Banyak pasangan bakal calon perseorangan tak mampu memenuhi syarat minimal dukungan. Ketika syarat dukungan minimal terpenuhi, kandidat masih dibebani kewajiban mengunggahnya ke sistem KPU.
Pasangan bakal calon perseorangan di Pemilihan Kepala Daerah 2020 berguguran. Syarat pencalonan yang berat menjadi penyebabnya. Jumlah calon yang gugur pun berpotensi bertambah saat proses verifikasi administrasi dan faktual oleh penyelenggara pemilu di daerah.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), hingga pukul 16.00, Senin (24/2/2020), dari total 361 pasangan bakal calon perseorangan yang semula berniat mendaftar pemilihan tingkat bupati/wali kota, sebanyak 152 pasangan dinyatakan gugur. Ini karena hingga tenggat penyerahan syarat dukungan, Minggu (23/2), sebanyak 138 pasangan batal menyerahkan, sedangkan 14 lainnya ditolak karena tidak memenuhi syarat.
Jumlah yang gugur bisa bertambah karena KPU belum menuntaskan proses pengecekan syarat dukungan kepada 113 pasangan.
Adapun yang telah diterima syarat dukungannya sebanyak 96 pasangan. Komisioner KPU Evi Novida Ginting, Senin, mengatakan, selanjutnya mereka harus lolos verifikasi administrasi dan faktual oleh KPU agar bisa ditetapkan menjadi calon.
Dalam proses ini, syarat dukungan yang diserahkan pasangan akan dicek. Salah satunya saat verifikasi faktual, petugas penyelenggara pemilu di daerah akan mendatangi langsung orang-orang yang menyatakan dukungan untuk bakal calon.
Proses yang sama berlaku bagi pasangan perseorangan untuk pemilihan tingkat gubernur/wakil gubernur, yang telah diterima penyerahan syarat dukungannya oleh KPU.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mensyaratkan, untuk maju dari jalur perseorangan, calon harus memenuhi syarat dukungan minimal 6,5 sampai 10 persen dari daftar pemilih tetap pemilu terakhir. Dukungan itu harus tersebar di lebih dari 50 persen jumlah kabupaten/kota untuk pemilihan gubernur dan lebih dari 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota untuk pemilihan wali kota/bupati.
Salah satu daerah yang bakal calon perseorangannya banyak gugur berada di Makassar, Sulawesi Selatan. Dari tujuh pasangan yang semula berminat mendaftar untuk Pilkada Makassar, semuanya gugur.
Koordinator Divisi Teknis Penyelenggara Pemilu KPU Makassar Gunawan Mashar menjelaskan, ada yang batal karena berencana maju melalui jalur partai politik. Ada pula yang sempat membawa syarat dukungan, tetapi dokumennya ternyata tidak lengkap.
Di Boyolali, Jawa Tengah, KPU setempat juga menolak pasangan perseorangan Didik Mardiyanto-Listyowati karena jumlah dukungan yang diserahkan tidak memenuhi syarat.
Ketua KPU Boyolali Ali Fahrudin mengatakan, mereka menyerahkan 52.336 dukungan, sedangkan batas minimalnya sebanyak 60.636 dukungan.
Di Bengkayang, Kalimantan Barat, pasangan Irawan-Muchdy juga dinyatakan gugur oleh KPU karena tidak memenuhi syarat minimal dukungan.
Unggah ke Silon
Di Surabaya, Komisioner KPU Surabaya Soeprayitno mengatakan, pasangan Usman Hakim-Sirojul Alam yang sempat hadir ke Kantor KPU, Minggu malam, tak jadi menyerahkan syarat dukungan yang diminta KPU.
Saat datang ke KPU, pasangan itu tidak membawa dokumen fotokopi kartu tanda penduduk yang sudah dimasukkan ke dalam Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU.
Salah satu calon perseorangan di Pilkada Surabaya, Muhammad Sholeh menyampaikan beratnya syarat yang harus dipenuhi untuk bisa maju. Syarat minimal dukungan salah satunya. Bakal calon perseorangan harus menyerahkan syarat minimal dukungan 6,5 persen dari daftar pemilih tetap pemilu terakhir atau sebanyak 138.565 dukungan. Persentase itu hampir dua kali lipat dari kondisi pada Pilkada Surabaya 2015 yang hanya 3,5 persen.
”Itu masih ditambah pekerjaan berat mengunggah berkas ke Silon,” ucapnya.
Beratnya pemenuhan syarat juga disampaikan Mohammad Yasin-Gunawan di Pilkada Surabaya. Pengumpulan dukungan dinilai sebagai pekerjaan berat yang menguras energi. ”Namun, kami tetap harus bersemangat karena perjalanan masih jauh,” kata Yasin.
Beratnya syarat juga tidak menghalangi Yovinus, bakal calon wakil bupati Sekadau dari jalur perseorangan. Menurut dia, hal yang mendorongnya maju melalui jalur perseorangan adalah karena dia dan pasangannya bukan kader partai. ”Kalau dapat rekomendasi partai, berat,” katanya.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor mengatakan, ada setidaknya tiga faktor seseorang maju dari jalur perseorangan. Faktor itu: keinginan berbuat bagi daerah, lebih fleksibel ketimbang melewati jalur parpol, dan peluang menang yang relatif terbuka.
Pengamat politik dari Universitas Cenderawasih, Jayapura, Diego De Fretes, berpendapat, calon perseorangan mampu meraih suara yang signifikan jika memiliki basis pendukung yang kuat. (INK/BOW/FLO/ZAK/REN/ VDL/ESA/OKA/NIK/ RWN/DIT/BRO)
Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/polhuk/2020/02/25/calon-perseorangan-mulai-berguguran/