Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman, menyatakan optimis penyelenggaraan Pemilu 2019 akan berjalan lebih baik dari Pemilu 2014. Melalui koordinasi bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), data kependudukan warga negara Indonesia di dalam dan di luar negeri sebagai basis penyusunan daftar pemilih telah terintegrasi. Dengan demikian, konflik yang seringkali muncul akibat daftar pemilih bermasalah dapat diminimalisir.
“Tidak lagi KPU punya data sendiri yang berbeda dengan data Kemendagri dan Kemenlu. Ini tentu mengurangi potensi konflik, karena konflik kadang tidak murni terjadi karena ada yang menang dan kalah, tapi karena data kependudukan bermasalah,” kata Arief pada acara penyerahan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dan data penduduk di luar negeri di Hotel Borobudur, Gambir, Jakarta Pusat (15/12).
Kemudian, Arief menjelaskan bahwa dengan proses integrasi dan sinkronisasi data kependudukan oleh Kemendagri dan Kemenlu, selisih data penduduk usia pemilih dengan daftar pemilih semakin kecil. Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015, diduga terdapat 10 juta data pemilih bermasalah, namun pada Pilkada 2017, selisih data berkurang menjadi 1 juta.
“Ada 10 juta data yang dianggap bermasalah. Kita sinkronisasi, akhirnya data itu turun jadi 6 juta. Terus kita perbaiki lagi, turun jadi 2,5 juta. Terakhir, Pilkada 2017, selisih data hanya 1 jutaan. Kalau dilihat persentasenya, hanya 1,2 persen,” terang Arief.
Menyusun daftar pemilih di Indonesia, menurut Arief, merupakan pekerjaan luar biasa. Data penduduk terus bergerak di wilayah Indonesia yang besar, dengan banyak wilayah-wilayah terpencil.