Fase Terbaik Demokrasi Indonesia

Pemilu 2024 merupakan pemilu terburuk sejak Indonesia lepas dari pemerintahan otoriter. Jika pada pemilu sebelumnya, buruknya pemilu ditujukan pada peserta pemilunya, baik partai politik maupun calon, pemilu keenam pasca-Reformasi ini punya aktor yang bertambah buruk. Pertama, penyelenggara pemilu, khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan segala peraturan yang bertentangan dengan undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua, MK merujuk Putusan 90/2023 yang melampaui kewenangannya sebagai kekuasaan yudisial kerena membuat norma baru.

Jika yang terburuk bisa dirujuk bentuk dan fasenya, apakah yang terbaik juga bisa? Kapan Indonesia mengalami fase terbaik berdemokrasi?

1955 dan 1999

Jika penilaiannya menekankan pada aspek kontestasi pemilu, 1955 dan 1999 adalah fase terbaik demokrasi Indonesia. Keduanya merupakan pemilu pertama Indonesia. 1955 adalah pemilu pertama pasca-Indonesia merdeka. 1999 adalah pemilu pertama pasca-Reformasi. Pada dua pemilu ini, partai politik bebas didirikan dan mudah ikut jadi peserta pemilu.

Karena kemudahan mendirikan partai dan kepesertaan pemilu, sejumlah peserta Pemilu 1955 dan Pemilu 1999 punya ideologi/program yang idealis. Sebagian partai politik punya keterhubungan dengan kelompok masyarakat sebagai basis massa/pemilih, seperti Partai Masyumi dan Partai Komunis Indonesia pada Pemilu 1955 juga dengan skala yang lebih kecil ada Partai Keadilan (PK) dan Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada Pemilu 1999.

Presiden SBY

Indonesia juga pernah mengalami fase demokrasi terbaik pada sebagian masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Penilaian ini merujuk pada indeks demokrasi yang dipublikasikan Economic Intelligence Unit dan indeks kebebasan yang dipublikasikan Freedom House. Dalam dua indeks berkala ini, Indonesia pernah menjadi negara yang punya status full democracy untuk indeks demokrasi dan full free untuk indeks kebebasan.

Status terbaik dalam indeks tersebut dirasakan nyata dalam kehidupan demokrasi warga. Kebebasan bicara dan berpendapat dijamin, berlaku dalam media offline maupun online/elektronik. Tidak ada ketakutan bagi tiap individu atau kelompok dalam menyampaikan kritik terhadap pemerintahan dan pejabat negara. Tidak ada warga yang dikriminalisasi dan masuk penjara karena ucapannya termasuk melakukan penghinaan terhadap Presiden SBY.

Presiden Habibie

Yang unik, Indonesia juga punya fase terbaik berdemokrasi pada aspek kualitas kepemimpinan. Fase yang dimaksud adalah ketika Indonesia dipimpin sementara oleh Presiden Bacharuddin Jusuf (B. J.) Habibie. Saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada konteks krisis ekonomi dan demonstrasi massa, Presiden Habibie tidak menjadikan kekuasaannya untuk berkuasa sewenang-wenang. Yang dipilih professor teknologi ini justru mengoptimalkan fase berkuasanya untuk menjamin transisi kepemimpinan berlangsung demokratis dan sesuai hukum.

Fase Presiden Habibie merupakan fase kualitas kepemimpinan yang berpegang pada konstitusi negara hukum dan negara demokrasi (berkedaulatan rakyat). Beliau menjamin Indonesia menyelenggarakan Pemilu 1999 secara bebas dan adil serta menjamin proses para akademisi, politisi, serta pemangku kepentingan lainnya melakukan amendemen UUD Reformasi. Saat terjadi konflik pemilu antar partai politik peserta pemilu, ketegasan Presiden Habibie dalam menetapkan hasil pemilu sehingga bisa diterima semua pihak, merupakan tanda tingginya kredibilitas dan integritas Presiden Habibie.

Gus Dur

Lalu, jika makna demokrasi ditekankan pada perayaan keragaman identitas marjinal/minoritas, fase terbaiknya ada dalam pemerintahan Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid. Beliau yang difabel bisa menjadi presiden bersama perempuan sebagai Wakil Presiden Megawati. Kita tidak tahu, kapan lagi jaminan inklusif hak berpolitik semua identitas warga, tanpa kecuali, bisa juga bermakna jaminan keterpilihan presiden/wakil presiden. Jaminan yang semakin sulit diwujudkan dalam penerapan pemilu presiden langsung.

Jaminan keragaman identitas marjinal/minoritas pada kepemimpinan Gus Dur juga berlaku pada kelompok Tionghoa, Papua, dan Penghayat. Pada fase Pemerintahan Soeharto, tiga identitas ini menjadi yang paling banyak mengalami diskriminasi bahkan kekerasan. Melalui pendekatan kultural dan jaminan hukum, Gus Dur persilahkan warga Tionghoa merayakan Imlek lalu Konghucu jadi bagian agama resmi yang diakui, lalu Papua bisa bebas mengekspresikan identitas Papua termasuk mengibarkan bendera Bintang Kejora, lalu warga dengan keyakinan Penghayat mulai diakui dan diproses dalam dokumen kependudukan.

Begitulah sejumlah fase terbaik demokrasi Indonesia. Sebagian dari kita bisa setuju, bisa juga tidak setuju. Untuk berpendapat dan memilih sikap setuju/tidak setuju, penting untuk kita mengetahui variabel yang digunakan. Dari empat fase terbaik demokrasi tersebut, kamu setuju yang mana? Atau kita urutkan derajat penerimaannya. Kita bebas dan setara untuk berpendapat dan berbeda pendapat. Semakin bebas dan setara, semakin baik kita berdemokrasi. []

USEP HASAN SADIKIN