Presiden Joko Widodo menerima 11 anggota Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu Periode 2022-2027 di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (6/1/2022) pagi. Timsel juga telah menyerahkan 14 nama calon komisioner KPU dan 10 nama calon komisioner Bawaslu kepada Presiden.
Dalam pertemuan itu, Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Seusai pertemuan, Ketua Tim Seleksi KPU-Bawaslu Juri Ardiantoro menjelaskan telah melaporkan proses seleksi komisioner KPU dan Bawaslu selama tiga bulan. Seleksi dimulai dengan pengumuman pendaftaran, pendaftaran, seleksi administrasi, tes tertulis, profiling, dan wawancara.
Dalam laporannya, disampaikan pula 14 nama calon komisioner KPU dan 10 nama calon komisioner Bawaslu. ”Nama-nama ini akan diserahkan Presiden kepada DPR dalam 14 hari,” kata Juri.
Calon anggota KPU yang diserahkan terdiri atas 10 lelaki dan 4 perempuan. Mereka dalam urutan abjad adalah August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Dahliah, Hasyim Asy’ari, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Idham Holik, Iffa Rosita, Iwan Rompo Banne, Mochamad Afifuddin, Muchamad Ali Safa’at, Parsadaan Harahap, Viryan, Yessy Yaty Momongan, dan Yulianto Sudrajat.
Adapun 10 nama calon anggota Bawaslu terdiri dari 7 lelaki dan 3 perempuan. Mereka adalah Aditya Perdana, Andi Tenri Sompa, Fritz Edward Siregar, Herwyn Jefler Malonga, Lolly Suhenty, Mardiana Rusli, Puadi, Rahmat Bagja, Subair, dan Totok Hariyono.
Sudah diperkirakan
Menurut anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, nama-nama yang lolos adalah mereka yang sudah diperkirakan sejak awal ketika timsel mengumumkan 48 nama masuk seleksi tahap ketiga. Tahapan itu mencakup seleksi tertulis dan makalah, psikologi lanjutan, tes kesehatan, serta wawancara.
Titi mengungkapkan, mayoritas adalah calon yang diusulkan berlatar belakang penyelenggara ataupun mantan penyelenggara pemilu yang sejak awal paling banyak mendominasi peserta seleksi. Komposisi keilmuan dan wilayah juga cukup beragam, meski masih didominasi mereka yang berasal dari Pulau Jawa.Padahal, banyak persoalan dan tantangan kepemiluan, seperti sulitnya medan dan beratnya geografi wilayah di luar Pulau Jawa, khususnya daerah kepulauan, terluar, dan perbatasan.
Titi mengatakan, komposisi perempuan yang diloloskan sudah 30 persen di Bawaslu, tetapi masih di luar ekpekstasi. Sebab, di KPU, timsel hanya meloloskan empat orang (28,57 persen) atau masih kurang dari 30 persen. Padahal, ada cukup tersedia pilihan perempuan calon yang bisa dipertimbangkan timsel, yaitu 10 calon dari 28 calon KPU (35,71 persen).
”Tampaknya timsel masih gamang soal keberpihakan dalam mendorong afirmasi keterwakilan perempuan sebagai upaya mewujudkan pemilu inklusif. Di sinilah terlihat betapa besarnya kepentingan yang melingkupi seleksi penyelenggara yang berlangsung,” kata Titi.
Titi mengatakan, tantangan Pemilu 2024 sangat besar, dari mulai kompleksitas teknis, beban penyelenggaraan, ancaman disinformasi, ataupun polarisasi masyarakat. Kemampuan teknis memang penting, tetapi bukan satu-satunya. Kompetensi hukum juga krusial dimiliki anggota KPU/Bawaslu.
Tanpa ada perubahan UU Pemilu dan Pilkada, KPU serta Bawaslu akan banyak menghadapi tuntutan melakukan terobosan hukum yang memerlukan pemahaman hukum yang baik agar tidak menabrak konstitusi dan peraturan yang lebih tinggi. Selain itu, juga ada potensi tingginya gugatan hukum yang akan dihadapi penyelenggara sebagai ekses kompetisi yang besar, rumit, dan kompetitif.
Selain itu, perlu dipertimbangkan calon yang punya kemampuan komunikasi publik yang baik dan mau serius mengelola pendidikan pemilih di KPU. Tingginya surat suara tidak sah di pemilu legislatif yang melampui jumlah pemilih Pemilu Australia (17,5 juta orang) seharusnya didekati dengan kreativitas dan inovasi pendidikan pemilih yang ditopang strategi serta pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan.
Oleh karena itu, meskipun proses di DPR adalah proses politik, mereka tetap harus mengedepankan kepentingan kualitas dan kredibilitas pemilu sebagai yang utama. Jangan sampai masa depan pemilu Indonesia dikooptasi kepentingan individu, pertemanan, kelompok, organisasi, ataupun pragmatisme politik semata.
”Itikad baik dan kenegarawanan para aggota DPR untuk memilih anggota KPU dan Bawaslu yang tepat sangatlah dinantikan. Melalui seleksi ini kita mempertaruhkan mutu dan integritas pemilu dan demokrasi Indonesia. Jadi, jangan main-main,” kata Titi.
Ia menegaskan, publik tetap harus berpartisipasi memantau rekam jejak para calon sebagai masukan bagi DPR dalam melakukan uji kelayakan dan kepatutan para calon. Sebab, perlu dipastikan betul bahwa mereka memang memenuhi kebutuhan kapasitas dan integritas sebagai penyelenggara pemilu.
”Bukan berarti karena timsel sudah menyerahkan 14 nama calon KPU dan 10 nama calon Bawaslu, maka masyarakat tidak lagi ambil peran mengawal dan mengawasi prosesnya,” tegas Titi. (PRAYOGI DWI SULISTYO/NINA SUSILO)
Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/01/06/ini-daftar-24-nama-calon-kpu-dan-bawaslu-yang-diserahkan-tim-seleksi-ke-presiden