi di internal parpol diperbolehkan dengan dua metode. Pertama, pemasangan bendera parpol dengan nomor urut parpol. Kedua, pertemuan terbatas dengan pemberitahuan ke KPU dan Bawaslu setempat.
Anggota KPU, Wahyu Setiawan, di Gedung KPU di Jakarta, Rabu (21/2), menuturkan, pengaturan itu menjadi penting karena ada jeda waktu sekitar tujuh bulan sejak pengundian nomor urut pada 18 Februari 2018 dengan dimulainya masa kampanye pada 23 September mendatang. Pengaturan tersebut dilakukan agar prinsip kesetaraan dan keadilan antarparpol tetap terjaga.
Medium sosialisasi di ruang terbuka, kata Wahyu, bisa dipasang di kantor parpol, lokasi pertemuan terbatas, serta di tempat-tempat lain yang diperbolehkan oleh pemerintah daerah. Selain itu, materi sosialisasi menggunakan bendera dan medium luar ruang lainnya tidak boleh bernuansa kampanye dengan berisi ajakan untuk memilih partai. Selain itu, medium sosialisasi tidak boleh dipasangi foto bakal calon anggota legislatif. ”Sosialisasi juga hanya dibatasi sampai informasi bendera parpol dan nomor urut. Itu saja,” kata Wahyu.
Sejak pengundian dan penetapan nomor urut partai, KPI mencatat setidaknya ada delapan stasiun televisi yang menayangkan iklan parpol. Anggota KPI, Nuning Rodiyah, menuturkan, dengan adanya kesepakatan gugus tugas pengawasan kampanye, KPI sudah menyurati pengelola lembaga penyiaran publik.
”Kami beri toleransi hingga Kamis pagi karena memberi kesempatan menyelesaikan administrasi penghentian kontrak iklan. Kalau masih tetap menayangkan, kami mulai proses pemberian sanksi, dimulai dari teguran,” tutur Nuning.
Sengketa penetapan
Masih terkait persiapan Pemilu 2019, parpol yang dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2019 sudah mengajukan sengketa ke Bawaslu. Hingga hari terakhir pendaftaran, menurut Rahmat Bagja, anggota Bawaslu, ada tujuh partai yang mengajukan sengketa.
Menurut dia, permohonan sengketa dari Partai Bulan Bintang sudah diregistrasi, sedangkan pengajuan dari enam partai lain sudah masuk dan sedang diverifikasi Bawaslu. Keenam partai itu adalah Partai Swara Rakyat Indonesia, Partai Islam Damai Aman, Partai Rakyat, Partai Republik, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. Partai yang belum lengkap berkasnya bisa memperbaiki permohonannya hingga Jumat sore.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Syarifuddin Noor menuturkan, keputusan KPU masih perlu dipertanyakan. Menurut dia, munculnya persoalan terkait pengurus dan keanggotaan di sejumlah provinsi disebabkan data di Sistem Informasi Parpol yang diisi PKPI tidak sesuai dengan data faktual PKPI. (GAL)
Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 22 Februari 2018 di halaman 2 dengan judul “Bentuk Sosialisasi Parpol Dibatasi”. https://kompas.id/baca/polhuk/2018/02/22/bentuk-sosialisasi-parpol-dibatasi/