August 8, 2024

Ikhtiar Bawaslu dan Modus Politik Uang yang Terus Berubah

Politik uang diperkirakan masih marak selama gelaran Pilkada 2020 di 270 daerah. Mengantisipasi hal itu, Bawaslu menyiapkan sejumlah langkah. Bawaslu pun diingatkan akan modus politik uang yang terus berubah.

Politik uang seolah sudah menjadi budaya dalam setiap gelaran pemilu. Meski tak mudah untuk menghilangkannya, pemberantasan politik uang tetap menjadi komitmen pengawas pemilu saat pemilihan kepala daerah serentak 2020. Ikhtiar ini penting demi lahirnya pemimpin daerah yang jujur, bersih, dan berintegritas.

Selama masa kampanye Pemilu 2019, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memproses total 7.598 temuan pelanggaran. Politik uang menjadi kasus pelanggaran terbanyak yang telah mendapat vonis pengadilan, yakni sebanyak 24 putusan.

Sejumlah kasus pidana politik uang itu seperti yang terjadi pada calon anggota legislatif (caleg) DPR daerah pemilihan DKI Jakarta II (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan luar negeri), Mandala Shoji, dan caleg DPRD DKI Jakarta, Lucky Andriani. Mereka merupakan caleg dari Partai Amanat Nasional (PAN).

Mandala dan Lucky divonis 3 bulan penjara dan denda Rp 5 juta subsider 1 bulan kurungan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 18 Desember 2018.

Kedua caleg ini terbukti melakukan pelanggaran pemilu dengan membagikan kupon berhadiah umrah kepada warga saat berkampanye di Pasar Rawa Jati, Jakarta Selatan, dan Pasar Gembrong Lama, Jakarta Pusat.

Selain Mandala dan Lucky, caleg DPRD DKI Jakarta dari Partai Perindo, David Rahardja, juga dituntut 1 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana pemilu. David terbukti membagikan bahan-bahan kebutuhan pokok kepada warga saat berkampanye di Jakarta Utara, September 2018.

Tantangan

Berkaca pada maraknya kasus politik uang itu, Ketua Bawaslu Abhan dalam diskusi dengan awak media di Media Center Bawaslu, Jakarta, Selasa (15/10/2019), memperkirakan praktik itu masih akan terjadi saat Pilkada 2020. Pilkada 2020 akan serentak digelar di 270 daerah.

Mengantisipasi kemungkinan itu, Abhan menegaskan, Bawaslu tetap akan melakukan pencegahan dan penindakan hingga hari pemungutan suara pilkada pada 23 September 2020 dilaksanakan.

Salah satunya, patroli antipolitik uang oleh Bawaslu yang blusukan ke kampung-kampung pada Pemilu 2019 akan kembali digelar selama gelaran Pilkada 2020. Patroli dijanjikan akan diintensifkan, baik saat masa kampanye, masa tenang atau tiga hari sebelum hari pemungutan suara, maupun saat hari pemungutan suara. Di tiga masa itu, politik uang rentan terjadi.

Pada UU Pilkada disebutkan, pelaku politik uang, baik pemberi maupun penerima, dapat dipidanakan. Sementara dalam UU Pemilu, hanya pemberi uang yang dapat dijerat hukum.

Selain itu, penindakan politik uang dijanjikan bakal lebih tegas dan masif. Apalagi norma terkait politik uang di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada lebih ”menakutkan” dibandingkan yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pada UU Pilkada disebutkan, pelaku politik uang, baik pemberi maupun penerima, dapat dipidanakan. Sementara dalam UU Pemilu, hanya pemberi uang yang dapat dijerat hukum.

”Norma ini akan kami sosialisasikan terus kepada masyarakat agar setiap calon kepala daerah tidak melakukan politik uang dan bagi masyarakat dapat berani menolak. Sebab, segala bentuk politik transaksional akan merusak demokrasi,” kata Abhan.

Selain itu, menurut anggota Bawaslu, Mochammad Afifudin, Bawaslu tengah merumuskan langkah-langkah pencegahan politik uang. Bawaslu juga berencana membentuk tim gabungan yang melibatkan masyarakat sipil dan akademisi untuk ikut mencegah hingga mengawasi agar politik uang bisa ditekan semaksimal mungkin.

Meski demikian, lanjutnya, dalam penindakan kasus politik uang, Bawaslu juga dihadapkan pada sejumlah kendala.

Salah satunya, membuktikan uang atau materi lain yang diberikan kepada calon pemilih untuk politik uang. Terlebih peraturan perundang-undangan masih bias dalam mengatur pengeluaran kampanye sehingga justru berpotensi melegalkan politik uang. Sebagai contoh, dibolehkannya pemberian uang transportasi atau uang makan. Hal ini kemudian dapat digunakan oleh peserta pemilu untuk menutupi niat politik uang.

Modus berkembang

Kendala lain, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, modus dan pola politik uang yang selalu berubah sebagai upaya mengelabui petugas penindak dan aturan hukum.

Modus terkadang menyesuaikan dengan praktik-praktik lokal di masyarakat agar tidak disebut sebagai politik uang.

Kalau dulu politik uang terbatas pada pemberian uang tunai dan sembako oleh tim sukses, sekarang sudah melibatkan tokoh-tokoh yang menjadi figur panutan di kelompok masyarakat.

”Kalau dulu politik uang terbatas pada pemberian uang tunai dan sembako oleh tim sukses, sekarang sudah melibatkan tokoh-tokoh yang menjadi figur panutan di kelompok masyarakat. Jadi berorientasi memegang figur orang kuat yang punya massa sebagai saluran distribusi politik uang,” ungkapnya.

Agar politik uang dapat dicegah, Titi menilai, perlu upaya yang komprehensif dan melibatkan banyak pihak, mulai dari partai politik, tokoh masyarakat atau agama, kelompok masyarakat sipil, hingga media. Tidak seperti selama ini ketika pencegahan politik uang masih sporadis dan bersifat searah.

Selain itu, pencegahan juga bisa dilakukan dengan menyosialisasikan secara masif kepada publik bahwa dalam pilkada, tidak hanya pemberi politik uang yang dapat dihukum, tetapi juga penerima politik uang.

Dalam memerangi politik uang, penyelenggara, pengawas, dan peserta pemilu serta pemilih harus memiliki komitmen yang sama. Tak hanya itu, kesadaran bersama jadi kunci. Sebab, politik uang adalah racun dalam pemilu karena mencederai kemurnian suara rakyat. Dari pemilu yang sarat dengan politik uang itu pula, akan lahir pemimpin yang tidak jujur. Akhirnya alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, mereka bakal menggerogoti uang rakyat. (PRADIPTA PANDU)

Dikliping dari berita yang terbit di Kompas.ID https://bebas.kompas.id/baca/utama/2019/10/15/ikhtiar-bawaslu-dan-modus-politik-uang-yang-terus-berubah/