Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengadakan uji publik terhadap dua Peraturan KPU (PKPU) Pemilu 2019, yakni PKPU tentang pemungutan dan penghitungan suara dan PKPU tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara. Sebagaimana dikatakan oleh Ketua KPU, Arief Budiman, rancangan dua PKPU baru saja selesai dan mesti diundangkan paling lambat 16 Agustus 2018.
“Undang-Undang (UU) No.7/2017 mengamanatkan agar KPU menyelesaikan seluruh turunan dan UU itu ke dalam PKPU paling lambat satu tahun setelah diundangkannya UU. Oleh karena itu, PKPU ini akan segera kami kirimkan ke Pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dilakukan rapat konsultasi, sekaligus dilakukan pengundangan di Kemenkumham (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia),” kata Arief pada acara uji publim di Hotel Harris Vertu, Hayam Wuruk, Jakarta Pusat (7/8).
Sebab saat ini anggota DPR sedang melaksanakan reses, PKPU tentang pemungutan dan penghitungan suara serta PKPU tentang rekapitulasi penghitungan suara dikirimkan ke Kemenkumham untuk diundangkan, tanpa melalui proses konsultasi di DPR. Masukan yang datang setelah PKPU diundangkan akan menyusul dimasukkan ke dalam PKPU.
Arief juga mengatakan, berbeda dari Pemilu 2014 yang membedakan antara PKPU pemungutan dan penghitungan suara di dalam dan di luar negeri, kini dua peraturan tersebut digabungkan ke dalam satu PKPU. Sementara itu, masih ada dua PKPU lain yang rancangannya belum rampung, yakni PKPU tentang penetapan perolehan kursi bagi partai politik dan PKPU tentang penetapan calon terpilih.
Berikut enam isu strategis di dalam rancangan PKPU Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2019.
Beda waktu dan metode pemungutan suara di dalam dan di luar negeri
Bagi pemilih di dalam negeri, pemungutan suara akan dilangsungkan pada tanggal 17 April 2019, mulai pukul 7 pagi hingga 1 siang. Sedangkan bagi pemilih di luar negeri, pemungutan suara dilakukan lebih awal, yakni antara tanggal 8 hingga 14 April 2019. Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) dibuka mulai pukul 8 pagi hingga 6 sore, bertempat di wilayah Perwakilan RI atau tempat lain yang diizinkan oleh pemerintah setempat.
“Dari 130 perwakilan RI di luar negeri, sudah seluruhnya menentukan kapan hari penyelenggaraan pemungutan suara. Ada yang memilih tanggal 8 April, tapi kebanyakan memilih tanggal 14 karena hari libur, hari minggu,” ujar Anggota KPU RI, Ilham Saputra.
Selain waktu pemungutan suara yang berbeda, metode pemungutan suara di dalam dan luar negeri juga sedikit berbeda. Di dalam negeri, pemungutan suara akan dilakukan di 801.838 TPS. Sementara di luar negeri, tiga metode pemungutan suara dapat dipilih oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), yakni melalui TPSLN, Kotak Suara Keliling (KSK), dan pengiriman pos.
Pemilihan metode pemungutan suara ditentukan berdasarkan kondisi di suatu wilayah. Sebagai contoh, jika di suatu wilayah terdapat banyak warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di pabrik, maka TPSLN merupakan pilihan yang tepat. Namun, jika kebanyakan WNI bekerja sebagai asisten rumah tangga, metode KSK tak mungkin dilakukan dan metode pos dinilai mesti dihindari.
“Waktu kami ke Hong Kong, banyak aduan soal metode pos. WNI yang bekerja sebagai asisten rumah tangga, tidak diberikan surat undangan memilih dari KPU oleh majikannya sehingga mereka tidak tahu. Makanya kebanyakan di beberapa tempat, maunya ada TPSLN,” kata Ilham.
Meski pemungutan suara dilaksanakan pada hari yang berbeda, namun penghitungan suara di dalam dan luar negeri dilakukan pada waktu yang sama, yakni 17 April 2019. Hasil rekapitulasi suara pemilih di luar negeri akan disatukan dengan rekapitulasi hasil suara di daerah pemilihan (dapil) Jakarta II.
Yang bisa memilih di Pilpres dan Pileg 2019
PKPU menyatakan bahwa yang dapat memberikan hak pilih pada hari pemungutan suara adalah pemilik Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP yang terdaftar di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), pemilik e-KTP yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan pemilik e-KTP yang memenuhi syarat dilayani hak pilihnya sekalipun namanya tak ada di dalam DPT dan DPTb. Pada saat hendak memberikan suara, pemilih menunjukkan form C6 atau surat undangan memilih dan e-KTP atau identitas lain kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Untuk pemilihan di luar negeri, yang dapat memberikan hak suara ialah pemilih yang namanya terdaftar di DPT atau DPTb TPSLN, Pos, dan KSK. Pemilih di luar negeri dapat menunjukkan e-KTP, paspor atau SPLP kepada PPLN.
Hingga penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS), telah terdaftar 195.639.674 pemilih dalam negeri dan 1.798.350 pemilih luar negeri.
Jumlah pemilih per TPS
KPU mengatur jumlah pemilih pers TPS dalam negeri sebanyak 300 orang dan TPSLN sebanyak 500 orang atau sesuai kondisi di wilayah yang bersangkutan. Angka 300 dipilih agar waktu pemungutan dan penghitungan suara tak melampaui satu hari sebagaimana diamanatkan oleh UU Pemilu.
Surat suara pemilihan di dalam dan di luar negeri
Tak seperti pemilih di dalam negeri yang mendapatkan lima surat suara pemilihan, yakni surat suara Pemilihan Presiden (Pilpres), surat suara Pemilihan Anggota DPR RI, surat suara Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), surat suara Pemilihan Anggota DPR provinsi, dan Pemilihan Anggota DPR kabupaten/kota, pemilih di luar negeri hanya akan menerima dua surat suara, yakni surat suara Pilpres dan surat suara Pemilihan Anggota DPR RI.
Untuk pemilih di DKI Jakarta, hanya menerima empat surat suara. Tak ada pemilihan Anggota DPR kabupaten/kota di DKI Jakarta.
Anggota KPU RI, Hasyim Asyarie mengatakan, perolehan surat suara bagi masing-masing pemilih di Pemilu 2019 bisa jadi berbeda. Pasalnya, berbeda dengan dua pemilu sebelumnya, UU Pemilu membatasi pemilih yang pindah TPS untuk mendapatkan surat suara tertentu.
“Pemilu 2019 ini rumit, bukan situasi yang mudah. Misal, dia terdaftar di kabupaten A, dapilnya A1 misalnya. Kemudian A1 ini kecamtannya ada dua. Nah, ketika dia pindah kecamatan yang berbeda dapil DPRD kabupaten/kotanya, dia kehilangan hak pilih untuk milih DPRD kabupaten/kota, tapi masih bisa milih DPRD provinsi dan DPR RI. Tapi, kalau pindah kabupaten, misalnya saya nanti ada acara di Semarang, saya kehilangan hak pilih DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi dan DPR RI dari Jawa Tengah II. Yang masih bisa saya pilih hanya Pilpres,” terang Hasyim.
Penggunaan form C7
Form C7 yang mulai digunakan pada Pilkada 2018 akan digunakan pada Pemilu 2019. Form C7 adalah form daftar hadir yang diisi oleh pemilih pada saat memberikan suara di TPS. Form C7 berisi kolom nama pemilih, alamat, dan tanda tangan.
“C7 ini masukan dari Komisi 2 sebagai hasill evaluasi Pilkada 2017 untuk mengurangi potensi manipulasi. Jadi, nanti pemilih perlihatkan e-KTPnya, lalu dia isi form C7,” tukas Ilham.
Pada pemungutan suara ulang (PSU), hanya pemilih yang mengisi C7 yang diizinkan untuk kembali memberikan suara. C7 akan dapat diakses oleh publik.
Situng akan diprioritaskan tampilkan data perolehan suara Pilpres, DPD, dan perolehan suara partai politik
Instrumen teknologi informasi akan kembali digunakan pada tahap penghitungan suara Pemilu 2019. KPU menegaskan, pihaknya akan mengupayakan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) sebagai bentuk transparansi kepada publik. KPU memprioritaskan hasil penghitungan suara tiga pemilihan, yakni Pilpres, Pemilihan Anggota DPD, dan perolehan suara partai politik.
“Karena kerumitan Pemilihan DPR, jadi kami fokus hanya DPD dan Pilpres saja. Tapi nanti kami akan pastikan suara partai juga di Situng. Nanti pleno penetapan, baru kita bisa hitung perolehan suara partai yang dikonversi menjadi kursi DPR dan DPRD,” jelas Ilham.
KPU mewajibkan KPPS untuk menyampaikan satu rangkap salinan form C-KPU,form C1-PPWP, dorm C1-DPR, form C1-DPD, form C1-DPRD Provinsi, dan form C1 DPRD kabupaten/kota kepada KPU kabupaten/kota melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Salinan form ini selanjutnya akan diunggah ke laman KPU kabupaten/kota melalui Situng pada hari pemungutan suara. KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota dapat melakukan tabulasi penghitungan suara sementara dengan menggunakan Situng.